Kejadian itu begitu cepat, hingga tak sempat untuk menghela nafas, Adrian si dokter itu langsung memberikan cincin ke pada Lubi.
Lubi terdiam, tak berani memberikan komentar apa-apa takut salah bertindak, ia tak ingin memikul penyesalan seumur hidupnya.
Kini duduk di ruang tamu, Shiren jadi saksinya, tinggal memberikan kode untuk menyetujui.
Adrian masih menunggu jawaban dari bibir mungil itu.
Sofa biru itu kini tak senyaman lagi entah ingin cepat-cepat Lubi meninggal tempat itu, pikirannya kacau dan dilema, takut salah memberikan keputusan.
Takut menyakiti Adrian atas keputusannya, masih banyak deretan ketakutan yang siap mengantri dihadapannya. Entah maju mundur untuk menerima atau menolak.
Kini ponsel Lubi berdering panggilan, memecah kesunyian diruangan tersebut. Dari seberang dengan nomor semalam yang masih sama.
Lubi bertambah galau dengan banyak pertimbangan macam-macam berkecamuk dalam batin.
Shiren dengan cepat menyenggol kaki Lubi, agar Lubi mengabaikan ponselnya untuk sesaat.
"Maaf, saya butuh waktu seminggu untuk memikirkannya."
Akhirnya Lubi dengan cepat mengeluarkan kata ampuhnya agar Adrian tak menunggu lama-lama duduk berhadapan langsung.
Sungguh kadang Lubi merasa canggung dengan keadaan, dan situasi saat ini.
Adrian mengangguk pelan, tersenyum.
"Baiklah, saya akan menunggu apapun keputusanmu. Jangan terlalu menjadikan beban."
Suara Adrian begitu lembut dan hangat, sungguh Lubi merasa tak enak hati jika terus menghindar. Namun hanya itu yang bisa Lubi perbuat.
Shiren langsung mengambil alih pembicaraan.
"Iya Adrian, bersabar ya. Maklum Lubi ini gampang dilema." canda Shiren memecah suasana kaku.
Lubi memijak kaki Shiren mendadak.
"Apaan sih..."
"Tapi yakinlah, lama-lama pasti bakal luluh juga, makannya pendekatan trus dong Rian, jangan sampai keburu ditikung masa lalunya Lubi..." tambah Shiren.
Lubi hampir setengah melotot ke arah Shiren.
Adrian senyum-senyum melirik Lubi.
Wajah Lubi langsung merona memerah.
Tiba-tiba muncul pengantar bunga mengetuk pintu, dengan buket bunga dalam ukuran besar, bukan dalam jumlah satu, dua ataupun tiga. Namun beruntun berjejer dalam keranjang, box, plastik, dan parcel mewah dengan setumpuk surat warna-warni berpita silver. Sungguh cantik dan menawan.
Asisten rumah tangga Shiren dengan cepat memberitahukan, dengan membisikkan ke telinga Shiren.
Shiren langsung mengajak Lubi keluar rumah.
Benar apa yang dijelaskan asisten rumah tangganya layaknya pemandangan kebun bunga pindah ke depan halaman rumah Shiren. Muncul di sana keluar dari mobil tampak laki-laki bertubuh tinggi,
Thubi dengan percaya diri tersenyum menghampiri Lubi dan Shiren yang masih tak percaya dengan kedatangan Thubi. Kotak berisi cincin itu dibawanya dengan bangga di hadapan Lubi.
Kali ini tanpa di duga Thubi berlutut kali ini dihadapan Lubi dengan membukakan cincin dari dalam kotak.
" Menikahlah denganku..."
Lubi terkejut mendengar pernyataan Thubi yang spontan itu.
Bibir Lubi terasa kelu, membisu.
Menatap Thubi yang tak percaya akan melakukan hal itu. Sungguh diluar dugaannya.
Thubi meyakinkan Lubi lagi dengan keseriusannya kini.
Shiren langsung menatap mata Lubi, berusaha memberikan kode untuk menolaknya. Namun Lubi memalingkan wajahnya. Menatap wajah Thubi yang baru kali ini bisa sedekat ini bertatapan langsung.
Begitu gemetarnya tangan Lubi. Menggerakkannya pun sulit. Entah begitu sesak nafasnya kali ini, bahagia atau malah sebaliknya yang terjadi tanpa ada prediksi apapun.
Adrian keluar dari ruang tamu yang tak jauh dari beranda luar. Suasana menjadi
Kaku dan seolah berlalu cepat melesat.
Apa yang kini dilihatnya. Wanita yang di harapkannya menjadi istrinya kini dilamar laki-laki lain dihadapannya.
Langkah kakinya perlahan namun pasti.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Siti Asmaulhusna
lanjuutt
2020-05-24
2
Fina firo
apa2n si Thubi
2020-05-05
1
Susan San
siap🙏🙏🙏mohon dukungan votenya thor
2020-03-09
1