"Gimana? Suka sama hadiahnya?"
Mata Regan memang tengah fokus pada jalanan yang cukup padat tetapi telinganya masih setia mendengar percakapan dari seberang sana. Jadi, ditengah kemacetan yang melanda Ibukota dan dia terjebak di dalamnya, dia tengah mengobrol dengan para saudaranya. Memang mereka tidak ada di satu tempat, tapi tidak membuat jarak mereka jauh. Teknologi semakin maju, dengan adanya panggilan grup jadilah dia bisa mengobrol bersama dengan para saudaranya. Hanya Galih saja yang tidak ikut karena tengah rapat.
"Suka banget! Makasih Kak Re!"
"Sama-sama." Bukan, ini bukan suara Regan melainkan suara kakaknya, Reza. Pria yang hampir berusia 30 tahun itu menjawab ucapan terimakasih adiknya dengan santai. Seolah dia lah yang memberikan hadiah. Untung sodara, gumam Regan dalam hati.
"Gue gak dapet hadiah nih Bang?" tanya Gava menimpali. Cowok yang sudah hidup di Negera orang lebih dari dua tahun ini memiliki kebiasaan baru yaitu memanggil para kakaknya dengan sebutan Abang. Katanya lebih enak ketimbang memanggil 'Kakak'. Mungkin efek bergaul dengan bule-bule disana.
"Sebagus apa nilai lo sampe minta hadiah?" balas Regan congkak. Terdengar decakan dari sana yang ia yakini itu adalah Gava. "Nilai gue jelas lebih bagus dari lo ya Bang! Lagian saingan gue disini tuh gak sebanding sama saingan lo waktu kuliah."
"Gitu ya? Tapi gue nggak peduli." dengan santainya dia tertawa. Ia yakin jika adiknya tengah mengumpat kasar di dalam hati. Kenapa begitu? Tentu saja karena ada Reza. Bisa di depak dari bumi sampai Gava mengumpat apalagi ada Vika disana.
"Abang!" suara Revika yang tambah melengking namun terdengar menggemaskan ditelinga para kakaknya. Apalagi ketika gadis itu merengek meminta sesuatu atau mode manjanya kumat. Benar-benar sangat menggemaskan. Mungkin hanya dengan jurus puppy eyes-nya saja dia bisa merayu si sulung untuk minta dibelikan pulau. Apalagi sampai mencium pipi kakaknya itu, mana bisa Reza menolak.
"Ya Ngel?" Sudah tahu bukan itu suara siapa? Ya, putra kedua atau lebih tepatnya sulung dari Farah dan Gifri. Gibran Alfino Wiratama. Seorang arsitek yang mulai melambung namanya.
"Lagi gambar ya Bang? Kok diem mulu?"
"Iya." jika saja Gibran tengah tidak sibuk sekarang, pasti dia tidak akan membalas begitu singkat pada adik kesayangannya.
"Matiin aja kalau sibuk," ujar Reza bijak.
"Nggak perlu, yang penting kan denger suara Angel."
"Berasa denger lo gombalin pacar Gib!" cibir Regan.
"Mana mungkin gombalin pacar, doyan cewek aja kagak!" Tanpa melihat pun sudah jelas tahu ini suara siapa. Si tengil adik kandung Gibran sendiri. Jika saja posisi mereka dekat, pasti Gibran sudah memiting adiknya itu.
"Disini banyak cewek cantik loh Bang! Mau Vika bawain nggak?"
"Gibran tuh gasuka barang impor dek, yang lokal aja." sahut Regan enteng.
"Cewek bukan barang." memang tidak begitu tegas, tetapi mampu membuat Regan meringis. Tentu saja karena yang mengatakan itu adalah kakak tertuanya. Reza Davillio Wiratama, pria yang akan masuk kepala tiga namun tak kunjung bertemu jodohnya. Malah terkesan tidak tertarik dengan perempuan. Mirip dengan Gibran, lebih cinta pada pekerjaan.
"Dengerin tuh!" tambah Gava kemudian terkekeh. "Kali aja Bang Gib mau, kan lumayan memperbaiki keturunan."
"Nanti anaknya Abang jadi tambah lucu." Kekeh Revika. "Gimana kalau sama orang Korea aja Bang? Nanti anaknya kiyowo banget, terus gedenya kayaknya oppa-oppa!" Serunya semangat kemudian tertawa sendiri mendengar argumennya.
"Jangan, orang Korea terlalu cantik buat Gibran." timpal Regan yang membuat Gava terbahak disana. Memang kapan lagi akan bisa membully Abangnya yang satu ini.
"Fokus nyetir aja Re, mati dijalan ntar siapa yang bayar cicilan mobil lo?" balas Gibran. Gelak tawa Gava semakin terdengar keras. Mendengar para kakaknya saling mengejek itu seru baginya. Tidak ketinggalan Revika juga ikut tertawa. Makanya Reza tidak berkomentar, tak apa adik-adiknya ribut. Yang penting si bungsu tertawa.
"Tinggal dikit lagi Gib, nggak mau bayarin lo?"
"Kalau lo beneran mati gue bayarin."
"Emang kampret lo!"
"Bang! Kak! Vika matiin dulu ya? Mau pergi ini."
Ucapan Revika menginterupsi perdebatan tidak berguna antara Regan dan Gibran. "Mau kemana?" tanya Regan.
"Sama siapa dek?" tambah Reza bertanya.
"Maudy. Mau jalan-jalan biasa kok!"
"Sama Gava?" tanya Gibran.
"Kagak Bang, gue juga ada acara sama temen."
"Kakaknya Maudy ada kok! Jadi ada yang jagain." ujar Revika. Ia sudah sangat hafal dengan tabiat para kakaknya. Protektif. Jika tidak ada seseorang yang bisa diandalkan untuk menjaganya ketika keluar maka dia tidak akan diijinkan keluar. Mereka memang terpisah oleh jarak, tapi para kakaknya tahu kegiatan sehari-harinya. Jangan lupa dengan uang anak-anak Wiratama yang bisa menghidupi banyak orang, dengan uang itu lah mereka bisa menyewa orang untuk mengawasi kegiatan adik bungsu mereka.
"Si Mi... Mi sapa tuh? Lupa!"
"Miguel!" ujar Revika membenarkan.
"Kamu deket sama kakak temen kamu itu?" tanya Reza. Jika sudah bersangkutan dengan Revika, pasti jiwa keponya akan keluar.
"El baik, makanya jadi temen Vika juga."
"Suka dia sama Adek!" celetuk Gava.
"Hah?"
"Apa?"
"Apa?"
"Kak Gava ihhh!" rengek Revika.
"Dua hari lalu si mi-mi itu nyatain perasaannya sama Adek. Depan gue pula! Pengen gue tonjok tapi nggak dibolehin." jelas Gava kemudian terdengar rengekan dari adik mereka.
"Kenapa kagak lo tonjok aja sih?!" tanya Regan heran juga gemas. Gemas ingin memberikan cap tangan pada wajah pria yang sudah berani-beraninya mendekati kesayangannya.
"Vika inget ucapan Kakak?" tanya Reza. Menyebut nama adiknya berarti dia tengah serius, sangat serius malah. Karena biasanya dia akan menyebut adiknya dengan panggilan sayang atau adek.
"Inget." cicit Revika diseberang sana. "Vika nggak ada apa-apa kok sama Kak El, cuma temenan. Lagian pas itu Vika langsung ditarik sama Kak Gava, terus ini baru mau ketemu lagi." jelasnya.
"Angel suka sama Miguel?" tanya Gibran.
"Nggak tahu..."
Bukan hanya Regan, tapi semua kakak dari Revika menghela nafas mendengar jawaban ambigu adiknya. Tidak tahu bukan berarti tidak suka. Bukan berarti juga suka.
"Sampai kamu pacaran Kakak bawa pulang kamu." memang tidak tajam namun ancaman dari Reza cukup membuat Revika menciut.
"Jangan gitu Bang." tegur Regan. Bagaimanapun adik mereka tidak bersalah. Salahkan saja wajah adik mereka yang pasti membuat banyak orang tertarik. Dan percayalah, Miguel bukan pria pertama yang menyatakan cinta pada Revika. Makanya para Kakaknya begitu posesif padanya, karena mereka tidak ingin Revika terluka oleh seorang pria. Bisa menjadi pembunuh dadakan mereka.
"Kamu sih dek! Makin gede makin cantik, jadi banyak yang suka kan."
"Adek gue mana mungkin jelek." sahut Gibran.
"Bang? Kak? Vika boleh pergi kan sama Maudy sama El?" tanya Revika. Dari nada suaranya seperti ragu, sarat akan rasa takut. Tapi Regan yakin, sampai ditolak maka adiknya akan merengek.
"Hm, asal jangan lebih dari temen."
"Makasih Kak Eza!" seru Revika senang. Ah, panggilan yang disematkan pada Kakak pertamanya juga ia berikan setelah beberapa bulan mulai mau berkomunikasi kembali. Karena awal menjalani terapi dulu, Revika benar-benar menjadi pendiam.
"Vika matiin ya? Sayang kalian! Cium jauh ya? Muahh!" lalu terdengar gelak tawa gadis itu.
Lalu sambungan dari adik mereka terputus. Setelah berbasa-basi memberi salam perpisahan, panggilan grup tersebut selesai. Regan melepaskan earphone bluetooth-nya. Sudah hampir sepuluh menit dia sampai di parkiran tetapi tak kunjung keluar. Apalagi alasannya jika bukan karena tadi.
Sore hari ini dia menyempatkan untuk mengunjungi mom and baby. Seulas senyum tercetak ketika melihat banyak anak-anak yang masih bermain disana. Matanya menatap arloji di pergelangan tangannya. Jam empat lebih, sebentar lagi sudah waktunya bagi anak-anak pulang. Makanya sudah banyak ibu-ibu juga disini. Menunggu anak mereka puas bermain.
Rasanya rasa lelah dan pusing yang menyerang menguap begitu saja ketika datang kesini. Kadang dia berpikir, jika melihat anak orang saja dia senang apalagi anak sendiri bukan? Mungkin dia harus mulai serius sekarang. Mencari seorang wanita yang sudah ditakdirkan menjadi jodohnya. Menjalin hubungan sakral dan dia akan memiliki rumah tempatnya benar-benar pulang. Dimana dia akan melihat anak-anaknya sendiri nantinya. Ah, semoga saja Tuhan memberinya takdir indah.
Bruk!
Regan terkejut ketika seorang anak kecil menabrak tubuhnya. Dia memang tidak apa-apa, tapi berbeda dengan anak kecil tersebut. Tubuh mungil dari balita itu terjatuh karena menabrak tubuh besar Regan. Sudah tahu bukan kejadian apa selanjutnya? Ya, anak itu menangis. Regan berjongkok untuk meraih anak tersebut tetapi sepasang tangan mulus mendahuluinya. Menarik tubuh tersebut membuat dia mengangkat kepalanya untuk melihat siapa orang tersebut.
Cantik. Satu kata yang terlintas dalam kepalanya. Rambut panjang tergerai, sepasang mata yang tengah menyorot anak kecil tadi penuh sayang, wajah yang terlihat natural cukup menyita perhatiannya. Terus saja ia pandangi wajah perempuan tersebut. Keterpesonaannya tidak sampai situ saja, ketika melihat bagaimana cara perempuan tersebut menenangkan sang balita tadi, dia menjadi semakin terpana. Ah, bolehkah ia meminta pada Tuhan untuk menjodohkan dirinya dengan perempuan ini?
Tapi... Perempuan ini ada disini dengan seorang anak. Berarti anak ini anaknya dan... Perempuan ini sudah menikah. Astaga ada apa dengan otaknya, bagaimana bisa ia ingin berjodoh dengan jodoh orang?
Setelah sekian lama ia mengamati wajah cantik perempuan ini, ia merasa tidak asing. Seolah mereka pernah bertemu. Tapi dimana? Apa mungkin perempuan ini adalah matan pacarnya? Tapi mantan mana yang begitu terlihat sangat keibuan. Jika memang dia menemukan perempuan seperti itu dulu, pasti dia sudah menikah sekarang.
"Clara!"
Seruan seseorang membuyarkan segala pemikiran Regan. Bodohnya, dia masih berada pada posisinya. Jongkok dengan kepala mendongak menatap perempuan tadi. Ah, dia pasti terlihat begitu konyol sekarang.
Clara. Itu namanya? Tapi tuh cowok siapa? Suaminya? Kok keliatan tua?
"Papah!" seru balita yang berada dalam gendongan perempuan tadi. Jadi benar? Pria itu suami dari Clara?
Tapi tunggu. Clara. Kenapa nama itu terasa tidak asing baginya? Begitupun dengan wajah cantik itu.
Clara....
Clara....
Cla-
"Clara Aretta?!"
"Ya?" balas perempuan tadi. Kini keduanya bertatapan dengan jarak tidak terlalu jauh. Mungkin hanya satu meter. Ternyata benar? Dia Clara Aretta? Mantan pacarnya dulu. Mantan pacar pertama, yaitu perempuan pertama yang ia buat sakit hati saat masa putih abu-abu. Sialnya, kenapa sang mantan terlihat begitu menarik sekarang? Apa karena sudah menikah? Dan fakta itu cukup membuatnya sakit hati.
•To be continue•
**🍀🍀🍀🍀
kebanyakan tokoh ada dicerita New Life, ceritanya aku upload di *******. kalo mau baca bisa mampir kesana, kalau enggak juga gapapa, masih nyambung kok.
makasih udah baca cerita ini, jangan lupa tinggalkan jejak! see you**....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Saras Wati
mampir kak
2021-07-29
0