“Hyung! Kami sudah siap latihan! Ayo turun,” suara Minjae terdengar dari luar, membuyarkan suasana di dalam ruangan.
Nari buru-buru menarik tangannya dari genggaman Jihoon. “Kita… kita harus kembali,” bisiknya dengan suara bergetar.
Jihoon menatapnya dalam-dalam sebelum akhirnya berbisik pelan, “Jangan larikan aku lagi, Nari. Kali ini aku tidak akan tinggal diam.”
Hatinya masih berdebar ketika ia keluar ruangan lebih dulu, meninggalkan Nari yang berdiri terpaku sejenak, mencoba mengatur napasnya.
---
Di ruang latihan, suasana sudah ramai dengan para member yang bersiap-siap. Minjae melirik Nari sekilas, kemudian mendekati Jihoon.
“Hyung, kau kemana saja? Nari-ssi kelihatan tegang tadi,” ujarnya sambil tersenyum penuh arti.
Jihoon hanya menatapnya dingin tanpa menjawab. Minjae terkekeh pelan, tapi ada sesuatu di sorot matanya—curiga sekaligus… sedikit terluka?
Sementara itu, Nari memutuskan keluar lebih cepat untuk kembali ke kantor desain. Ia butuh udara. Butuh waktu untuk menenangkan diri dari tatapan Jihoon yang masih terbayang jelas.
Ini salah. Semuanya salah. Tapi kenapa hatiku terasa begini?
---
Beberapa jam kemudian, Jihoon berdiri di rooftop agensi, memandangi kota Seoul yang dipenuhi lampu malam. Angin berhembus pelan, tapi tidak cukup untuk mendinginkan pikirannya.
“Kau sudah berubah, Jihoon.”
Suara berat membuatnya menoleh. Kakaknya, Lee Hyunjin, berdiri dengan kedua tangan di saku jasnya.
“Hyung…” Jihoon menunduk sedikit.
Hyunjin melangkah mendekat, menatap adiknya lekat-lekat. “Kau tahu risiko yang kau hadapi jika terus seperti ini, kan? Publik tidak akan memaafkan skandal apapun.”
Jihoon mengepalkan tangannya. “Aku tahu. Tapi… aku tidak bisa berhenti.”
Hyunjin mendesah panjang. “Sejak kecil, aku sudah janji untuk selalu melindungimu. Kalau ini membuatmu bahagia… aku akan mencari cara agar tidak ada yang terluka.”
Jihoon menatap kakaknya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Hyung.”
“Tapi jangan lupa… pastikan gadis itu juga mau ikut berjuang denganmu,” ucap Hyunjin lembut sebelum meninggalkan Jihoon sendirian di bawah langit malam.
---
Meeting Besoknya
Keesokan harinya, Nari kembali ke agensi untuk meeting desain. Ia mencoba menenangkan diri, tapi suasana jadi canggung ketika ia harus berdiri di ruangan yang sama dengan Jihoon dan Minjae.
Meeting berjalan selama dua jam. Nari berusaha fokus pada presentasi desain di layar, namun beberapa kali ia bisa merasakan tatapan Jihoon padanya. Tatapan yang tak pernah ia sangka akan kembali ia lihat setelah bertahun-tahun.
Di sisi lain, Minjae terlihat lebih santai. Ia beberapa kali melontarkan komentar untuk mencairkan suasana.
“Nari-ssi, kau terlihat lelah. Mau kopi?” tawarnya dengan senyum hangat.
Nari sempat ragu, tapi sebelum ia menjawab, Minjae sudah berdiri dan berjalan keluar ruangan.
Jihoon yang duduk tak jauh dari sana tampak semakin kaku. Rahangnya mengeras. Tangannya di bawah meja mengepal erat, berusaha menahan emosi yang terus mendidih.
Beberapa menit kemudian, Minjae kembali dengan segelas kopi hangat dan meletakkannya di meja Nari.
“Untukmu. Semoga bisa membantu sedikit,” ujarnya dengan senyum yang membuat beberapa staf perempuan lainnya ikut berbisik-bisik pelan.
Nari tersenyum kecil. “Terima kasih, Park Minjae-ssi.”
Jihoon akhirnya angkat bicara, nadanya datar tapi penuh tekanan.
“Minjae, fokus saja pada latihanmu. Jangan terlalu banyak mengurus yang lain.”
Minjae menoleh, senyum jailnya muncul lagi. “Kenapa, Hyung? Aku cuma ingin membantu staf kita. Bukankah itu juga bagian dari kerja sama?”
Ruangan mendadak hening. Bahkan para staf lain pun bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara.
Saat meeting selesai, Nari buru-buru merapikan dokumennya, berharap bisa segera pergi sebelum Jihoon sempat menghampiri. Namun harapannya sirna ketika suara dalam itu kembali memanggilnya.
“Han Nari-ssi.”
Nari berhenti melangkah di ambang pintu. Jantungnya berdegup kencang ketika Jihoon mendekat dengan langkah tenang namun mantap.
“Kita harus bicara,” ucapnya pelan namun tegas.
“Jihoon-ssi… aku rasa ini bukan waktu yang tepat,” bisik Nari tanpa menoleh.
“Kalau begitu, kapan waktu yang tepat? Saat aku sudah kehilangan kesempatan lagi?” ucap Jihoon, nadanya sedikit gemetar.
Nari memejamkan mata, mencoba menahan rasa kalut. Namun sebelum ia sempat menjawab, suara langkah kaki mendekat dari ujung lorong.
“Nari-ssi! Kau di sini?” terdengar suara Park Minjae.
Jihoon menarik Nari ke balik pilar besar, menahannya erat agar tak terlihat. Nafas mereka berdua memburu. Jarak mereka kini hanya sejengkal, cukup dekat hingga Nari bisa merasakan hangatnya napas Jihoon di kulitnya.
“Kau harus diam…” bisik Jihoon pelan, matanya menatap dalam ke arah Nari.
Dan tepat saat itu, ponsel Nari bergetar.
“Nari-ssi, kita harus bicara. Sekarang.” – Lee Hyunjin (CEO)
Mata Jihoon membulat, dan Nari merasakan tubuhnya menegang.
Apakah rahasia ini… sudah sampai ke telinga sang CEO?
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 108 Episodes
Comments