Saat itu aku berdiri di depan pintu gerbang sekolahku, mengingat kembali bagaimana masa-masa cinta pertamaku bisa tumbuh. Hiruk piruk siswa siswi sekolah yang sedang bermain dan berlari terbayang di depan ku. Ku lihat ada sosok diriku yang sedang duduk di depan kelas, sedang menulis. Aku ingat hari itu, dimana aku bertemu dengannya lagi namun dalam suasana berbeda dan respon yang tak ku duga. Hal yang membuatku mengingat kembali bagaiman cinta pertamaku dulu.
“Za!” teriak Kalia yang mulai berjalan mengarahku, dan ku lihat sosok dibelakang Kalia yang berjalan mengikuti langkahnya. Dia tersenyum. Seperti sedang menyapaku. Senyum yang sangat berbeda dari yang pernah ku dapatkan. Senyum yang sangat mendebarkan suasana saat itu. Aku pun ikut tersenyum dengan pikiran yang masih tidak bisa menjelaskan apa maksud senyuman dari sosok itu. “Theza!” panggil Kalia kembali sambil menyentuh bahu ku yang akhirnya menyadar lamunan ku.”Eh Kal” sapaku kembali dengan membalikkan badan mengarah ke Kalia. “Kamu lagi nyusun materi buat besok?” tanyanya sambil mengambil selembar kertas yang ada di depanku. “Iya, besok acaranya di aula kan?” tanyaku sambil mengambil kembali kertas yang diarahkan Kalia kepadaku. “Iya Za, besok jangan lupa jam 8 ya. Yaudah aku mau ke toilet dulu, bye. Yuk Fe” balasnya sambil beranjak pergi dan menggandeng Felisha yang daritadi ada diantara kita. Aku memperhatikan mereka berdua yang sedang berjalan menuju toilet dari belakang. “Felisha tadi senyum? Menyapaku?” itulah isi pikiranku semenjak kedatangan Kalia dan Felisha tadi. Apa mungkin dia tidak tau bahwa akulah yang membuatnya marah waktu itu. Akulah sosok yang tidak sengaja menyakiti tangannya. Ada apa dengan senyumnya tadi?
Esok harinya. Jam 7 pagi. Aku masih ditempat tidurku memegangi kepala yang sakitnya tidak tertahankan. Aku harus pergi ke sekolah karena hari ini ada acara yang harus ku hadiri. Tapi tidak memungkinkan dalam keadaan kepalaku sakit seperti ini. Ada pesan masuk. Entah dari siapa karena nomornya tidak ku kenali dan tidak ada nama tercantum. “Kamu dimana Za?” isi pesan yang ku baca samar karena masih dalam keadaan sakit kepala berat. “Aku sakit, gak bisa masuk sekolah. Ini siapa?” balasku beberapa menit kemudian. Tidak ada balasan lagi dalam beberapa jam. Cling! Bunyi pesan dari handphoneku terdengar. Keadaaanku mulai membaik namun aku masih tidak bisa menegakkan badanku dengan benar. Perlahan ku raih handphoneku dan ku paksakan badanku untuk duduk dengan sedikit menyender di tempat tidur. “Udah aku sampein ke Kalia ya. Dia tadi lagi sibuk” balasan yang membuatku sedikit kebingungan. “Ini siapa?” balasku lagi untuk memastikan bahwa tidak-mungkin-dia. “Siapa ayo coba tebak” balasnya lagi. Ku berani kan diri untuk menyebutkan 1 nama yang daritadi sudah ku pikirkan, Apa mungkin dia? Ah tidak mungkin. Isi kepalaku acak kadul. Sudah sembuh dari sakit tapi malah makin pusing memikirkan siapa ini. “Felisha?” balasku akhirnya dengan penuh keberanian dan (mungkin) pengharapan. Jangan tanya aku kenapa aku berharap saat itu. Aku juga tidak tau. Aku menunggu balasan sambil tetap menatap handphoneku tak henti. Cling! Suara notifikasi lagi. Dengan buru-buru aku membaca pesan singkat yang membuat mataku tidak bisa berkedip karena isinya yang tidak ku percaya. “Kok tau sih?” itu adalah pesan yang menandakan benar bahwa itu adalah Felisha. Siswi-jutek itu. Yang membuatku mati penasaran karena ke-cuekanannya, lalu kemudian memberikanku senyuman, lalu sekarang dia menghubungiku? Walaupun bukan dia yang benar-benar menghubungiku, tapi tetap saja. Ku hempaskan tubuhku ke tempat tidur dengan handphone yang masih ku genggam. Ku pejamkan dan ku buka kembali seakan tidak percaya. Aku punya nomornya sekarang?
Tetttttt Tetttttt bel sekolah berbunyi. Siswa-siswi bergegas masuk ke dalam kelas. Aku berjalan dengan lambat sambil membenarkan kancing sweeter yang ku gunakan. Kantin dan kelasku cukup jauh dan membutuhkan tenaga untuk masuk ke dalam kelas tepat waktu. Tapi aku masih santai tidak memperdulikan itu. Deangan santai aku malah melihat ke arah lapangan dimana terdapat siswa siswi yang di hukum. “Pasti nyoba buat cabut dari sekolah” dalam hatiku sambil meminum sisa es dan bergegas membuang sampah bungkusnya. Namun saat aku baru mau membuka tong sampah. Ada yang memanggil. “Hei kalian!” teriak seorang guru yang berdiri di depan kelasku dan memegang penggaris panjang bersiap untuk menghukum sepertinya. “ saya pak?” kataku sambil menunjuk diri sendiri. “Iya kalian!” tegasnya. Kalian? Perasaan hanya aku sendiri. Aku pun menoleh ke arah samping kanan kiri mencari tau siapa yang dimaksud. Namun tidak ada. Hanya tembok. Kemudian aku membalikkan badan. Aku menemukan Kalia dan Felisha di belakangku. “Kamu sih Za! Jalannya lama banget deh” kata Kalia sambil menepuk pundakku. “Ya maaf, aku juga gatau kalo telat masuk kelas bakalan ada hukuman kaya gini” balasku sambil mengelus pundakku yang dipukulnya. “Ke lapangan ya! Udah jam berapa ini kalian gak masuk kelas” jelas pak guru yang membuatku menghela nafas panjang, tidak percaya bahwa ternyata aku akan bergabung dengan mereka yang dilapangan untuk dihukum. Aku, Kalia, dan Felisha pun bergegas menghampiri pak guru. “Maaf pak saya gak lihat jam pak” kataku sambil menundukkan kepala. “Yaudah kalian bertiga silakan push up 10 kali abis itu langsung masuk ke kelas ya” jawab pak guru tegas. “Tapi pak, ini panas banget pak” jawab Kalia sambil menunjuk ke atas langit. “Sudah kerjakan saja biar bisa segera masuk kelas!” jawab pak guru sambil menaikkan alisnya. Tanda memang tidak ada cara lain. Hari itu memang sangat panas. Aku tidak bisa membayangkan gimana rasanya push up di bawah sinar matahari se-terik ini. Mau tidak mau aku, Kalia, dan Felisha pun melakukan push up. Aku memperhatikan Felisha yang seperti kesakitan. Sudah pasti sakit karena tanganku saja melepuh. Setelah selesai push up kami pun bergegas menuju kelas. Sepanjang jalan Felisha melihat tangannya yang sudah melepuh dan luka. “Tanganmu gapapa?” kataku memberanikan diri untuk bertanya. “Sakit banget” katanya masih dengan melihat tangannya dan raut wajah yang menahan sakit. “Mana sini coba lihat” kataku sambil menarik tangan Felisha. “Kenapa? Luka?” kata Kalia yang melihat aku dan Felisha tiba-tiba berhenti dan mencoba menghampiri. “Iya, kamu bawa Felisha ke ruangan P3K deh Kal” kataku sambil tetap memperhatikan tangan Felisha. “Gausah gapapa. Yuk masuk nanti kita dihukum lagi” jawabnya sambil melepaskan tanganku dan berjalan ke arah kelasnya. Aku dan Kalia juga berjalan ke kelas.
Semenjak saat itu, karena aku dan Kalia teman sekelas yang lumayan dekat sehingga membuat aku dan Felisha juga perlahan mulai dekat, atau aku yang mendekatkan diri? Kami juga mulai bertukar pesan. Kadang soal pelajaran, kadang soal yang lain. Dia ternyata menyenangkan, tidak seperti apa yang ku lihat pertama sekali. Dia memang jutek, itu ciri khasnya yang tidak akan pernah hilang. Namun di dekatku dia mudah tersenyum. Gigi kelincinya membuat senyumannya semakin khas. Bagus. Senyumnya bagus. Aku, Kalia, dan Felisha kini berteman. Pertemanan yang seru. Mungkin bukan seru, tapi aku hanya senang. Di dekatnya aku senang. Tapi sampai saat ini aku tidak tau apa yang memuatku akhirnya jatuh cinta padanya. Sampai saat ini aku tidak pernah menemukan jawaban pasti dari kepalaku. Cinta pertama yang entah mulai kapan tumbuh. Mungkin saat dia tidak berterima kasih? Atau mungkin saat dia pertama kali memberikan senyuman? Atau saat dia membalas pesanku? Entahlah. Yang pasti, cerita ini belum berakhir. Baru akan dimulai.
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Comments