Pukul 03.00 seperti biasa Arum terbangun untuk Sholat malam. Ia segera berwudhu dan sholat. Selesai sholat dia berdoa...
Yaa Allah Rabb semesta alam, kuatkanlah hati hamba menerima semua takdir dari Mu. Apabila Mas Ammar memang jodoh yang Engkau berikan untuk hamba mudahkanlah jalan kami untuk bersatu, namun jika hamba belum berjodoh dengannya beri hamba kekuatan dan kemudahan membesarkan anak hamba seorang diri. Dan mudahkanlah segala urusan kami, mudahkanlah Mas Ammar mencari pendamping hidup yang membantunya membesarkan anak-anaknya. Aamiin.
Tak terasa air matanya mengalir di pipi. Arum hanya bisa mengikhlaskan apa yang terjadi. Dia menghapus air matanya dan melepas mukenanya, bersiap ke ruang jahitnya.
Hari ini hari Ahad, sekolah libur dan otomatis dia tidak berjualan lunpia. Dan lunpia frozen untuk hari Senin juga sudah ada. Maka Arum menjahit khimar pesanan temannya.
Untuk membiayai sekolah Rayhan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dia berjuang sekuat tenaga. Selain berjualan snack di kantin sekolah, dia juga menerima jahitan gamis dan khimar, dan membuka catering nasi box juga snack box. Apapun dia lakukan, sedikit banyak hasilnya dia syukuri, yang penting halal dan berkah.
Selepas Subuh, sambil menunggu Rayhan pulang dari Musholla, Arum duduk di teras memegang HP hendak mengirim pesan kepada Ummu Sholih membatalkan rencana kunjungan ke Ummu Salman dan membatalkan ta'arufnya karena tidak mendapat restu dari ibunya Fadhil. Tiba-tiba HP nya berdering ada panggilan masuk dari ibunya Fadhil.
"Halo Assalamualaikum Ma." Sapa Arum.
"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab ibunya Fadhil.
" Ada apa Ma, pagi-pagi menelpon?" Tanya Arum.
" Kamu sudah membatalkan ta'arufmu? " Tanya ibu Fadhil di seberang.
" Ini baru saja saya mau mengirim pesan ke perantara kami untuk membatalkan." Jawab Arum.
" Jangan dibatalkan Nak." Cegah ibu Fadhil.
" Lho kenapa Ma?" Tanya Arum terheran.
" Maafin Mama ya Nak, kemarin Mama emosi, mungkin karena Mama terlalu sayang sama Fadhil, jadi Mama tidak rela posisinya digantikan." Ibu Fadhil menjawab. Lalu dia meneruskan...
"Semalam Mama berfikir dan menyadari kamu sangat kesulitan membiayai hidupmu dan anakmu, sedangkan Fadhil tidak meninggalkan pensiun. Kamu juga butuh teman untuk berbagi suka dukamu, Rayhan juga butuh figur seorang ayah." Lanjut ibu Fadhil.
Arum masih terdiam mendengarkan, dan airmatanya jatuh tak tertahankan.
" Menikahlah Nak, berbahagialah, bersama keluarga barumu, Mama hanya bisa mendoakan mu dari jauh." Ucap ibu Fadhil.
" Alhamdulillah, terimakasih Ma." Kata Arum sambil menangis terharu.
" Tapi berjanjilah, kamu tetap menganggapku sebagai mamamu, dan kamu tetap menjadi anak Perempuanku." Pesan ibu Fadhil.
" Baik Ma." Ucap Arum mengiyakan.
" Dan satu lagi, bawalah Rayhan berlibur sekolah ke sini dan paling tidak sebulan sekali izinkan dia menginap di sini." Pinta ibu Fadhil.
" Baik Ma in syaa Allah saya bawa Rayhan berlibur ke sana." Arum menyanggupi.
*****
Jam dinding menunjukkan pukul 08.45, 15 menit lagi Ammar, Salman, Hanna, juga Abu dan Ummu Sholih akan menjemput Arum dan Rayhan.
Arum bersiap memakai gamis warna hijau botol dan khimar senada ditambah dengan niqab bandana poni warna hitam. Tanpa wewangian yang menggoda, karena dia sadar kecantikan dan wangi tubuhnya hanya untuk suaminya kelak.
Arum memanggil Rayhan yang berganti baju di kamar.
" Rayhan... sayang..." Panggil Arum dari ruang tengah.
" Iya Mi, Rayhan sudah siap." Jawab Rayhan sambil keluar kamarnya.
Rayhan memakai kurta Pakistan lengan tiga per empat warna marun dan sirwal berbahan jeans, tak lupa memakai jam tangan hadiah dari Fariz Oom nya.
" Hari ini kita mau pergi kemana sih Mi?" Tanya Rayhan.
" Kita mau ke tempat Umminya Salman Nak." Jawab Arum.
" Ooh, sama siapa saja Mi? Salman juga ikut?" Tanya Rayhan lagi.
" Iya dong, Salman dan dik Hanna juga ikut." Jawab Arum menjelaskan.
" Ting tong!!!" Suara bel pintu berbunyi.
Arum dan Rayhan segera keluar dan melihat siapa yang datang. Ternyata Ammar dan rombongannya kemarin sudah tiba. Arum mengunci pintu dan pagar kemudian segera naik Avanza putih milik Abu Sholih. Sebenarnya Ammar juga punya Ayla putih, tapi tidak dibawa karena jelas tidak cukup memuat mereka semua.
Ammar menyetir, di sebelahnya ada Abu Sholih, kemudian di bangku tengah ada Arum dan Ummu Sholih. Dan di bangku belakang anak-anak duduk sambil bersenda gurau. Arum tersenyum mendengar anak-anak tertawa.
Perjalanan mereka menuju tempat Umminya Salman relatif lancar, dan hanya memakan waktu sekitar satu jam. Tempat itu berada di luar kota, tapi tidak begitu jauh dengan kota tempat mereka tinggal.
Pukul 10.10 mereka akhirnya tiba di rumah mertua Ammar, rumah yang cukup besar, halamannya luas dengan taman yang asri dengan rumput Jepang yang menutup sebagian tanah menambah sejuk pemandangan.
Merekapun turun dari Mobil. Arum terus berdzikir agar hatinya tetap tenang, walaupun dia sebenarnya sangat gugup akan bertemu dengan istri calon suaminya itu.
Ayah dan ibu mertua Ammar menyambut mereka dengan senyum dan mempersilahkan mereka masuk.
" Assalamualaikum Ayah, Ibu." Sapa Ammar sambil mencium tangan mereka.
" Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh, sehat Nak?" Tanya Ayah mertua Ammar.
" Alhamdulillah sehat." Jawab Ammar.
"Mari silahkan duduk semuanya." Ajak ibu mertua Ammar.
Mereka pun duduk di ruang tamu.
" Ini perkenalkan, Arum calon istri kedua saya, dan ini Abu dan Ummu Sholih perantara ta'aruf kami, sedangkan itu Rayhan putranya Arum yang juga teman sekelas Salman." Ammar menjelaskan.
" Oh iya." Ayah dan ibu mertua Ammar mengangguk faham. Karena rencana pernikahan kedua Ammar juga telah dibicarakan keluarga mereka sebelumnya.
" Fitri mana Bu?" Tanya Ammar.
" Itu di kamar sama Alin." Jawab Ibu mertua Ammar.
" Mari Ummu Rayhan kita temui Umminya Salman." Ajak Ammar.
Arum berjalan mengekor dan anak-anak mengikuti karena Salman dan Hanna sangat rindu dengan ibunya.
Sedangkan Abu dan Ummu Sholih tetap di ruang tamu berbincang-bincang dengan mertua Ammar.
" Saya itu, merasa bimbang sebenarnya." Ucap Ayah mertua Ammar kepada Ummu dan Abu Sholih.
Kemudian ayah mertua Ammar melanjutkan...
" Di satu sisi, anak saya sedang berjuang melawan penyakitnya, memilih hidup terpisah dengan suami dan anaknya karena takut makin membebani suaminya, di sisi lain menantu saya cukup kerepotan harus menafkahi anak istrinya juga mengurus anak-anaknya yang masih kecil, lihat saja wajahnya jadi tirus dan badannya kurus." Ayah mertua Ammar bercerita dan matanya berkaca-kaca.
" Ketika ada rencana akan mencari madu untuk suaminya, saya berkali-kali bertanya pada Fitri anak saya, kamu rela suamimu diurus perempuan lain? Kamu rela anak-anakmu diasuh madumu? Dia menjawab, iya Yah in syaa Allah rela, karena saya sudah benar-benar tidak bisa melayani suami dan mengasuh anak-anak, dan kerelaan saya ini saya yakin akan mendapat pahala dari Allah. Dia menjawab begitu, jadi kami juga mengizinkan." Ayah mertua Ammar menjelaskan.
" Iya Pak, mungkin berat ya, tapi in syaa Allah Mba Arum atau Ummu Rayhan ini orang yang baik, saya kenal dia sejak 3-4 tahun yang lalu ketika dia pertama kali berhijrah. Tidak pernah saya mendengar hal yang buruk tentang Mba Arum." Kata Ummu Sholih menenangkan.
Di kamar Fitri...
" Assalamualaikum Mi." Sapa Ammar sambil memasuki kamar Fitri.
" Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab Fitri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
neli nurullailah
terharu
2022-04-22
0