Memasuki pertengahan semester. Aku merasa semakin dekat dengannya dan semakin menyukainya. Namun aku belum bisa memastikan bahwa dia juga menyukaiku, sehingga aku belum bisa mengungkapkan perasaanku padanya. Akhir-akhir ini Kalia dan Felisha juga sering datang ke latihanku. Kebetulan Kalia dan teman-teman futsalku yang lain juga berteman baik. Namun Felisha tidak terlalu dekat, tapi mungkin dia ingin menemani Kalia. Dia juga menjadi salah satu penyemangatku untuk latihan. Felisha cukup populer di kalangan kaum adam karena dia cantik (tapi tetep jutek).
Aku duduk dengan Kalia di bawah jendela kelas, bersama dengan teman-teman yang lain. Sambil becanda dan membahas soal liburan semester nanti. Ku lihat ada Jidan yang berjalan dari arah kantin. Aku bersiap ingin menyapanya dan mengajaknya untuk duduk bersama kami. Namun aku malah terdiam dan tertegun melihat sosok dengan langkah kecil yang mengikuti Jidan dibelakangnya. Kenapa mereka bersama? Dari kantin? Atau hanya kebetulan? Teman-teman yang lain mengikuti Jidan ke dalam kelas. Mungkin mereka sudah tau apa yang sedang terjadi. Sedangkan aku? Dibuat kaget setengah mati. Ku dengar Roki menanyakan sesuatu yang membuat jantungku seakan berhenti sejenak. “Gimana? Diterima?” kata Roki diiringi dengan teriakan anak-anak lain yang mengerubungi Jidan. Aku melihat Felisha namun tidak bisa tersenyum. Dia pun berjalan dengan melihatku, namun tidak ada senyum di wajahnya. Dia terus berjalan melewatiku menuju kelasnya diikuti Kalia yang juga terlihat kaget dengan apa yang terjadi. Jidan dan Felisha jadian. Aku masih duduk, terdiam, terpaku tidak percaya apa yang terjadi. Jantungku serasa ditusuk beribu-ribu kali. Jadi selama ini, Felisha mengikuti latihanku hanya karena Jidan? Dan ternyata apa yang terjadi diantara kami tidak lebih dari teman?Yang lebih membuatku tidak percaya adalah, kenapa harus teman ku?
Aku berjalan ke kantin sendiri. Bolos pelajaran. Karena percuma aku di dalam kelas karena tidak mungkin bisa fokus setelah apa yang terjadi. Ku ambil handphone dan ku baca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Felisha. Tiba-tiba ada pesan masuk. Dari Kalia. “Kamu dimana Za? Bu guru nanyain ini”. Hari ini jadwal aku dan teman-teman latihan untuk turnament. Namun sepertinya aku tidak akan datang karena belum siap melihat Jidan dan Felisha. Iya memang aku sedikit pengecut waktu itu. “Bilangin aku lagi di toilet Kal” balasku singkat sambil meneguk coklat terakhir. Sudah sedikit tenang pikiran, aku pun memutuskan kembali ke kelas. Saat berjalan menuju kelas aku melihat banyak bunga mawar sedang bermekaran. Aku ingat waktu itu aku pernah memberikan Felisha bunga mawar. Awalnya aku hanya memetiknya karena terlihat sangat bagus. Namun dia melihatku memegang mawar itu dan mengatakan seperti apa yang ku lihat juga. “Bunganya bagus Za!” katanya sambil tersenyum. Lalu tanpa basa basi ku arahkan bunga itu ke Felisha. “Nih, ambil aja” kataku. Apa Felisha tidak melihat perasaanku saat itu bahwa aku menyukainya?
Seminggu berlalu. Ku lewati hari ke hari hanya menatapnya dari kejauhan. Kadang menatapnya bersama Jidan. Tidak ada percakapan ataupun senyuman. Begitupun Felisha. Aku selalu menghindar setiap perkumpulan yang melibatkan Felisha juga Jidan. Tidak ada pesan yang ku kirim atau ku terima dari Felisha. Biasanya kita selalu ngobrol seru sampai kadang-kadang aku atau dia ketiduran. Aku berusaha untuk tidak menjadi pengecut. Namun rasa suka ini membunuhku. Apalagi harus melihatnya bersama temanku sendiri. Hari ini jadwal latihanku. Tidak mungkin aku menghidar lagi. Pasti teman-temanku akan mencurigaiku. Akhirnya ku putuskan untuk tetap datang latihan. Dan seperti dugaanku. Ada Felisha disana, namun tidak ada Kalia. Sudah pasti dia ingin menemani Jidan. “Muncul juga ke permukaan Za” kata Roki yang menghampiri dan memukul pundakku. Sedari awal aku hanya memperhatikan Felisha yang daritadi juga memperhatikanku. Aku melakukan pemanasan. Namun ku rasa tidak perlu, karena badanku sudah sedari tadi panas melihat Felisha dan Jidan duduk bersebelahan. Syukurlah Pram memanggilku untuk mengantikan posisinya. Aku masuk ke lapangan. Tidak seperti biasanya. Latihan kali ini aku bermain dengan kacau. Beberapa kali aku kehilangan bola dan tidak fokus. Jidan masuk menggantikan Roki dan menjadi lawanku kali ini. Aku harus tetap tenang dan bermain dengan profesional. Jidan terlihat kacau juga sama sepertiku, dia terlalu bersemangat menyerang tanpa melihat teman se-timnya. Aku berhadapan dengan Jidan. Aku membawa bola dengan tenang namun Jidan terlihat ingin menyerangku dan merebut bola dengan segala cara. Yang akhirnya malah menendang ankle ku sampai aku terjatuh di lapangan. Jidan juga terjatuh namun karena dia memang ingin menyerangku. Teman-teman yang lain berlari menghampiriku dan Jidan. Aku berguling-guling kesakitan karena memang ankleku sudah sedikit bermasalah. “Gila ya Jid! Kamu boleh bersemangat karena ada pacarmu disini tapi gak kaya gini juga mainnya!” Teriak Syahid sambil membantuku berdiri. “Sorry guys, aku gak maksud. Sorry ya Za” Katanya Jidan terlihat menyesal. Bukan hanya pacaranya yang menyakiti hatiku, kini Jidan malah menyakiti bagian tubuh terpenting dalam hidupku. Ku lihat diujung lapangan ada Felisha yang juga ikut berdiri memperhatikan kami dari kejauhan. “Pacarmu gak kenapa-kenapa, tenang aja” kataku dalam hati. Aku berjalan perlahan ke pinggir lapangan dituntun oleh Roki dan Syahid.
Esokan harinya. Akan ada pelajaran agama lagi nanti sebelum istirahat ke 2. Aku berjalan menuju meja ku dengan kaki pincang karena kejadian saat latihan kemarin. “Za! Kaki kamu gimana?” kata Kalia yang baru saja datang namun langsung menghampiriku. “Kemarin aku dapet kabar dari Felisha. Gapapa kaki kamu? Yaampun terus gimana nanti turnament Za? Terus tadi kamu naik motor atau naik apa Za?” tanyanya terus menerus sambil mencoba melihat lihat kakiku. “I’m fine Kal” kataku sambil menyentil jidatnya karena terlalu bersikap berlebihan. “Ih sakit tau. Lagian aku kan peduli makanya tanyain” katanya dengan wajah berubah cemberut. “Iya makasih ya Kal udah peduli. Aku gapapa kok” kataku menenangkannya. Guru masuk ke dalam kelas. Kali ini pelajaran matematika yang mengingatkan ku kembali kepada Felisha. Waktu itu Felisha mengirimku pesan “Za! Kata Kalia kamu pinter matematika ya? Ajarin aku dong hehe” isi pesan Felisha yang sudah pasti membuatku tersenyum. “Yuk, nanti pulang sekolah kita belajar bareng di warung depan sekolah ya” balasku. Kami akhirnya belajar bersama waktu itu sepulang sekolah. “Gitu dong belajar biar pinter” kata Bude yang mengantarkan makanan pesanan kami. “Ye emang kita udah pinter walau gak belajar Bude haha” kataku yang akhirnya sukses membuat Bude tertawa dan melemparkan pukulan lembut di badanku. Felisha ikut tertawa melihat Bude yang terlihat akrab denganku. “Kamu akrab ya sama bude” katanya. “Kamu mau tau rahasia aku gak?” Tanyaku ke felisha selagi mengambil sepotong roti bakar. “Apa?” tanyanya balik. “Aku itu akan menjadi kesayangan orang-orang tua dan anak kecil, aku cepat akrab sama yang tua-tua hahaha” jawabku sambil memalingkan wajah ke Felisha. “hahaha masa si?” tanyanya tidak percaya. “Coba aja kamu ajak aku ke rumah kamu ketemu orang tua kamu, pasti kamu baru percaya” jawabku lagi yang sukses membuat Bude ikut nyaut dari belakang. “Jangan percaya, modus” kata Bude berteriak dari belakang. Kami berdua ikut tertawa sambil bertatapan. Aku tersadar dari lamunan. Ada yang menyentuh badanku. Ternyata Roki. “Nanti kita duduk bareng agama ya Za” katanya berbisik dibelakangku. “oke” jawabku singkat. Kenapa banyak hal yang akhir-akhir ini mengingatku pada Felisha?
Lagi. Pelajaran agama. Aku harus pindah satu kelas dengan kelas Felisha. Aku berjalan dengan tidak semangat sambil membawa bangku dari kelasku. Aku berhenti sejenak. Mencari Roki duduk dimana. Duar! Roki duduk tepat di belakang meja samping Felisha. Temapt pertama kali aku duduk saat pelajaran agama. Saat aku tidak sengaja menyentuh tangannya. Sedangkan Jidan duduk tepat dibelakang Felisha. Ku tarik panjang nafasku. Sambil berjalan pincang aku berjalan melewati Felisha seperti waktu itu. Aku tidak menatapnya kali ini. Aku berjalan sambil menunduk dan pincang. Aku menyadari bahwa Felisha melihatku. Di depanku ada Febri. Aku menyapanya. Dia juga berbalik badan sambil mengajakku mengobrol. Guru agama belum masuk ke kelas. “Ehem, dunia serasa milik berdua ya” Syahid menggodaku dari belakang. Suaranya yang membuat semua orang melihat kearah aku dan Febri dan bersorak. Aku langsung melihat ke arah Felisha. Entah kenapa aku teringat kejadian dimana Felisha sangat kesal dengan Febri. Namun ternyata Felisha tidak melihat kesini. Mungkin dia tidak mendengar suara Syahid. Dia sibuk menulis di mejanya. Aku merasa mulai merindukannya. Kenapa dia harus jadian dengan temanku sendiri. Dia tidak merasa ada yang spesial diantara kami?
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Comments