NovelToon NovelToon
Transmigrasi Tanaya Zaman Purba

Transmigrasi Tanaya Zaman Purba

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Romansa Fantasi / Ruang Ajaib / Epik Petualangan / Roh Supernatural / Time Travel
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nyx Author

🔥"Tanaya — Jiwa dari Zaman Purba”

Tanaya, gadis modern yang hidup biasa-biasa saja, tiba-tiba terbangun di tubuh asing—berkulit gelap, gemuk, dan berasal dari zaman purba yang tak pernah ia kenal.

Dunia ini bukan tempat yang ramah.
Di sini, roh leluhur disembah, hukum suku ditegakkan dengan darah, dan perempuan hanya dianggap pelengkap.

Namun anehnya, semua orang memanggilnya Naya, gadis manja dari keluarga pemburu terkuat di lembah itu.

>“Apa... ini bukan mimpi buruk, kan? Siapa gue sebenarnya?”

Tanaya tak tahu kenapa jiwanya dipindahkan.

Mampukah ia bertahan dalam tubuh yang bukan miliknya, di antara kepercayaan kuno dan hukum suku yang mengikat?

Di dalam tubuh baru dan dunia yang liar,
ia harus belajar bertahan hidup, mengenali siapa musuh dan siapa yang akan melindunginya.

Sebab, di balik setiap legenda purba...
selalu ada jiwa asing yang ditarik oleh waktu untuk menuntaskan kisah yang belum selesai.

📚 Happy reading 📚

⚠️ DILARANG JIPLAK!! KARYA ASLI AUTHOR!!⚠️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyx Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

|Pohon Lera...

Siang itu...

Tanaya tidak tampak di luar, Sejak dari sungai ia sibuk di dalam gua—mengangkat kulit-kulit pakaian, menyapu debu, dan merapikan tumpukan barang kecil yang bertumpuk-tumpuk di sudut kamar guanya. Keringat mulai membasahi pelipisnya, namun wajahnya tetap penuh semangat.

“Kakak… bagaimana kalau di sini dibuatkan jendela?” tanyanya sambil menatap dinding batu kamarnya.

Yaren, yang sejak tadi membantu namun berakhir tertidur di atas dipan jerami milik Tanaya, akhirnya membuka matanya perlahan. Ia mengerjap lirih lalu memiringkan kepalanya—bingung.

“Jendela? Apa itu?”

“Jendela itu… sesuatu yang bisa ditembus cahaya. Supaya angin masuk, gua jadi tidak pengap. Seperti lubang, tapi rapi.” jelas Tanaya, berusaha membuatnya mengerti.

Namun Yaren hanya semakin mengernyit, wajahnya menunjukkan ia belum menangkap apa pun.

Tanaya yang melihat itu mendesah kecil, setengah pasrah setengah geli. Ia tahu, penjelasan seperti ini tidak akan cukup jika di jelaskan sebatas kata saja.

“Begini, Kak. Jendela itu… seperti ini.”

Ia berjongkok, mengambil ranting kecil, lalu mulai menggambar di permukaan tanah—sebuah bentuk persegi panjang dengan garis-garis di tengahnya, menyerupai kisi-kisi.

Yaren perlahan bangkit, ia duduk dan menunduk memperhatikan gambar itu dengan mata yang kini terlihat lebih penasaran.

“Hmm… Maksudmu kau ingin membuat lubang di dinding gua, begitu?”Tanyanya mencoba memahami adiknya.

"Tapi, bukan lubang asal-asalan, kak. Melainkan Jendela!” Tanaya mencolek lengannya. “Untuk cahaya. Untuk angin. Untuk rasa nyaman. Kalo musim dingin tiba atau hujan kita bisa membuat jerami penutup nya, gimana?"

Yaren menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk pelan—senyum samar perlahan terbit di wajah tampannya.

“Kau ini… selalu saja punya ide aneh. Tapi kakak akan coba membuatnya.”

Mendengar itu, Tanaya tersenyum begitu lebar sampai pipinya ikut memerah. Ada kilau kecil yang sulit disembunyikan di matanya.

“Yah! Itu baru kakakku! Tapi…”

Ucapannya tiba-tiba menggantung. Raut wajahnya berubah-ubah—antara ragu dan berusaha berani—membuat Yaren otomatis menyipitkan matanya, menunggu kelanjutan kata-kata adiknya itu.

“Tapi?”

Suara Yaren terdengar pelan namun tegas. Tanaya menelan saliva nya, lalu memberanikan diri bertanya.

“Emm… tapi apakah di sini ada benda yang sangat kuat, Kak? Yang tidak mudah hancur meski kena panas?”

Pertanyaan itu sangat spesifik. Yaren bahkan sempat sedikit terdiam, mencoba mengingat-ingat semua yang ia ketahui.

“Ada…” jawabnya akhirnya. “Sebuah pohon. Pohon yang sangat tua dan besar. Kayunya keras sekali—bahkan saat dibakar pun tidak hancur. Memotongnya juga sulit, kalau kau tidak tahu caranya.”

Mata Tanaya langsung berbinar. “Wahh! Itu! Dimana pohon itu, Kak? Dan bagaimana memotongnya?”

“Pohon itu ada di seberang sungai,” jelas Yaren sambil mengerutkan dahi, mencoba mengingat detailnya.

“Dan cara memotongnya… menggunakan akarnya sendiri. Akar pohon itu tipis, panjang, tapi tajam dan bergerigi. Kakak dulu memotongnya hanya karena iseng. Ah, daunnya juga sangat kuat.”

Tanaya nyaris melompat kegirangan.“Kak! Ayo kak… aku ingin melihatnya!”

“Sekarang?”

Tanaya mengangguk cepat, seperti anak kecil yang menahan antusiasme.

Yaren akhirnya tersenyum kecil menyerah—bukan keberatan, tapi pasrah pada semangat adiknya yang selalu tak bisa ditebak.

“Baiklah. Jaraknya tidak terlalu jauh. Dekat dengan tempat kita mandi pagi tadi. Ayo, kakak antar.”

Ia melangkah keluar dari kamar gua, mengambil kapak batu yang bersandar di dinding. Tanaya segera mengikuti di belakangnya, langkahnya ringan, hatinya penuh harapan baru.

“Kalian mau ke mana?”

Langkah Tanaya dan Yaren langsung terhenti. Suara berat itu bergema di halaman gua, membuat keduanya otomatis menoleh.

Di sana, Tharen tengah berbaring santai di pangkuan Sira, tepat di bawah pohon besar tak jauh dari mereka. Bahunya yang lebar tampak kokoh diterpa sinar matahari, sementara matanya tetap tajam mengawasi sekitar—meski sikapnya mirip balita manja yang sedang dimanja istrinya sambil ia menggenggam buah merah yang baru saja digigitnya.

Yaren yang melihat itu menghela napasnya gusar, sekilas pasrah. Senyum kecil yang tadi menghiasi wajahnya hilang seketika. Sebaliknya, Tanaya langsung menunjukkan senyum manisnya, seakan itu cukup untuk meluluhkan ayahnya.

“Ayah… aku ingin pergi keluar bersama Kakak. Boleh?” tanya Tanaya pelan namun penuh harap.

“Mau ke mana?”

Suara Tharen semakin berat. Pandangannya tetap pada Yaren—keras, penuh peringatan.

Dalam hati, Yaren mengeluh. Niatnya baik mengajak adiknya keluar agar orangtuanya bisa punya waktu berdua… yah, meskipun ada alasan lain juga. Tapi tetap saja—menjadi anak tertua berarti harus menanggung tatapan penuh evaluasi itu.

“Hanya ke sungai. Dekat wilayah suku.”Yaren cepat menyela ketika Tanaya hendak menjawab.“Naya ingin melihat sesuatu di sana.”

Tharen tak langsung merespons. Rahangnya mengeras curiga, seakan menimbang kemungkinan bahaya.

Sira langsung menepuk paha suaminya lembut.“Biarkan saja mereka, suamiku. Putrimu jarang sekali bermain di luar. Dia anakmu, bukan burung di kandang.”

Tharen mendengus lirih. Ia memang keras pada semua orang—kecuali Tanaya. Pada putri kecilnya yang satu itu, ia justru jadi terlalu posesif.

Akhirnya ia berkata“Baiklah… Kalian boleh pergi.”Namun matanya menajam ke arah Yaren.“Yaren. Jaga adikmu. Jangan lepaskan dia.”

Yaren hanya mengangguk patuh.

“Ayo…”

Ia segera meraih tangan Tanaya—lembut dan menuntunnya menjauh sebelum Tharen berubah pikiran.

Tanaya mengikuti langkah kakaknya menuju pinggir sungai, matanya tampak bersinar penuh antusias. Yaren, meski tampak datar, ia sebenarnya tahu beban dari satu perintah ayah mereka

Jaga adikmu. Dengan nyawamu bila perlu. Dan itu sudah jadi kewajiban nya sehari hari.

...>>>>>>...

Sinar matahari mulai condong ke arah barat, mewarnai langit dengan jingga kemerahan. Di tepian sungai, dua bayangan memanjang perlahan menyusuri aliran air yang tenang.

Tanaya menengadah, mengamati langit luas tempat kawanan burung terbang pulang. Suara gemericik sungai mengalun lembut, seolah menyambut langkahnya. Ada kedamaian yang sulit ia jelaskan—kedamaian yang tak pernah ia rasakan di kehidupannya dulu.

Di dunianya yang penuh gedung dan polusi, ia hanya mengenal ritme yang melelahkan: pagi kuliah, malam bekerja di restoran, lalu pulang dalam kondisi nyaris pingsan. Tahun demi tahun berlalu tanpa jeda hingga tak ada waktu untuk sekadar melihat langit, atau mendengar suara alam.

Namun di tempat ini, ia merasa hidup. Ia menyukai semuanya—kesederhanaan, ketenangan, keluarganya, bahkan udara segar yang menusuk ke dada. Untuk pertama kalinya ia berpikir… mungkin di sinilah ia ingin tinggal selamanya.

Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, mereka akhirnya tiba di sebuah kawasan yang dipenuhi pepohonan raksasa. Tanaya terpaku, takjub oleh besarnya batang-batang pohon itu yang menjulang lurus ke langit.

“Ini dia pohonnya, namanya pohon Lera” ujar Yaren sambil menatap ke atas. “Selama ini kakak cuma melihatnya tumbuh di daerah ini. Tidak pernah ada di tempat lain.”

Batang-batang pohon itu sangat langka, ia lurus seperti tiang raksasa, kulitnya gelap dan kokoh. Daunnya tidak lebat, namun panjang dan lebar—dan pada setiap ujungnya terdapat duri-duri kecil yang berkilau terkena sinar matahari sore.

Tanaya melangkah mendekat, dan tanpa sadar jemarinya menyentuh permukaan pohon raksasa itu.

Seketika tubuhnya seperti dialiri sensasi aneh—ia bisa merasakan sesuatu di balik kulit kayunya. Seperti melihat bayangan samar jalur-jalur serat, akar dahan, dan lapisan batang yang mengandung sesuatu yang jauh lebih keras dari kayu biasa.

Unsur… seperti besi.

Tak heran pohon ini hampir mustahil ditebang. Dahan, batang, bahkan daun-daunnya memiliki kekuatan yang tak wajar.

Mata Tanaya langsung berbinar. Ada kilatan abu-keperakan di sela-sela retakan batang, seperti serpihan logam tersembunyi.

Ajaib!

Ini… ini bisa jadi apa saja! pikirnya penuh kegirangan.

Wajan, panci, alat masak, bahkan jarum jahit—barang-barang yang tak pernah mereka miliki di zaman ini. Hebat sekali… sekarang ia bisa jadi penyelamat hidupnya di masa purba.

Tiba-tiba, sebuah tangan hangat menyentuh pundaknya.

“Adik, kau kenapa?”

Suara Yaren rendah, khawatir. Ia menatap adiknya yang terlihat seperti memandangi pohon itu terlalu serius—dengan sorot mata berbinar penuh ide.

Tanaya tersentak kecil, lalu menoleh sambil tersenyum kaku.

“Ah—tidak, aku cuma… sedang memikirkan sesuatu.”

Tanaya kembali menyisir pandangannya ke deretan pohon itu. Matanya berhenti pada satu batang yang ukurannya tidak terlalu besar—sekitar dua meter tingginya, dengan diameter kira-kira tiga puluh sentimeter.

“Kak… bisa kau potong pohon yang itu?”Ia menunjuk salah satu pohon Lera yang tampak lebih ‘jinak’ dibanding lainnya. Pohon itulah yang paling cocok untuk percobaan pertamanya.

Yaren tidak banyak bicara. Ia hanya mengangguk pelan, lalu mendekati akar-akar panjang yang menjuntai di permukaan tanah. Akar Lera yang paling tipis—yang katanya paling tajam—langsung ia tarik dan mulai dipotong.

Butuh waktu hampir setengah jam hanya untuk mendapatkan satu akar. Tanaya bisa membayangkan: kalau dengan akar saja butuh selama itu, apa jadinya jika pohon itu ditebang memakai kapak batu? Mungkin mereka harus tinggal di hutan sampai esok pagi.

“Kak… apa itu benar bisa memotong pohon?”Suara Tanaya terdengar ragu, tapi matanya penuh harap.

Yaren mengangguk tanpa sedikit pun keraguan.“Seharusnya bisa. Akar ini sudah cukup tajam.”

Ia kemudian menggenggam akar itu seperti sebilah pisau panjang, lalu mulai menggergaji dahan besar pohon Lera—tebalnya hampir seukuran pinggang orang dewasa.

Gerakan Yaren stabil, tapi kasar.

Serpihan-serpihan serat kayu yang mengandung logam berjatuhan, memantulkan sinar jingga matahari sore. Tanaya terpaku, terpana melihat betapa uniknya struktur batang pohon ini.

Yaren terus bekerja tanpa bertanya untuk apa semua ini. Kepercayaan seorang kakak pada adiknya begitu jelas terasa.

Nafasnya mulai berat, peluh mengalir di sisi wajah dan dadanya yang penuh debu pohon. Setelah beberapa menit lagi, suara retakan pelan akhirnya terdengar dari dalam batang.

Craakk—

“Naya, mundur.”Suara Yaren tiba-tiba berubah serius. Ia menoleh cepat pada adiknya.

“Hati-hati. Pohonnya sudah hampir roboh.”

Tanaya langsung melangkah mundur, matanya membesar menunggu detik ketika pohon Lera itu akhirnya benar-benar roboh.

BRUUUGGG—!

"Woahh..."

Gadis itu bersorak kecil, wajahnya tampak berbinar. Ia hampir saja berlari mendekat, namun tangan Yaren dengan cepat menahan lengannya.

“Tunggu, adik,”ujar Yaren, napasnya masih teratur meski keringat membasahi pelipis.“Kalau ingin membawanya pulang, kita harus memotongnya jadi beberapa bagian. Pohon Lera ini sangat berat kalau diangkut utuh.”

Tanaya mengangguk, walau masih terlihat bersemangat.

Yaren kembali bekerja, memotong batang Lera itu menjadi potongan yang lebih kecil—masih besar, namun mungkin untuk ditarik. Ia menggunakan akar tajam tadi, memotong bagian demi bagian.

Setelah semuanya terbagi, Yaren mulai mengikat potongan-potongan kayu itu dengan akar biasa yang lebih lentur.

“Aku bantu, kak!”

Tanaya menarik bagian yang paling kecil. Meski tenaganya tidak sekuat kakaknya, ia tetap berusaha dengan gigih.

Hari mulai gelap ketika mereka akhirnya sampai di depan gua. Begitu sampai, Tanaya langsung melepas talinya dan terjerembab duduk di atas batu. Napasnya memburu keras begitupun dengan Yaren, bahunya tampak naik turun dengan rambut basah oleh keringat.

“Dari mana saja kalian sampai kelelahan seperti itu?”

Tiba-tiba suara lembut namun tegas terdengar membuat keduanya sontak terlonjak kaget.

Mereka langsung menoleh dan mendapati Sira berdiri di mulut gua, diterangi cahaya oranye dari api unggun sambil membawa wadah bambu di tangannya dan menatap kedua anaknya dengan campuran heran dan khawatir.

“Ah! Ibu! Naya kaget tahu…”Tanaya menepuk dadanya, mencoba menenangkan napasnya sendiri.

Sira tersenyum geli. Ia menyerahkan wadah bambu berisi air itu pada Naya. Tanaya langsung menenggaknya, lalu memberikan sisanya pada Yaren yang tampak sama hausnya.

“Apa ini? Kenapa kalian membawa kayu sebanyak itu?” tanya Sira sambil menatap tumpukan gelap batang Lera yang baru diletakkan di depan gua.

Tanaya mengangkat tangannya cepat-cepat.“Bu, nanti Naya jelasin besok pagi. Sekarang Naya butuh ayah… Ayah di mana?”

Ia memandang sekitar, kebingungan. Biasanya Tharen selalu berada di dekat Sira, mengikuti nya sampai tak kenal lelah. Tapi sekarang ia tak terlihat sama sekali.

“Ah, iya.”

Sira menepuk dahinya pelan.“Ayah kalian sedang di balai suku. Ada rapat pertukaran. Yaren, kau tadi dipanggil Liran untuk ke sana juga.”

“Baik, Bu… aku ganti pakaian dulu"kata Yaren sambil melirik baju kulitnya yang basah oleh keringat. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Ia menoleh pada Tanaya.

“Adik… apa kau mau ikut?”

Tanaya terkesiap kecil, kemudian menoleh pada ibunya.

“Bu, bolehkah aku ikut juga?”Nada suaranya lembut, matanya membulat seperti memohon izin.

Sira tertegun sejenak, tapi senyumnya langsung merekah saat melihat ekspresi putrinya yang benar-benar tampak menggemaskan saat meminta izin.

“Tentu boleh, sayang. Kita semua harus ikut,” katanya sambil mengusap rambut Tanaya.“Ayo, bersiaplah kalian berdua. Ibu tunggu di sini. Setelah itu kita berangkat bersama.”

...>>>To Be Continued......

1
Angela
lanjut thor
Lala Kusumah
double up dong Thor, ceritanya tambah seruuuuu nih 🙏🙏👍👍
Yani
update lagi Thorr, semangat 💪🙏🙏
Musdalifa Ifa
rua lelaki kurang ajar ih dasar lelaki brengsek😤😤😤😠😠😠
Lala Kusumah
Naya hati-hati sama buaya darat 🙏🙏🙏
anna
❤❤👍🙏🙏
Andira Rahmawati
dasar laki2 munafik..naya harus lebih kuat..harus pandai bela diri..knp tadi naya tdk msk ke ruang rahasianya saja..
Yani
aku mau izin masuk grup dong Thorr, sdh aku klik tapi gak ada ya lanjutannya. apa belum di accept ya🥰🥰🙏
📚Nyxaleth🔮: Maaf kak... ceritanya error enggak bisa di masukin di grub. Aku udah up disini kok, bentar lagi muncul. kata-kata nya udah AQ perbaiki. makasih udah nunggu🙏❤️
total 1 replies
Yani
ayok lanjut Thorr crita nya
Angela
yah cuman 1 eps , kurang banyak thor kalau bisa 2 eps
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
lanjut kak
Angela
lanjut thor,aku suka ceritanya😍
RaMna Hanyonggun Isj
sedikit sekali update x sekali update x 50 ep kha
Lala Kusumah
Naya emang hebaaaaaatt baik hati dan tidak sombong 👍👍👍😍😍
Muhammad Nasir Pulu
lanjut thorr..baru kali ini dapat cerita yg menarik, bagus dan ini kali pertama selama baca novel baru ku tinggalkan jejak
Andira Rahmawati
lanjut..thor...
Musdalifa Ifa
wah bagus sekali Tanaya pengetahuan dunia modern bisa menjadi solusi untuk hidup lebih baik di dunia kuno
Lala Kusumah
makasih double updatenya ya 🙏🙏🙏
anna
🙏❤👍
Rena🐹
itu kan ada mobil kenapa kagak di pakee/Frown/

tapi klo di pake trs Tanaya selamat ya ceritanya ga bakal sesuai sihh
📚Nyxaleth🔮: /Curse/ Astaga kak, enggak ekspek bakal ada yang komen gini. tapi iya juga sih🤭🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!