Studio latihan itu masih terasa asing bagi Nari. Cermin besar memantulkan wajahnya yang pucat, dan ia hampir tak mengenali dirinya sendiri dengan raut sekaku itu. Cahaya lampu LED menyinari ruangan luas yang dipenuhi suara musik pelan dari speaker di pojok. Beberapa member LUMINA duduk santai di pojok ruangan; ada yang stretching, ada pula yang asyik dengan ponsel masing-masing.
Nari meremas map di tangannya lebih erat saat langkah kaki mendekat.
“Wah, jadi kau yang membuat desain itu?” Suara hangat Park Minjae membuatnya terkejut. Ia menoleh dan mendapati idol itu sudah berdiri di depannya, senyum cerah menghiasi wajah tampannya.
“Aku suka banget konsepnya. Elegan tapi ada sisi misteriusnya… seperti dirimu.”
Nari tertegun, pipinya langsung memanas. Matanya membesar sedikit, tapi ia cepat-cepat menunduk untuk menyembunyikan wajah yang sudah memerah.
“A-Ah… t-terima kasih…” jawabnya dengan suara hampir tak terdengar.
Minjae tertawa kecil, suaranya rendah dan menyenangkan. “Kau tidak perlu tegang begitu. Kami ini manusia biasa juga, tahu?” katanya sambil sedikit menunduk, membuat jarak di antara mereka semakin dekat.
Jantung Nari berdetak tak karuan. Kenapa dia terlalu ramah? Apa semua idol sehangat ini pada staf? pikirnya gugup.
Tiba-tiba, sebuah suara berat memotong suasana.
“Minjae.”
Satu kata itu cukup untuk membuat udara di ruangan menegang.
Minjae menoleh, masih dengan senyum jahilnya. “Ya, Hyung?”
“Jangan ganggu staf.” Nada suara Lee Jihoon terdengar tenang, tapi ada ketegasan yang tak bisa diabaikan.
Seisi ruangan mendadak senyap. Bahkan member lain yang tadi bercanda ikut menoleh, suasana berubah hening seketika.
Minjae mengangkat tangan seperti menyerah. “Oke, oke. Aku hanya ramah pada staf baru, Hyung.” Ia mundur selangkah dengan senyum nakal yang belum juga pudar, tapi sorot matanya sempat melirik Nari seolah berkata: “Kita belum selesai.”
Nari menunduk dalam, berusaha menenangkan wajahnya yang kini benar-benar panas. Apa Jihoon… marah? Atau hanya ingin melindungi stafnya? pikirnya bingung.
“Han Nari-ssi.”
Suara Jihoon kembali terdengar, lebih lembut, tapi tetap cukup untuk membuat bulu kuduk Nari berdiri.
Perlahan ia menoleh, mendapati Jihoon masih bersandar pada dinding, lengan terlipat di dada. Mata pria itu tajam namun ada sesuatu di sana—hangat, namun penuh teka-teki—yang membuat dadanya sesak.
“Bisa ikut aku sebentar?” ucap Jihoon akhirnya.
Nari terpaku. Tangannya mengepal di samping tubuhnya, berusaha menenangkan detak jantung yang seolah tak terkendali. Ia bisa merasakan tatapan Minjae yang ikut mengawasi dari samping, tapi ia terlalu sibuk menenangkan dirinya sendiri.
"Kenapa… harus sekarang? Kenapa dia tiba-tiba seperti ini? Jangan bilang dia benar-benar… ingat."
Nari menelan ludah, lidahnya terasa kelu. Jarak antara mereka hanya beberapa meter, tapi rasanya seperti ada dinding kaca tebal yang memisahkan dunia mereka.
"Seandainya dia tahu… bahwa aku masih mengingat semua tentang masa kecil itu. Senyumannya, caranya menyebut namaku, bahkan janji kecil yang dia lupakan begitu saja."
Jihoon berdiri tegak, matanya masih tak lepas darinya. “Nari-ssi?” Suaranya sedikit lebih rendah kali ini, nada yang tak bisa ditolak.
Nari merasakan langkah kakinya berat ketika ia akhirnya bergerak maju.
Minjae yang berdiri di sudut tersenyum tipis. “Apa sebenarnya hubungan kalian?” begitu jelas terlukis di wajahnya.
Saat Nari berjalan melewati Jihoon, aroma parfum maskulin yang samar menyapanya. Detik itu juga, semua memori lama berputar di kepalanya, membuat hatinya terasa nyeri sekaligus hangat.
"Lee Jihoon… jangan buat aku berharap lagi."
"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," kata Jihoon sebelum pergi, meninggalkan Nari yang terdiam dengan jantung berdegup kencang.
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 108 Episodes
Comments