Pagi ini menjadi pagi terakhir Zoya bekerja, semua memang serba mendadak. Bahkan hari ini, dia akan mengundurkan diri seketika pula, mungkin akan ada protes bagi yang lainnya, karena mutasi dan peralihan pekerjaan, memberikan kesibukan ekstra untuk karyawan lain yang akan menggantikan posisi Zoya sebagai staf administrasi.
Saat pertama kali sampai di kantor, Zoya mengambil semua berkas yang kemarin sudah diminta oleh Wildan, sekaligus dia akan menyerahkan surat pengunduran dirinya pada penanggung jawab Yayasan Nurul Jannah yang sudah dilimpahkan sepenuhnya pada Wildan. Semua belum ada yang tahu jika besok Zoya akan menikah, termasuk kedua sahabatnya itu, Hasna dan Nila.
"Assalamualaikum... " lirih Zoya setelah mengetuk pintu ruangan Wildan.
"Waalaikum salam, silahkan masuk, Zoy! " Senyum Wildan mengembang saat menyambut kehadiran gadis yang sudah lama menarik perhatiannya.
Zoya melangkah masuk, meski dengan hati yang masih bergetar, setiap kali bertemu dengan lelaki yang sempat memenuhi perasaannya.
'Kendalikan perasaanmu, Zoy' itu yang selalu dia tekankan untuk dirinya sendiri.
Tak berani menatap wajah Wildan, Zoya pun memilih menundukkan pandangan saat mengulurkan beberapa map di atas meja, yang kemudian ditumpangi dengan sebuah amplop surat pengunduran dirinya.
"Apa ini, Zoy? " tanya Wildan begitu penasaran saat memegangi amplop berwarna coklat itu.
"Ehmm, saya ingin mengundurkan diri, hari ini juga, Gus! " lirihnya dengan suara sedikit bergetar, dengan sekuat tenaga Zoya menahan semua rasa yang bercampur aduk di dalam dadanya.
"Apa? Kenapa? " Seketika Wildan dibuat terkejut dengan apa yang barusan di katakan oleh Zoya.
"Iy- iya... mulai besok saya sudah tidak bisa bekerja lagi. Maaf, jika semua serba mendadak!" Kalimat Zoya terdengar tertahan, tenggorokannya terasa tercekat untuk mengatakan tujuannya.
"Kenapa? Ada apa?" Hanya pertanyaan singkat itu yang mampu Wildan lontarkan karena semua terlalu mengejutkan untuknya.
Lelaki yang terhenyak kaget itu menyandarkan punggung tegapnya di kursi kebesaran. Saat ini, tatapannya tertuju pada gadis yang sedang menunduk di depannya untuk mencari sebuah kebenaran dari keputusan yang sudah Zoya ambil.
"Zoy, kenapa tidak menjawab?" desak Wildan yang masih begitu penasaran.
"Sa- saya... besok, saya akan menikah!" ucap Zoya dengan terbata.
"Apa? " Kali ini Wildan benar-benar dibuat terkejut, sungguh jawaban yang tidak pernah disangka oleh lelaki bermata sayu itu.
Sementara gadis yang masih duduk di depannya itu tertunduk dengan meremas jari jemarinya yang ada di atas pangkuan guna menghilangkan rasa gelisah yang sudah meledak-ledak di hatinya.
"Zoy, itu tidak benar, kan? " Wildan memajukan tubuhnya mencari celah untuk menemukan kebohongan dari apa yang baru saja diucapkan oleh Zoya.
"Apa kau dipaksa? Atau keluargamu di bawah tekanan?" selidik Wildan mencoba mengurai cerita yang sebenarnya.
Zoya menggeleng dan manik mata coklat itu sejenak terpejam untuk menahan tangis yang sudah dia bendung sejak tadi. Butuh kekuatan besar untuk mengatakan semua pada seseorang yang sudah menempati perasaannya itu.
"Zoy, Apa kau menginginkan pernikahan itu? Apa kau mencintai lelaki itu? " Zoya hanya terdiam membuat Wildan semakin kelimpungan untuk mengungkapkan isi hatinya selama ini.
"Zoy, katakan sesuatu!" lirih Wildan penuh penekanan karena dia mengharapkan jawaban jujur dari Zoya.
"Tidak ada yang perlu saya katakan, Gus! Saya pikir semua sudah jelas." lirih Zoya, berusaha tenang meskipun harus dengan menahan tangisnya.
"Sudah lama aku mencintaimu, Zoy! Aku pikir kamu juga punya perasaan yang sama terhadapku, hingga aku memutuskan untuk memilih waktu yang tepat untuk melamarmu! " Kalimat itu meluncur begitu saja, sudah lama perasaan wildan untuk Zoya itu terasa menyesak di dadanya. Tapi, sekarang tidak hanya menyesakkan bahkan rasanya perasaan itu seperti belati yang sudah menghujam, menusuk jantung hatinya sendiri.
"Bisakah saya menyelesaikan pekerjaan saya? " tanya Zoya, tapi tidak mendapatkan jawaban apapun dari Wildan, nampak jelas laki-laki berhidung mancung itu masih tertegun mendengar kabar yang diberikan Zoya.
"Assalamualaikum...! " ucap Zoya sedikit tergesa hingga tidak mendapatkan jawaban dari Wildan. Zoya beranjak keluar dari ruangan itu. Atmosfir di dalamnya sudah terlalu kacau ketika keduanya menyelami perasaan masing-masing.
"Zoy...! " Suara berat itu menghentikan langkah Zoya yang sudah berada di depan pintu.
"Apa kau pernah punya perasaan yang sama dengan perasaanku?" Seketika pula Zoya hanya menggeleng lemah tanpa harus menoleh ke belakang. Gegas, dia melangkah keluar dengan berlari kecil menuju toilet.
Kakinya menganyun cepat, ke arah ruang sempit yang dia tuju untuk menyembunyikan tangisnya. Tubuh kecil itu menabrak begitu saja pintu toilet dan kemudian menguncinya dari dalam.
Tangisnya yang sudah ditahan sedari tadi akhirnya pecah, membuat isakannya sudah tak bisa di kendalikan lagi. Pernyataan Cinta Wildan malah membuat hatinya semakin terasa sakit. Jantungnya seolah berhenti berdetak membuat seluruh tubuhnya terasa melemah, saat ini rasanya untuk bernafas saja dia merasa sangat sulit.
Zoya's Pov
Dadaku terasa sakit saat mendengar semua pengakuan tentang perasaanmu, Gus! Bukan karena aku tidak punya perasaan yang sama tapi karena sudah percuma kita saling mengungkapkan rasa.
Entah sudah berapa lama perasaan ini sudah mengkristal dalam hatiku, biarlah hanya aku dan Allah saja yang tau. Memang ini sudah takdirku menjalani semuanya. Belajar menerima takdir Allah dan berdamai dengan keadaan, mungkin akan jauh lebih baik. Kita ini siapa? Kita hanya bisa berusaha, selanjutnya kita tidak punya hak atas hidup kita termasuk perasaan kita.
Author pov
Isakan Zoya masih memenuhi ruang sempit itu, hingga beberapa percikan air membasahi seluruh wajahnya.
"Zoya... bersabarlah! " gumamnya bermonolog dengan diri sendiri.
Setelah merasa isakan tangisnya mereda, Zoya menatap sejenak wajahnya di cermin dan merapikan jilbabnya sebelum dia keluar dari toilet.
Apapun yang terjadi gadis yang hati dan perasaannya sudah luluh lantak kini berusaha terlihat baik baik saja. Langkah kakinya kembali membawanya masuk ke dalam ruang kantornya
"Zoy, tadi Gus Wildan mencarimu, dia meminta aku yang akan menggantikan dirimu dan menyerahkan amplop ini padamu! Sebenarnya ada apa, Zoy?" tanya Nila saat melihat wajah sembab Zoya dan sikap Wildan yang tidak biasa.
"Aku akan mengundurkan diri, Nil!" lirih Zoya membuat Nila tak kalah kaget. Tapi seketika pula Zoya mengatupkan jari telunjuknya di bibir agar Nila tak bersuara.
"Kenapa? " gumam Nilla setengah berbisik, dia tau jika Zoya sangat membutuhkan pekerjaan karena dia bukanlah anak dari keluarga yang kaya.
"Sudahlah, ayok aku tunjukan mana tugasmu! Agar kita tidak terlalu sore pulangnya. " Ajak Zoya mengalihkan perhatian Nilla.
###
Sore itu, saat seluruh kantor Yayasan Nurul Jannah sudah sepi, seseorang masih berdiri di dekat jendela menatap gadis yang sedang berjalan menuju keluar gerbang bersama sahabatnya Nilla. Bisa terlihat kesedihan yang tersembunyi di balik wajah ayunya itu.
Mata teduh itu pun berkaca-kaca saat menyadari jika tatapannya kini hanya untuk melepaskan gadis yang dia damba selama ini menjadi milik orang lain.
Seandainya waktu bisa diulang kembali, mungkin dia akan memilih untuk mengambilnya terlebih dahulu.
Mengikat bidadari hatinya dalam sebuah ikatan suci atas nama Allah.
"Semoga kau bahagia, Zoy." gumam Wildan di tengah rasa kecewa yang membuncah di hatinya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Nila
terlambat karena bukan jodoh 💪😰😰
2023-02-14
0
Ella She Shephen
zoya pov... tp isinya author pov...
2022-12-09
0
Uthie
Tau banget dehh pokok nya, rasa Cinta namun terhalang takdir yg membentang... sakitnya lama buat menghilangkan nya... hanya dengan rasa pasrah diri dan coba ikhlas.. sambil memohon selalu kekuatan dan pertolongan dalam menghilangkan rasa cinta yg nantinya TDK seharusnya ada...
2022-09-30
0