Pagi yang sama di tanggal dan hari yang berbeda.
Begitu juga penampilan pagi ini, Jihan memilih menggunakan stelan blazzer berwarna gelap.
Hanya bagian bawah yang aneh, hanya dengan sandal bertali. Di hiasi kaki sebelah kiri yang terbalut perban.
Berjalan menuju ke tempat di mana ia bertugas hingga sore menjelang.
Berjalan terseok-seok menahan sakit di kaki nya.
Jangan kan bersenandung, sampai dengan selamat saja sudah bersyukur untuk saat ini yang ada di benak Jihan.
Hingga hari libur kemarin pun hanya ia nikmati di atas kasur...
"Kenapa masuk kerja buk, kalau kaki lagi sakit begitu," ujar mang Asep sang OB.
"Lahh...yang sakit kaki pak, bukan tangan saya. Dan kebetulan yang kerja tangan saya. Heheheheh....," sahut Jihan terkekeh.
Karyawan lain hanya tersenyum kecil.
Tak mau ambil resiko jika ikut menimpali.
"Pagi buk..," sapa para karyawan.
"Pagi semua, semangat....!" sahut nya.
Butuh tenaga ekstra Jihan menaiki anak tangga, menuju lantai dua dimana ruangan kerja nya berada.
Entah berapa lama lagi lift di kantor nya dapat di gunakan lagi.
Sedang di perbaiki karna kerusakan, tapi aneh nya perusahaan sebesar ini membiarkan tekhnisi memperbaiki nya cukup lama.
Berhenti sejenak menarik nafas dalam-dalam.
Ya Tuhan......
Beri sedikit saja lagi kekuatan itu, minimal sampai bisa merasakan duduk di kursi ku.
Batin Jihan.
"Mau berapa lama lagi menjadi penunggu anak tangga ini??"
Suara berat Reno mengaget kan Jihan.
Reno berdiri tepat di belakang nya seperti antrian sembako.
"Maaf pak," ucap Jihan. Menepikan diri dengan terjingkit-jingkit.
Dasar es batu, kepala batu...
Mungkin juga hati nya dari batu. Umpat Jihan dalam hati.
Reno melewati Jihan.
Namun berhenti di pijakan anak tangga ke dua.
Menoleh ke arah Jihan dan melihat kaki yang terbungkus perban.
"Benar-benar seperti bocah," Ucap Reno, lalu berbalik dan melanjutkan langkah nya.
"Benar-benar batu..!?" umpat Jihan pelan.
Hingga siang ini Jihan masih berkutat dengan komputer nya.
Ada banyak laporan yang harus di kirim.
Bahkan jam makan siang pun ia tak peduli.
"Kenapa dengan kaki itu? Bukan kah jelas, penolakan mu terhadap ajakan ku menuai karma.ckckck," ucapan Vino memecah keheningan.
Seperti biasa, menggoda Jihan dan terus berusaha meluluh kan hati nya.
Jihan hanya menatap pias Vino.
Entah merasa itu bener atau tidak, tapi yang jelas kaki nya sedikit nyeri di tambah ucapan Vino.
Sesaat Reno keluar dari ruangan nya, menatap fokus ponsel nya.
Beberapa langkah berjalan, lalu berbalik lagi keruangan nya. Seperti ada sesuatu tertinggal.
"Selamat siang pak," sapa Vino.
"Siang," sahut nya tanpa basa basi.
Jihan masih tetap fokus pada layar komputer.
Dan Vino masih fokus pada rayuan maut nya.
Dan yang tadi lewat bak bintang iklan, belum juga keluar lagi.
*****
Di dalam ruangan Reno.
"Yasudah... buka saja pembatas lift, dan aktif kan lagi. Biar mereka bisa menggunakan lift itu setelah sekian lama olahraga," titah Reno pada sambungan panggilan nya.
"Kenapa dengan kaki nya....
Bukan nya, yang terlihat luka kemarin hanya lengan nya???
hahhhh....kenapa dia??
kenapa aku dong, kenapa aku ikutan bertanya-Tanya!!" Batin Reno.
Telepon di meja Jihan berdering, dan seketika menghentikan rayuan retceh Vino.
"Ya pak....?" sahut Jihan.
Karna Jihan tau itu panggilan dari bos nya si kepala batu.
"Bawakan berkas yang perlu saya tanda tangani, waktu saya sedang kosong," titah Reno.
"Baik pak...," sahut nya.
"Gimana? jam berapa turun? aku tunggu deh," Tanya Vino yang sedari tadi berusaha.
"Sorry Vin, kerjaan ku deadline semua hari ini. Dan kau pergi lah atur devisi mu. Jangan sampai lost target lagi bulan ini," ujar Jihan seraya berlalu pergi.
"Shiiittt..... licin amat ni cewek kayak belut," gumam Vino kesal.
Mengetok pintu dan masuk ke ruangan Reno dengan masih terseok-seok.
"Permisi pak, ini berkas nya. Cukup banyak dan harus di tanda tangani hari ini juga," ujar Jihan.
Hening sejenak, Reno masih membolak balik lembaran berkas tersebut.
Tanpa menoleh lagi....
"Baiklah, terimakasih" ucap Reno.
Jihan perlahan berdiri dan melangkah perlahan keluar ruangan. Dan masih terseok-seok juga pasti nya.
Ketika di ambang pintu....
"Kenapa memakai sandal?," Tanya Reno basa basi yang basi kali ini.
Jihan berbalik dengan sedikit kesal yang terpendam.
"Sedikit nyeri jika saya paksa dengan sepatu pak," jawab Jihan.
"Siapa yang tau, beneran sakit atau???"
"Saya juga tidak melihat dan merasa kan nya!?" ucap Reno dengan nada sinis.
"Begitu kah???" sahut Jihan ketus.
Jihan membuka perban pada kaki nya.
Reno mulai terkejut Jihan benar membuktikan nya...
Dan kini terpampang nyata luka yang bercampur pembengkakan, hingga terlihat biru pada bagian ujung kaki nya.
Reno masih fokus pada tumpukan kertas nya, membolak balikan tiap halaman.
Dan Jihan berdiri di depan Reno, dengan kaki yang telah di buka dari perban nya.
"Seperti nya saya yang terlihat konyol jika sudah seperti ini, tapi mau bagaimana lagi. Jika mata dengan hati sudah tak sepaham!" ucap Jihan seraya membalut kan lagi perban nya.
Terlihat ada darah yang keluar dari pucuk kaki nya. Jihan segera merapih kan balutan kaki nya, memakai sandal nya dan keluar ruangan Reno.
*****
Apa susah nya untuk tidak berkomentar nyinyir..
Kenapa harus membuat ku terlihat bodoh lagi dan lagi.
Jihan segera mengemasi meja kerja nya, saat jam kerja mulai usai..
Perjuangan nya melewati anak tangga akan memakan waktu lagi, untuk itu Jihan memilih keluar agak lama. Agar tak mengganggu pengguna tangga lain nya. Termasuk bos kepala batu itu.
Ketika ruangan telah lengah jihan mulai berjalan perlahan. Namun, ia terkejut ketika melihat lift yang sudah bisa di gunakan.
Masih melihat ke atas ke bawah, mencoba menekan tombol buka. Dan benar saja pintu lift itu terbuka lebar.
Betapa girang nya hati Jihan. Dan tersenyum simpul kegirangan.
Namun terkejut lagi lagi, dengan suara berat yang hampir dia hafal.
"Selain tangga darurat, pintu lift ini juga ingin kau miliki seorang diri kah?" ujar Reno, yang berdiri seperti mengantri sembako lagi di belakang nya.
"huuhhhhfft....", helaan nafas panjang Jihan saja. Dua mulai lelah beradu mulut.
Kemudian menggeserkan langkah menepi,
Reno pun masuk ke dalam lift bersama dengan Jihan yang terseok-seok.
Sesekali jihan melirik, canggung dan dingin terasa di dalam lift dengan Reno.
Reno hanya fokus kan pandangan ke depan.
Bukan berarti tak mencuri pandangan,
ia jelas dapat memperhatikan Jihan dari dinding lift yang seperti kaca.
******
Di parkiran...
Para karyawan sudah tidak terlihat lagi, hanya beberapa orang termasuk Reno.
Perlahan ia berjalan menuju kost nya,
namun tiba-tiba Reno berhenti tepat di samping Jihan.
Kali ini bukan membuka kaca saja, tetapi juga membuka pintu di kursi penumpang.
Jihan menoleh dan masih berfikir, Reno hanya terdiam tanpa basa basi.
Jihan teringat batu nya Reno yang tidak akan memberi pertolongan yang di sertai bujuk rayu.
Jihan tersentak, dan langsung masuk tanpa persebatan.
Reno memutar mobil ke arah lain, Jihan mengernyit kan dahi. Ingin berkomentar takut semakin sengit. Hanya memilih diam, hingga mobil berhenti di depan apotik terdekat.
Selang beberapa menit, Reno kembali dengan satu bungkus kantong plastik putih.
Reno melaju kan mobil nya ke arah kost dimana Jihan tinggal.
Jihan sedikit berfikir, "Dari mana ia tau kost-kost an ku," Batin Jihan.
Reno menghentikan mobil tepat di depan gedung kost Jihan tinggal. Mengambil plastik tadi dan memberikan pada Jihan sebelum ia turun.
"Apa ini pak?" Tanya Jihan seraya menerima kantong plastik itu.
"Kalau kamu buka plastik itu kan kamu bisa lihat sendiri, dan jangan lupa lupa tutup kembali pintu nya," jawab Reno ketus.
Jihan menahan kesal nya seperti bendungan yang hampir roboh,
Turun dan segera menutup pintu mobil Reno.
Reno pun langsung melesat pergi.
"Ya Tuhan..... Batu apa yang Engkau sulap menjadi seonggok manusia tak berhati itu!?" teriak Jihan dengan kesal nya.
TERIMAKASIH BUAT YANG MASIH MELIRIK KARYA RETCEH NYA AUTHOR MAGANG INI.
HEHEHEHE....
MOHON DUKUNGAN NYA SELALU....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Liyaya Boya
kepala batu si bos untung cakep
2021-08-25
0