Arum berjalan di belakang Ammar, terlihat dari pintu ada sesosok wanita yang terbaring lemah di tepi ranjang. Badannya kurus, wajahnya pucat, namun masih terlihat wajahnya dulunya sangat cantik dari kulitnya yang bersih, di sampingnya duduk gadis muda berjilbab coklat menemaninya.
"Ummi...!" Teriak Salman dan Hanna sambil berlari memeluk ibunya.
Wanita itupun membalas pelukan mereka dan tersenyum melihat Arum dan suaminya datang. Ammar menghampiri istrinya dan mengecup keningnya.
" Mas." Sapa wanita itu dengan tetap tersenyum lemah.
Ammar kemudian membantunya duduk bersandar.
"Mi, ini kenalkan calon adik madumu, Arum dan anaknya Rayhan." Kata Ammar mengenalkan.
" Ummu Rayhan ini Fitri istriku, dan ini Alin adiknya yang merawatnya di sini." Ammar ganti mengenalkan mereka ke Arum.
Arum kemudian menyalami Alin sambil menyebutkan namanya.
"Arum."
"Saya Alin, saya baru lulus kuliah keperawatan, jadi saya yang menjaga Mba Fitri kalau Mas Ammar gak ada di sini." Alin memperkenalkan diri.
Kemudian Arum menyalami Fitri. Sebenarnya dia sangat gugup waktu itu. Tapi sebisa mungkin tetap menenangkan dirinya.
"Saya Fitrianingrum, panggil saja Fitri, saya ibunya Salman." Fitri mengenalkan diri sambil tersenyum pada Arum.
"Maa syaa Allah, nama kita hampir sama Mba, saya Novianingrum, tapi dipanggil Arum." Balas Arum sambil terkekeh.
Merekapun tertawa dalam kamar itu.
" Salman dan Hanna, Ummu Rayhan ini akan jadi adiknya Ummi, yang menemani kalian di rumah sana." Kata Fitri menjelaskan kepada anak-anaknya.
Salman dan Hanna pun mengangguk faham.
" Yang ini Mas Rayhan ya, teman sekolah Salman juga?" Tanya Fitri.
" Iya." Jawab Rayhan sambil mencium tangan Fitri.
" Mas, bisa tinggalkan aku dengan calon adikku ini?" Pinta Fitri kepada suaminya.
" Baiklah." Ammar menyetujui.
Mareka semua pun keluar kamar meninggalkan Arum dan Fitri sendirian.
Setelah pintu tertutup, Arum dan Fitri mulai pembicaraan mereka.
" Arum, bisa kamu buka niqab kamu? Aku pengen lihat cantiknya adikku ini." Pinta Fitri.
Arum pun menuruti, dia membuka niqabnya. Dan terlihat wajahnya yang cantik dengan kulit yang tak kalah bersih.
" Maa syaa Allah, cantik kamu dik, eh boleh ya aku panggil dik, dan kamu juga lebih muda dua tahun dariku, kata Mas Ammar usiamu baru 28, aku sudah 30." Fitri menjelaskan.
" Iya Mba, boleh kok." Kata Arum sambil tersenyum.
" Aku yakin Mas Ammar akan bahagia bersamamu, dan anak-anak juga, aku bisa tenang menitipkan mereka padamu." Ucap Fitri yakin.
" Iya Mba, in syaa Allah aku akan laksanakan amanah Mba Fitri dengan baik. Tapi apakah Mba yakin mau berbagi suami denganku? Bagaimana jika nantinya aku tidak sengaja menyakitimu Mba?" Tanya Arum sambil berkaca-kaca.
Terkembang senyuman di wajah Fitri mendengar pertanyaan Arum.
" Kamu lihat keadaanku seperti ini, sudah tiga tahun aku tidak bisa melaksanakan kewajibanku sebagai istri dan ibu. Meskipun awalnya Mas Ammar menolak, tapi aku memaksanya mencari istri lagi. Karena apa, agar aku bisa tenang jika sewaktu-waktu Allah memanggilku duluan, aku tenang karena ada kamu yang mengurus mereka." Kata Fitri menjelaskan.
Arum tertegun dan membatin...
Yaa Allah, bagaimana bisa ada wanita setegar ini, di saat sakit seperti ini dia merelakan berbagi suami. Semoga Allah mengangkat penyakitmu Mba, dan Allah jadikan pahala yang tak terhingga karena keihlasanmu..
Dan air matanya pun tak terasa menetes di pipi.
" Terima kasih Mba, telah mempercayai aku, karena anakku juga butuh kasih sayang seorang ayah." Kata Arum sambil memeluk Fitri.
" Sudah, kok jadi mellow gini." Kata Fitri sambil menghapus air mata Arum.
Tiba-tiba pintu terbuka, ternyata Ammar yang membuka pintu, Arum terkejut dan spontan menutup mukanya dengan kedua tangan, karena dia tidak memakai niqab.
" Oh maaf, sudah waktunya makan siang, semua sudah menunggu di meja makan." Kata Ammar memanggil mereka berdua.
" Kok malu sama calon suami sendiri?" Tanya Fitri kepada Arum.
" Iya Mba, belum terbiasa, belum sah juga." jawab Arum sambil memutar tubuh dan wajahnya menghadap tembok dan segera memakai niqabnya.
Kemudian Ammar masuk ke kamar dan mengangkat Fitri ke kursi roda.
" Yuk, keluar, aku kenalkan dengan perantara kami, abu dan Ummu Sholih." Kata Ammar kepada Fitri.
Ammar mendorong kursi roda istrinya diikuti Arum di belakangnya.
Sampai di ruang makan, merekapun makan siang bersama. Setelah selesai makan merekapun berbincang.
" Jadi kapan ini pernikahannya dilangsungkan?" Tanya Ayah Fitri.
"Bagaimana kalau pekan depan acara lamarannya? Dan Jumat nya Akad?" Tanya Ammar meminta persetujuan.
"Uhuckk!!" Arum tersedak karena merasa ini terlalu cepat, dia belum mempersiapkan apapun.
Dengan cepat Ammar memberikannya minuman.
" Kenapa?" tanya Ammar.
" Gak papa, cuma kaget, apa gak terlalu cepat?" Jawab Arum.
" Kita buat acara sederhana saja, hanya keluarga dekat saja." Jawab Ammar.
Bukannya Ammar yang ngebet cepat-cepat nikah, tapi Fitri yang terus memaksanya.
"Iya dik, lebih cepat lebih baik." Kata Fitri meyakinkan.
" Tenang aja Mba, in syaa Allah kami bantu persiapannya." Ummu Sholih menambahkan.
" Baiklah, nanti akan saya bicarakan dengan orang tua saya." Arum akhirnya setuju.
Setelah menyepakati hari dan tanggalnya. Dan hari pun sudah sore, mereka berpamitan untuk pulang.
Dalam perjalanan, anak-anak tertidur di bangku belakang karena capek bermain seharian. Arum memandang luar jendela, dia tidak pernah membayangkan, akan kembali merajut kisah dengan lelaki di depannya yang sedang menyetir, tinggal menghitung hari. Dalam hati Arum pun berdoa.
Yaa Allah, mudahkanlah jalan kami, bantulah kami dalam segala urusan kami...
Adzan Maghrib telah berkumandang, Ammar membelokkan mobil itu ke pelataran sebuah masjid yang mereka lewati.
"Kita sholat Maghrib dulu, tolong bangunkan anak-anak." pinta Ammar kepada Arum.
Arum menuruti dan membangunkan mereka, mereka semua pun turun dari mobil dan menuju tempat wudhu. Sedangkan Arum yang saat itu sedang haid, hanya ke toilet untuk membersihkan mukanya.
Setelah mereka semua sudah sholat, mereka kembali ke mobil. Dari bangku belakang Rayhan memanggil Umminya.
" Mi, Rayhan lapar. Pengen makan burger." Rayhan memelas.
" Sabar dulu ya, nanti kalau sudah sampai rumah kita langsung keluar beli ya." Jawab Arum.
" Aku juga mau." Kata Salman.
" Aku juga, Abii ayo kita beli burger di mall kota." Hanna merengek.
"Iya langsung ke sana saja ya ga papa, tapi antarkan kami pulang dulu. Ini Sholih sudah nungguin di rumah." Kata Ummu Sholih.
" Iya baiklah." Jawab Ammar.
" Tapi Umm, kan ga enak saya ditinggal sendirian." Sergah Arum.
" Gak papa, ada anak-anak yang menemani kalian." Kata Ummu Sholih menenangkan.
Merekapun sampai di rumah Abu dan Ummu Sholih mengantarkan beliau berdua pulang. Ammar menginjak gas meneruskan perjalanan mereka ke mall untuk mengajak anak-anak makan burger.
Akhirnya mobil itu sampai di parkiran mall di tengah kota.
" Dah sampai anak-anak, ayo turun." Ajak Ammar.
" Alhamdulillah, asyiik." Seru anak-anak
Setelah sampai di depan meja pramusaji Ammar menyerahkan dua lembar uang seratus ribuan.
" Tolong pesankan beef burger dengan keju, aku akan membawa anak-anak ke tempat duduk." Ammar meminta tolong.
" Baik." Jawab Arum, sebenarnya dia agak canggung dan malu.
Setelah Ammar pergi ke anak-anak, Arum tersipu dan tersenyum sendiri. Sudah berasa jadi pasangan.
Oh Astaghfirullah... belum saatnya punya perasaan seperti ini.
Dalam hati Arum beristigfar, sambil memukul keningnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments