III. Sudut Pandang
Sudut pandang sangat mudah dipahami, kamu bisa menulis novel dengan menggunakan sudut pandang orang pertama (saya pergi berbelanja) atau orang ketiga (dia pergi berbelanja).
Hingga saat ini, kamu seharusnya sudah memiliki preferensimu sendiri sebagai penulis, dan masih perlu mempertimbangkan sudut pandang sebelum mulai menulis.
Bagi saya itu mudah, saya sudah menulis hampir seratus cerita pendek sebelum mencoba menulis novel pertama saya. Dan meskipun sudut pandang orang pertama dan ketiga sudah pernah saya gunakan, tapi sudut pandang orang pertama menjadi pilihan terbaik saya. Jika tidak ada alasan wajib untuk menggunakan sudut pandang orang ketiga, saya lebih bersedia menyatu dengan protagonis di bawah pena saya. Benar, sudut pandang orang pertama juga punya keterbatasan. Misalnya jika protagonis selalu muncul dalam novel dengan sebutan “aku/saya”, maka pembaca tak lain hanya dapat menerima informasi dari sudut pandang protagonis.
Berbeda dengan sudut pandang orang ketiga, atau bisa dibilang memiliki kemungkinan yang berbeda dari sudut pandang orang pertama. Ada beberapa novel yang ditulis menggunakan sudut pandang orang ketiga hanya karena itu adalah pilihan penulis dan hanya ada satu sudut pandang orang dalam buku itu. Tetapi, menulis buku menggunakan sudut pandang orang ketiga berarti kamu bisa memperluas berbagai sudut pandang, kamu bisa membuat sebagian alur cerita berlangsung di luar pandangan protagonis, dan untuk beberapa cerita lainnya, alur seperti ini sangat amat penting.
Jadi, pikirkanlah tentang cerita siapa yang kamu tulis dan kamu memerlukan protagonis sentral yang jelas untuk menyelesaikan perjalanan sastra ini, dan dia harus dapat dikenali oleh pembaca, melalui mata protagonis itulah pembaca dapat melihat cerita terungkap perlahan. Apabila kamu sudah memutuskan cerita siapa yang ingin ditulis, maka kamu dapat memilih antara sudut pandang orang pertama dan ketiga.
Selain itu, kamu juga perlu memikirkan apakah ingin pembaca melihat dunia tersebut hanya melalui mata protagonis, atau ingin pembaca juga menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh penting lainnya, bukan hanya memandang mereka melalui sudut pandang protagonis. Jika kamu memerlukan suara tokoh lain, maka kamu perlu lebih dari satu sudut pandang, dengan kata lain kamu seharusnya menggunakan sudut pandang orang ketiga.
Ingatlah, prinsip ini juga berlaku dalam bab atau adegan di mana protagonis tidak hadir/muncul.
IV. Tokoh
Pada tahap awal penulisan, kamu harus mengenal baik tokoh-tokoh penting dalam ceritamu. Kamu akan menghabiskan banyak waktu bersama mereka selama beberapa minggu dan bulan ke depan, dan jika kamu ingin membuat mereka bekerja untukmu (dan membuat mereka menjadi tokoh karismatik yang pembaca juga ingin menghabiskan banyak waktu bersama mereka), pastikan kamu sudah memahami apa yang membuat tokoh-tokoh itu bekerja.
Pikirkan tentang informasi apa yang sudah kamu miliki tentang tokoh-tokoh ini, tuliskan apa pun yang menarik minatmu. Setiap ide kecil tentang seperti apa mereka, apa yang mendorong kehidupan mereka, cara mereka berbicara, apa yang mereka sukai atau benci, dsb, dapat kamu tambahkan ke dalam daftar secara terus-menerus.
Mengenal protagonis sebelum menulis buku bukanlah langkah yang bisa atau tidak dilakukan. Jika kamu ingin mereka juga merespon secara realistis terhadap plot dan rasa sakit yang kamu rancang untuk mereka, maka kamu harus akrab dengan mereka terlebih dahulu.
Lebih spesifiknya seperti tentang aspek-aspek kepribadian tokoh(seperti yang terlihat dalam latar belakang mereka) berupa karakteristik, kekurangan atau kesalahpahaman tokoh apa yang ingin kamu tantang dalam perjalanan pribadi mereka, yang akan direfleksikan dan diperbaiki dalam peristiwa-peristiwa dalam buku. Apa kamu bisa merangkum dengan percaya diri sifat-sifat dari tokoh-tokoh utama? Siapa mereka dan bagaimana mereka memengaruhi tema dan plot cerita novel. Sebagai contoh, tokoh yang mudah emosian akan memiliki dampak yang sangat berbeda pada alur cerita, dibandingkan tokoh yang tenang dan tabah.