Ningyō

14 Mei 1987: Kedatangan

Aku menemukannya di sebuah toko barang antik yang redup, tersembunyi di jalan-jalan belakang Kyoto. Toko itu terasa seperti peninggalan zaman Edo. Udara lembab, rak kayu yang melengkung, dan lentera yang berkedip menambah pesona yang menyeramkan.

Di salah satu rak, dikelilingi oleh artefak-artefak terlupakan, duduklah dia. Sebuah boneka tradisional Jepang, sempurna dalam keanggunannya. Dia mengenakan kimono sutra yang disulam dengan bunga sakura, dan rambut hitam panjangnya membingkai wajah porselinnya dengan sempurna. Namun, yang menarik perhatianku adalah matanya. Mereka terbuat dari kaca, namun sangat mirip dengan mata manusia yang hidup.

Penjaga toko ragu saat aku menunjuk ke arahnya. Tangannya gemetar saat ia membungkus boneka itu dengan hati-hati dan memberikanku sebuah buku harian yang dibalut kulit.

"Dia bernama Aoi," gumamnya. "Ini milik pemilik pertama. Hati-hati... dia membawa masalah."

Peringatannya menggantung, tapi rasa senang menguasaiku.

16 Mei 1987: Menetap

Aoi kini berada di rak bukuku, dikelilingi oleh novel-novel koleksi ku. Dia seakan-akan menguasai ruangan dari tempatnya.

Buku harian itu tergeletak tak terbuka hingga malam ini. Buku itu milik Yuki, pemilik pertama Aoi, yang tinggal di sebuah desa terpencil pada tahun 1882. Entri-entri awalnya bercerita tentang hadiah dari ayahnya yang seorang samurai pada zaman Edo, sebuah boneka yang tak seperti lainnya.

"Dia terasa hidup," tulis Yuki. "Ayah bilang aku hanya berimajinasi, tapi kadang-kadang, aku menangkapnya sedang menatapku."

Malam itu, aku terbangun tiba-tiba. Apartemenku sunyi, tetapi Aoi tidak ada di tempat yang aku tinggalkan. Dia duduk lebih dekat ke tepi rak, sedikit condong ke depan, seakan-akan dia telah bergerak.

20 Mei 1987: Bisikan Dimulai

Buku harian itu semakin gelap. Pada Juni 1882, Yuki menggambarkan mendengar bisikan dari boneka itu tengah malam.

"Dia memanggil namaku," tulis Yuki, "tapi saat aku melihatnya, dia tetap diam."

Sekarang, aku juga mendengar bisikan itu. Gumaman lembut yang tidak dapat dipahami datang dari arahnya. Aku mulai merasa ada yang aneh dengan boneka itu, posisinya selalu berubah, bahkan terkadang terlihat seperti mengawasi ku.

Dan penampilannya... mulai berubah.

Malam lalu, rambutnya tampak lebih panjang, seolah-olah tumbuh setengah inci. Pagi ini, ada cairan merah di matanya yang mengalir seperti darah, seolah-olah sedang menangis darah.

Aku mencoba meyakinkan diri bahwa itu hanya suatu kebetulan yang biasa.

25 Mei 1987: Mimpi

Yuki menulis tentang mimpi-mimpi hidup tentang seorang wanita pucat dengan kimono berdarah yang berdiri di samping tempat tidurnya, membisikkan mantra-mantra aneh.

"Dia ingin boneka itu kembali," tulis Yuki. "Dia bilang Aoi adalah miliknya."

Malam tadi, aku bermimpi hal yang sama. Pandangan wanita itu yang kosong menembusku, dan kata-katanya terasa seperti cakar yang mencakar pikiranku.

Saat aku terbangun, Aoi tidak ada di rak. Dia ada di mejaku, matanya yang berdarah menatap langsung ke arahku. Mulutnya—yang tertutup rapat—terlihat sedikit terbuka, seakan-akan ia berusaha berbicara.

30 Mei 1987:

Aku menemukan sebuah halaman dalam buku harian yang menggambarkan ritual aneh yang dilakukan oleh ayah Yuki bersama Aoi:

"Ayah bilang Aoi membutuhkan kehidupan agar tetap cantik. Dia bilang jangan pernah menentangnya. Ketika aku menolak untuk mendengarkannya, matanya berdarah. Rambutnya tumbuh lebih panjang dan raut wajah lembutnya berubah menjadi kasar dan terlihat marah dengan penuh kebencian”.

halaman selanjutnya terlihat rusak dan tulisan Yuki mulai sedikit berantakan seperti gemetar “ Ayah bertingkah aneh, setiap malam dia duduk di depan aoi seperti sedang berbicara denganya. ada apa dengan ayah?”

aku menemukan helai rambut hitam di halaman selanjutnya. Apakah ini milik Yuki?

3 Juni 1987: Percobaan Pengembalian

Aku tidak tahan lagi. Aku mulai merasa takut. Aku melihat secara langsung boneka itu bergerak. Dengan spontan memutar kepalanya melihat kearahku, darahku membeku sesaat.

Setiap malam, boneka itu bergerak semakin jelas. Rambutnya semakin panjang, dan suara bisikan semakin nyaring.

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengembalikannya ke toko tempat aku membelinya. Aku membawa Aoi dengan hati-hati, membungkusnya dalam kain tebal, dan berjalan menuju gang sempit itu.

Namun, ketika aku tiba, toko itu lenyap. Tidak ada pintu, tidak ada tanda-tanda keberadaan toko itu—hanya dinding bata rata yang dingin dan kosong. Aku memeriksa alamatnya berulang kali, tetapi toko itu benar-benar menghilang.

Panik, aku meninggalkan boneka itu di depan dinding itu dan berlari pulang. Namun, saat aku membuka pintu apartemen, Aoi sudah ada di sana—duduk di tengah ruang tamu, rambutnya lebih panjang dan basah, matanya yang berdarah menatapku dengan tajam.

Mulutnya, yang sebelumnya tertutup rapat, kini sedikit terbuka, memperlihatkan deretan gigi porselen yang tajam.

Aku merasa seperti terjebak. Tidak ada jalan keluar.

4 Juni 1987

Aku meminta kekasihku, Haruto, untuk membuang Aoi jauh-jauh, ke tempat yang tak terjangkau. Aku tahu ada sebuah gunung terpencil di luar kota yang jarang dikunjungi orang.

Haruto terlihat ragu, namun aku meyakinkannya bahwa ini satu-satunya cara untuk menyingkirkan Aoi. Ia akhirnya setuju dan berjanji akan pergi sendirian untuk melemparkan boneka itu jauh ke dalam jurang.

Namun beberapa jam kemudian, teleponku berdering.

Haruto menelpon ku.

Suara Haruto terdengar panik dan terputus-putus.

"Aoi... dia ada di sini... dia bergerak...!" suaranya terdengar tersendat, penuh ketakutan. "Aku... aku tak bisa... keluar..."

Jeritan Haruto terhenti tiba-tiba, diikuti oleh keheningan yang mencekam. Aku mencoba menelepon kembali, namun tak ada jawaban.

Dengan cemas, aku segera mencari cara untuk menemukan Haruto. Aku memutuskan untuk pergi ke gunung itu sendiri, berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Aku menyewa taksi dan menuju ke kaki gunung yang jauh di luar kota.

Namun, ketika aku sampai, aku tidak menemukan Haruto. Hanya ada jejak kaki yang mengarah ke jurang. Aku berlari sepanjang jalan setapak, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Haruto. Akhirnya, di dasar jurang, aku menemukan sebuah benda—sebuah helai rambut hitam yang tergeletak di atas batu.

Aku mencoba menelepon lagi, tetapi kali ini hanya ada suara kosong. Haruto hilang tanpa jejak.

5 Juni 1987

Entri terakhir dalam buku harian Yuki penuh dengan kegelisahan, menggambarkan kehancurannya.

"Ayah menghilang…. aku sendirian..bersama boneka itu. Dia bergerak malam. Aku melihatnya berjalan mendekat, matanya yang berdarah menatap mataku. Rambutnya semakin panjang sampai menutupi tatami ditempat ia berdiri.

“Malam ini, aku melihat Aoi bergerak untuk kedua kalinya. Kepalanya berbalik ke arahku, tubuhnya bergeser seperti boneka yang ditarik oleh benang tak terlihat.”

Tanpa kusadari buku harian itu sudah berada di entri terakhir. menggambarkan setiap tindakanku dari kemarin, tertulis dengan tangan Yuki.

Entri terakhir membaca:

"Kamu adalah miliknya sekarang."

6 Juni 1987: Entri Terakhir

Aku tak bisa tidur lagi. Aku merasakan keberadaannya meski aku tidak melihatnya. Bisikannya telah berubah menjadi teriakan. Rambutnya tumbuh lebih panjang setiap malam, tumpah ke seluruh apartemen seperti ombak hitam. Oleh karena itu aku nekat memotongnya.... aku rasa aku melakukan kesalahan besar...

Malam tadi, aku menemukannya berdiri di ujung tempat tidurku, matanya yang berdarah menatapku, mulutnya terbuka lebar, memperlihatkan deretan gigi tajam dari porselen.

Pagi ini, refleksiku di cermin adalah dirinya…..

 

Buku harian itu ditemukan bertahun-tahun kemudian di sebuah apartemen terbengkalai di Tokyo. Aoi duduk di sampingnya, rambutnya sangat indah, kimono-nya masih sempurna. Pemilik barunya tidak bisa menahan pesonanya.

Bisikan-bisikan dimulai malam itu.

Episodes

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download MangaToon APP on App Store and Google Play