Betapa terkejutnya Nila, saat mendengar kabar dari ayahnya yang menjabat sebagai sekretaris desa, jika nama Zoya Kamila didaftarkan sebagai calon mempelai wanita. Gadis yang sudah lama bersahabat dengan Zoya itu pun semakin tidak sabar untuk segera menemui dan mempertanyakan langsung pada Zoya.
"Apa ayah yakin, jika itu Zoya Kamila sahabatku?" tanya Nila menyakinkan kembali cerita ayahnya.
"Tentu Ayah yakin, alamat dan nama orang tuanya sudah tertera jelas! Tapi yang datang mengurus administrasi hanyalah perwakilan dari calon suami Zoya, jadi jangan tanya seperti apa calon suami Zoya!" jelas Ayah Nila setelah mengambil air wudhu dan segera melaksanakan Salat Magrib berjamaah.
Seusai Salat Magrib, Nila bergegas pergi ke rumah Zoya. Nila melangkah menembus suasana petang, karena banyak pertanyaan di otaknya yang sudah tidak sabar ingin segera mendapat jawaban.
"Assalamualaikum, Zoy! " ucap Nila dengan mengetuk pintu. Tak harus menunggu lama, Zoya pun keluar dengan membalas salam Nila, "Waalaikum salam, Nila. Apa ada hal penting yang membuatmu ke sini malam ini juga?" Zoya sedikit kaget, tidak biasanya Nila bertamu di saat malam hari.
Nila hanya menarik tangan kecil Zoya, membawa gadis itu untuk duduk di kursi yang ada di teras rumah sederhana keluarga Zoya.
"Zoy, apa kamu sudah yakin? Menikah loh, ini? Seumur hidupmu, Zoya?" Nila menatap nanar wajah ayu di depannya. Cecaran pertanyaan yang dia lontarkan hanya di jawab dengan seulas senyum tipis Zoya. Nila hanya bisa membuang nafasnya kasar. Entah bagaimana lagi dia akan meyakinkan Zoya tentang keputusan penting yang akan menentukan kehidupan dia selanjutnya.
"Aku sudah yakin, Nil! " ucap Zoya dengan mengambil punggung tangan sahabatnya yang masih belum bisa menerima kebenaran tentang pernikahan Zoya.
"Kau sudah mengenal seperti apa calon suamimu? Bagaimana dengan hatimu?" Suara Nila terdengar lirih saat menatap wajah sendu Zoya, dia sudah hafal seperti apa Zoya, bagi Zoya tidak akan ada kata buruk untuk orang lain meski itu tidak sesuai dengan hatinya.
Tidak mendapat jawaban dari Zoya, gadis yang sedang mempersiapkan hatinya untuk bisa menerima semua keadaan, Zoya pun memeluk Nila. Pelukannya terasa erat bersamaan butiran air mata yang ikut mengalir di pipinya. Ada kesedihan yang sulit untuk diungkapkan Zoya dengan kata-kata.
"Kenapa tidak menolaknya saja, Zoy? " ucap Nila setengah berbisik.
Zoya segera menghapus air matanya. Dia tidak ingin, jika sampai ibunya melihat kesedihan yang saat ini dia rasakan karena perjodohan itu.
"Aku tidak ingin Ibu kecewa?" jawab Zoya tak kalah lirih.
"Tapi... Ini tentang hidupmu, Zoyaaa!" Nila kembali meyakinkan Zoya.
"Doakan saja ini jalan terbaikku, Nil! Aku sudah ikhlas dan semoga sabar juga selalu bersamaku." jawab Zoya, dia kembali tersenyum, dan itu membuat Nila sudah tak mampu untuk berkomentar apapun. Baru saat ini Zoya menceritakan jika setelah acara akad nikahnya besok, dia harus pergi untuk tinggal bersama suaminya.
Raut wajah kedua gadis itu sama-sama terlihat sedih, saat pelukan perpisahan itu terurai secara berlahan. Bagaimanapun mereka sudah melewati banyak waktu bersama, baik suka maupun duka sebagai sahabat.
###
"Saya terima nikahnya Zoya Kamila binti Husein dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai!" Suara Hans saat akad nikah terus menggema di telinga Zoya, saat itu pula menegaskan jika dia sudah menjadi seorang istri dari Hans Satria Jagad. Lelaki yang belum pernah menatapnya barang sejenak.
Seusai acara sakral pernikahan, gadis kecil berumuran tiga tahun itu selalu mengikuti kemana Zoya pergi, Alexa Salma Aqila, dia putri Hans dari mendiang istri pertamanya almarhumah Renita Farhana.
Sebelum mempertemukan Ale dan Zoya, Bu Santi sudah memberi pengertian pada cucunya jika dia akan mempunyai mama baru yang bernama Zoya. Beruntungnya, pembawaan sikap Zoya yang lembut dan sabar membuat bocah itu langsung menempel terus pada Zoya.
"Ma, Ale biar satu mobil sama kita saja." ujar Niar kakak perempuan Hans satu satunya kepada Bu Shanti.
"Nggak mau, Ale maunya sama Mama Zoya!" Sahut Ale mendahului sebelum Bu Shanti menjawab. Di panggil 'Mama' Zoya sendiri sebenarnya merasa aneh, tapi seperti itulah kenyataannya.
"Nggak apa apa Mbak, biar Ale sama saya saja!" Menurut Zoya, itu akan jauh lebih baik dari pada hanya satu bangku dengan suaminya yang sikapnya terkesan asing dan dingin.
"Ayo, kita berangkat sekarang, takut kemalaman" titah Bu Shanti membuat semua berjalan ke arah mobil masing-masing.
Rombongan dibagi menjadi dua, Niar dan kerabat yang lain memasuki mobil Alphard yang di kemudikan oleh suami Niar. Sedangkan Bu Santi, Hans, Zoya termasuk Ale memasuki Mercy hitam yang dikemudikan Pak Bagus, sopir pribadi Bu Shanti.
Mercy hitam itu melaju berlahan, membuat Zoya kembali menoleh ke belakang menatap rumah yang sudah mengukir cerita indah selama ini, rumah yang memberikan banyak kenangan manis bersama orang orang yang pasti akan dia rindukan.
Zoya kembali memeluk Ale yang duduk di pangkuannya, bocah itu begitu manja dengan Zoya hingga tak mau untuk duduk sendiri di bangku.
"Ale... duduk sendiri!" Suara bariton Hans baru terdengar sejak saat mereka berada di dalam mobil.
"Nggak mau, Pa! Ale sama mama saja!" Ale membantah apa yang diperintahkan Hans. Berbicara dengan Ale membuat Hans menatap Zoya sekaligus.
"Ale, nurut nggak sama Papa? " tegas Hans terdengar kesal saat mendengar bantahan putrinya. Lelaki itu membuka jas dan melipat lengan kemeja putihnya hingga ke siku karena sudah merasa gerah.
"Biarkan saja, Mas! " Suara lirih Zoya terdengar seperti sebuah tekanan hebat yang membuat Hans kembali terdiam.
Mendengar perdebatan di bangku belakang Bu Shanti hanya meliriknya saja sambil tersenyum. Setidaknya sudah ada interaksi diantara mereka. Alasan wanita paruh baya itu memaksa Hans untuk secepatnya menikah, salah satunya karena Ale. Setiap kali cucunya selalu bertanya kapan dia akan mempunyai Mama, membuat hatinya terasa ngilu.
Hingga suatu ketika, saat Santi menemukan kontak Nurma, yang dulunya sahabat terdekatnya saat masih SMA, membuatnya datang berkunjung ke rumah Nurma. Tentu saja, saat bertemu dengan sahabat lama membuat mereka bernostalgia dan menceritakan kehidupan mereka masing masing. Dari situlah Shanti tertarik dengan putri sulung sahabatnya itu, apalagi saat melihat Zoya secara langsung, wanita paruh baya itu langsung tertarik untuk menjodohkan Zoya dengan Hans.
Flashback
"Please Ma, jangan mencampuri urusan Hans! " ucap Hans pada saat Shanti mengatakan akan menjodohkannya dengan putri sahabatnya.
"Apa kamu akan seperti ini terus Hans? Kasian Ale, dia butuh sosok ibu! Apalagi setiap kali dia merengek ingin punya mama! Apa kamu tega? " Santi kembali membujuk putranya.
"Tapi tidak harus dijodohkan pula, Ma! " Suara Hans meninggi. Membuat Santi terduduk dan menekan dadanya yang sudah terasa nyeri.
"Ma... Mama! " Hans dibuat cemas saat melihat mamanya sudah meringis kesakitan. Langsung saja Hans mencarikan obat jantung mamanya yang sudah dia hafal keberadaanya.
"Iya, Ma. Aku akan menerima perjodohan itu. " ucap Hans pasrah ketika Santi menyandarkan tubuhnya di sofa.
Flash On.
Saat Mercy itu membelok ke sebuah rumah di kawasan perumahan elite itu, Hans mulai bingung bagaimana membangunkan istrinya yang tertidur sejak tadi.
"Bangun...! " ucap Hans dengan menggoyangkan bahu kecil Zoya.
Melihat Zoya mengerjakan mata, Hans mengambil Ale yang juga tertidur untuk dibawa masuk ke dalam rumah.
Saat keluar mobil, Zoya mendongak, menatap rumah mewah berlantai dua yang didominasi warna putih.
"Ayo Zoya masuk! Biar barang barangnya dibawakan Pak Bagus! " ajak Shanti membuat Zoya mengikutinya melangkah ke dalam.
Hans meletakkan Ale di kamar yang ada di depan kamarnya. Sudah pasti itu kamar Ale, karena banyaknya pernak pernik dan boneka di dalamnya.
"Hans, ajak Zoya untuk istirahat dulu!" Mendengar perintah mamanya Hans hanya menjawabnya dengan gumaman. Dan kemudian berjalan menuju kamar yang diikuti Zoya.
Tangan besar itu membuka handle pintu dan membiarkan Zoya masuk tanpa sepatah katapun. Ruang kamar yang cukup besar, Zoya pun mendekati sofa dan mendudukkan tubuhnya di sana.
Pandangannya mengedar, seolah meneliti setiap detail ruangan yang sempat membuatnya terkesima. Deg... tatapannya kini tertuju pada foto pernikahan berukuran besar yang masih menggantung di dinding kamar.
"Kenapa rasanya sakit saat melihatnya." gumam Zoya dalam hati saat melihat foto pernikahan Hans bersama Renita yang nampak bahagia.
bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejak ya... 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Sri Darmayanti
jgn sakit hati donk.. liat foto mendiang Almarhumah
biarkan saja toh sdh meninggal
pengalaman pribadi punya, sodara menikah setelah istrinya, meninggal.. eh istri barunya ngak suka ada foto almarhumah istri 1
kami ponakannya kok kesel jg
2024-01-31
0
Hani P Hani
aku suka cerita ini
2023-04-19
0
Jeng Anna
Ehhh Marcy, jenis mobil baru di dunia halu ya 😆
2023-03-18
0