Hari ini hari Sabtu, sesuai yang disepakati kemarin, hari ini Abu Salman akan datang ke rumah, didampingi Abu dan Ummu Sholih sebagai perantara mereka.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30, sekitar 30 menit lagi mereka datang. Hari ini Arum tidak menjemput Rayhan, karena dijemput Ummu Sholih sekalian.
Arum segera berganti pakaian setelan gamis dan khimar warna hitam dengan cadar tali biasa. Ia sengaja tidak berdandan, hanya memakai bedak tipis agar tidak kusam. Karena tidak diperbolehkan berdandan berlebihan waktu bertemu calon taaruf. Meskipun begitu wajahnya sudah cantik walau polos tanpa makeup.
Arum menyiapkan ruang tengah untuk menerima tamu, karena ruang tamunya dia pakai untuk ruang jahit dimana Arum mengerjakan pesanan jahitan teman-temannya. Hanya menggelar karpet karena memang dia tidak memiliki sofa dan menyajikan jajanan buatannya dan air jeruk manis yang baru diperasnya.
"Brakk." Terdengar bunyi pintu mobil ditutup. Mereka sudah sampai di depan rumah Arum. Arum tinggal di perumahan 2 lantai yang tidak terlalu besar, cukup untuk keluarga kecilnya.
Arum menarik dan membuang nafas menenangkan diri, karena jantungnya dag dig dug tak karuan.
Rayhan membuka pagar dan masuk ke teras.
"Assalamualaikum Ummi." teriak Rayhan dari luar.
"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab Arum segera membuka pintu depan.
Arum melihat Abu Salman, Abu Sholih, Ummu Sholih, Salman, dan Hanna. Menyalami Ummu Sholih dan segera mempersilahkan mereka masuk.
"Silahkan masuk, langsung masuk ke ruang tengah ya." Kata Arum mempersilahkan.
Abu Salman melihat ruang tamu yang dipakai sebagai ruang jahit, disana ada mesin jahit, etalase dan rak display gamis dan khimar.
Dalam hati Abu Salman berkata,
Maa syaa Allah, sungguh wanita ini mandiri sekali, ditinggal suaminya tetapi bisa memulai usaha sendiri. Semoga aku tidak salah pilih.
Mereka pun duduk di atas karpet warna ungu di ruang tengah. Abu Salman kemudian di sampingnya Abu Sholih, dan Arum duduk berhadapan dengan Abu Salman dan bersebelahan dengan Ummu Sholih. Sedangkan anak-anak sudah bermain di kamar Rayhan.
"Bismillahirrahmanirrahim." Ucap Abu Sholih membuka pembicaraan.
"Kami datang ke sini untuk membicarakan rencana ta'aruf antara Abu Salman dan Ummu Rayhan." Lanjut Abu Sholih.
"Perkenalkan saya Ammar Bachtiar atau Abinya Salman, usia 32tahun, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pertanian, ingin bertaaruf dengan Ummu Rayhan." Abu Salman memperkenalkan dirinya.
"Tapi sebelumya saya ingin melihat wajah Ummu Rayhan dahulu, untuk lebih meyakinkan lagi." Lanjut Abu Salman.
Arum semakin dag dig dug meledak ledak rasanya mendengar Abu Salman bicara seperti itu dan dia juga gugup karena sejak berhijrah dia belum pernah membuka wajahnya untuk lelaki manapun kecuali mahramnya.
"Saya Novianingrum biasa dipanggil Arum atau Ummu Rayhan, usia 28tahun, janda dengan 1 anak." Arum juga memperkenalkan diri.
"Baiklah saya akan menunjukkan wajah saya, tapi maaf apakah bisa Abu Sholih keluar sebentar." Pinta Arum.
"Oh tentu saya akan keluar." Kata Abu Sholih setuju dan beliau langsung menuju teras depan.
Perlahan-lahan Arum membuka cadarnya wajahnya datar tidak tersenyum namun tetap terlihat sangat cantik, hidungnya mancung, bibirnya merah walau tanpa lipstik. Ammar mengamati tanpa berkedip.
Dalam hati Ammar berkata...
Maa syaa Allah, cantiknya Ummu Rayhan.
Tidak sampai satu menit Arum segera mengenakan cadarnya lagi. Dan Ummu Sholih memanggil Abu Sholih masuk kembali.
"Bagaimana Abu Salman?" Tanya Abu Sholih.
"In syaa Allah lanjut." Jawab Ammar.
"Dan kemarin mungkin sudah dijelaskan oleh Ummu Sholih, bahwa sebenarnya saya masih punya istri, tetapi istri saya sedang sakit dan tidak bisa melaksanakan tugasnya. Dan dia meminta saya menikah lagi dengan Ummu Rayhan." Ammar menjelaskan.
"Iya saya sudah tahu. Kalau misalnya ini kita lanjutkan, saya ingin meminta waktu untuk meminta izin kepada Ayah Ibu saya dan Ibu mertua saya yang dahulu atau neneknya Rayhan dari abinya." Pinta Arum.
"Baiklah." Jawab Ammar.
"Oh iya, bagaimana dengan Salman dan Hanna? Apakah mereka setuju saya menjadi ibunya juga?" Tanya Arum.
"Saya sudah tanya mereka, in syaa Allah bersedia, atau kita tanya mereka langsung." Jawab Ammar.
"Iya." Kata Arum seraya berdiri dan memanggil anak-anak.
"Rayhan, Mas Salman, Mba Hanna!!" Panggil Arum. Dan anak-anak segera keluar kamar.
"Sini nak, duduk di sini." Ajak Ammar sambil menepuk karpet sebelahnya.
Merekapun menurut. Duduk berturut-turut Hanna dekat Abinya, lalu Salman di tengah dan Rayhan dekat Umminya.
"Misalnya Abi menikah dengan Ummu Rayhan gimana?" Tanya Ammar kepada anaknya.
"Trus Ummi gimana?" Hanna bertanya balik.
"Umminya Mba Hanna tetap jadi Umminya Mas Salman dan Mba Hanna, Ummu Rayhan in syaa Allah cuma membantu melaksanakan tugasnya Umminya Mba Hanna. Mengurus Abi, mengasuh Mba Hanna dan Mas Salman, menemani kalian belajar, memasak buat kalian." Jelas Arum.
"Ooo... , berarti Salman sama Rayhan jadi saudara dan bisa main bareng dong?" Tanya Salman.
"Ya tentu saja." Jawab Ammar mengiyakan.
"Ada lagi yang mau ditanyakan atau disampaikan Umm?" tanya Ummu Sholih kepada Arum.
"Oh iya, satu lagi, saya ingin bertemu dengan Ummu Salman langsung." Kata Arum.
"Baiklah, bagaimana kalau besok hari Ahad kita ke sana sama-sama?" Tanya Ammar kepada semuanya.
"In syaa Allah saya bisa." Jawab Arum.
"Iya, kami juga bisa, iya khan Mi?" Tanya Abu Sholih kepada Ummu Sholih.
"Iya bisa." Jawab Ummu Sholih senang dan lega akhirnya ta'aruf ini berlanjut.
"Baiklah, besok in syaa Allah saya jemput sekitar jam 9 pagi ya." Kata Ammar.
"Iya, in syaa Allah nanti juga saya akan menelpon orang tua saya meminta izin." Jawab Arum.
Merekapun kemudian makan dan minum hidangan yang telah disediakan Arum dan berpamitan untuk pulang.
*****
Selepas Maghrib Arum duduk di teras depan rumah sambil melihat gawainya. Dia mengirim pesan untuk Ibunya.
Arum: Bismillah, Assalamualaikum Bu.
Tak lama Ibunya menjawab.
Ibu: Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh
Arum: Bu, saya mau mengabarkan, hari ini ada yang mau khitbah saya, tapi untuk jadi istri kedua, karena istri pertamanya sakit dan tidak bisa melaksanakan kewajibannya sebagai istri. Istrinya sendiri yang meminta untuk dimadu. Bagaimana Bu? Mereka punya 2 anak yang masih kecil.
Ibu: Lha kamu sendiri bagaimana? Apa tidak keberatan mengasuh anak orang? Apa kamu sudah siap dengan cibiran orang tentang istri kedua?
Arum: In syaa Allah siap Bu, mau baik atau buruk tetap jadi omongan Bu. Yang penting niat saya tulus ingin merawat dan menyayangi anak-anaknya. Rayhan sendiri juga butuh figur seorang ayah. Tolong tanyakan bagaimana pendapat ayah Bu...
Ibu: Semuanya kami serahkan kepadamu, kamu yang akan menjalaninya, ayah dan ibu hanya bisa mendoakan kebahagiaan kalian.
Arum: Baik Bu, terimakasih. Ini saya juga mau minta izin Mamanya Mas Fadhil ( Abu Rayhan ).
*****
Arum menghela nafas lega, sudah mengantongi izin ayah ibu, tinggal ibunya Fadhil.
Ibunya Fadhil juga seorang janda, beliau menjanda lebih dari 10 tahun, beliau enggan menikah, dan kini tinggal bersama Fariz adiknya Fadhil satu-satunya. Fariz telah bekerja sebagai petani ikan yang sukses di desanya.
Arum menelpon ibunya Fadhil.
"Tut tuuuuut." Telponnya tersambung.
"Assalamualaikum." Ibu Fadhil mengucap salam di seberang.
"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh, Mama apa kabar?" Sapa Arum.
"Baik Nak, Rayhan dan kamu bagaimana?" Tanya ibu Fadhil.
"Iya alhamdulillah baik juga Ma." Jawab Arum.
"Gimana nih, kapan cucu nenek diajak main ke sini?" Tanya Ibu Fadhil.
"Iya Ma, in syaa Allah kalau libur sekolah kita main ke sana. Ini Ma, saya mau mengabarkan, tadi ada yang mengkhitbah saya, tapi untuk jadi istri kedua, karena istrinya sakit dan anak-anaknya masih kecil, tidak ada yang mengurus, bagaimana menurut Mama?" Tanya Arum agak gemetar.
Mama Fadhil kaget dan terbelalak,
"Apa? Kamu sudah mau nikah lagi? Baru juga setahun ditinggal Fadhil sudah ngebet mau nikah lagi, ini Mama saja 10 tahun lebih masih bisa bertahan gak pengen nikah lagi. Apa kamu sudah gak tahan sama laki-laki itu? Mau jadi madu lagi." Kata Ibu Fadhil setengah teriak pada Arum.
"Baiklah Ma, kalau Mama tidak mengizinkan saya juga tidak akan menikah, sudah dulu ya Ma, in syaa Allah kapan-kapan saya telpon lagi, Assalamualaikum." Kata Arum lembut mengakhiri.
"Waalaikumusalam." Jawab ibu Fadhil singkat dan menutup sambungan telepon itu.
Arum bersandar dan membuang nafas
"Huufthh."
"Iya Mama ditinggali Papa Rahimahullah uang pensiun sehingga dengan mudah membesarkan dua putra Mama, aku berjuang sendirian Ma, baiklah mungkin sudah jalannya aku membesarkan Rayhan sendiri." Gumam Arum bicara pada dirinya sendiri.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments