Gadis berusia dua puluh tahun harus merelakan impian pernikahannya dengan sang kekasih demi memenuhi keinginan terakhir sang ayah. Ia di jodohkan dengan bujang lapuk berusia empat puluh tahun yang hidup dalam kemiskinan.
Namun siapa sangka, setelah enam bulan pernikahan Zahira mengetahui identitas asli sang suami yang ternyata seorang milyarder.
Banyak yang menghujatnya karena menganggapnya tidak pantas bersanding dengan sang suami hingga membuatnya tertekan. Akan kah Zahira tetap mempertahankan pernikahan ini atau ia memilih untuk meninggalkan sang suami?
Dukung kisahnya di sini!
Terima kasih buat kalian yang mau suport author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAGI PERTAMA YANG GAGAL
Tok tok...
" Hira, Aarav, apa kalian sudah bangun?" Bu Hesti terpaksa membangunkan sepasang pengantin baru itu karena sudah jam enam pagi mereka belum keluar kamar.
Hira langsung mengerjapkan matanya setelah mendengar suara ibu mertuanya.
" Astaga aku kesiangan. Gimana ini? Hari pertama jadi menantu sama istri malah ibu mertuaku bangun lebih dulu dan membangunkan aku lagi." Gumam Hira.
Hira menajamkan penglihatannya, di depan matanya saat ini nampak dada bidang sang suami yang putih bersih tanpa sehelai bulu halus pun. Ia mendongak menatap wajah tampan Aarav yang masih terpejam.
" Ya Tuhan, sungguh sempurna ciptaanMu kali ini. Aku tidak menyangka bisa tidur nyenyak dalam pelukannya. Apakah ini yang di sebut nyamannya seorang istri berada dalam pelukan sang suami? Padahal sampai pagi tadi aku nggak bisa tidur gara gara tidur satu ranjang dengan mas Aarav." Gumam Hira dalam hati.
Ya, sampai jam tiga pagi Aarav dan Hira belum bisa tidur. Mereka hanya berbaring di atas ranjang sambil menatap langit langit kamar. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, hanya mereka yang tahu. Mungkin karena hal itu merupakan hal baru bagi keduanya. Dan entah bagaimana bisa terjadi, sampai mereka tidur berpelukan.
Tok tok..
Ketukan pintu kembali terdengar, dengan pelan Hira turun dari ranjang karena takut mengganggu tidur Aarav.
Ceklek...
Hira membuka pintu, " Maaf ma aku kesiangan. Semalam nggak bisa tidur." Ucap Hira merasa sungkan.
Bu Hesti tersenyum, " Tidak apa apa Hira, namanya juga pengantin baru. Dulu mama sama papanya Aarav juga begitu." Sahut bu Hesti.
" Eh bukan itu ma, aku... "
" Udah tidak perlu kamu jelaskan mama udah tahu. Mama berharap semoga mama bisa segera menimang cucu." Sebenarnya bu Hesti tahu kalau tidak terjadi apa apa di antara menantu dan putranya semalam. Namun ia sengaja mengatakan itu supaya hati Hira terketuk dan mau membuka hati untuk Aarav secepatnya.
" Bangunkan suamimu! Mobil yang akan membawa ita ke kota sudah datang. Kasihan kalau dia menunggu." Imbuh bu Hesti.
" Kita pindah sekarang ma?" Tanya Hira terkejut.
" Iya, apa Aarav belum memberitahumu?"
" Sudah sih ma, tapi aku nggak tahu kalau kita pindah sepagi ini he he." Sahut Hira nyengir kuda.
" Ya sudah sana bangunkan suami kamu dan kalian segera bersiap. Mama sudah memasak sarapan untuk kalian berdua." Ujar bu Hesti.
" Maaf ya ma jadi ngrepotin mama."
" Tidak perlu sungkan begitu, kamu juga putri mama. Mama ke ruang tamu dulu menemani pak sopir." Bu Hesti segera meninggalkan Hira.
Hira menutup pintunya, ia berjalan menghampiri Aarav di ranjangnya.
" Gimana cara banguninnya ya? Apa iya harus aku guncang badannya seperti aku membangunkan ayah dulu?" Hira merasa binggung bahkan enggan untuk menyentuh pria asing yang sekarang menjadi suaminya.
" Tapi kata mama harus cepat bersiap, ya udah aku guncang aja deh tubuhnya biar cepet bangun."
Hira mengguncang bahu Aarav dengan pelan sambil membungkuk.
" Mas, bangun udah siang." Lirih Hira nyaris seperti bisikan.
Tidak ada pergerakan dari Aarav, Hira mencoba mengguncang lebih keras.
" Mas, bangun."
Tiba tiba Aarav menarik tangan Hira hingga tubuh Hira menimpa tubuh Aarav. Dengan sigap Aarav langsung melingkarkan kedua tangan mengunci pergerakan Hira.
Deg.. Deg... Deg...
Jantung Hira berdetak kencang, posisi seperti ini terlihat seperti Hira mau memp*rk**s Aarav.
" Mas lepasin!" Ucap Hira menatap wajah Aarav yang masih memejamkan mata. Sepertinya Aarav sengaja melakukan ini pada istri kecilnya.
" Mas lepasin!!!" Ucap Hira lebih keras.
Aarav membuka matanya, tatapannya bertemu dengan manik mata Hira membuat jantung keduanya bergemuruh seperti genderang mau perang.
" Pagi cantik."
Blush...
Pipi Hira berubah jadi merah seperti kepiting rebus.
" Mas suka kalau cara kamu bangunin mas seperti ini. Pagi pagi udah bikin junior mas bereaksi."
" Apaan sih mas. Siapa juga yang sengaja seperti ini. Ini karena mas yang narik aku. Atau jangan jangan mas sengaja melakukan ini kan." Tuduh Hira.
" Iya mas sengaja, karena mas ingin hubungan kita semakin dekat. Kalau nggak di paksa begini, pasti kamu nggak mau dekat dekat sama mas. Apalagi mas udah tua seperti ini. Pasti membuat kamu tidak bergairah." Seronoh Aarav. Merupakan kesenangan baru bagi Aarav bisa menggoda Hira.
" Umur itu hanya angka mas. Bergairah atau tidak itu tergantung kekuatan." Sahut Hira.
" Kekuatan apa?" Tanya Aarav sambil merapikan anak rambut Hira yang menutupi wajahnya.
Mendapat sentuhan seperti itu, tentu saja membuat Hira merinding.
" Kekuatan supranatural." Sahut Hira.
" Apa kamu mau coba kekuatan supranatural yang mas miliki?"
Bibir Hira bungkam, ia tidak tahu harus menjawab apa.
" Mama sudah lama ingin punya cucu. Mungkin ini kesempatan kita untuk segera memberinya cucu. Siapa tahu langsung berhasil." Ucap Aarav menaik turunkan alisnya.
" Aish apaan sih mas. Buruan bangun! Kata mama mobil yang akan membawa kita ke kota sudah datang. Lepasin ah aku mau mandi." Ucap Hira berusaha setenang mungkin. Padahal aslinya suhu tubuhnya rasanya tak karuan.
" Boleh cium?" Bukannya merespon ucapan Hira, Aarav justru mengalihkan topik pembicaraan mereka.
" Tidak boleh!" Sahut Hira.
" Mas suami kamu lho Hira. Mas punya hak atas diri kamu. Masa' sedikit aja mas nggak boleh nyentuh kamu. Anggap saja kamu sedang menjalankan kewajiban kamu. Gimana?" Aarav menatap Hira dengan tatapan penuh harap.
" Mas Aarav benar, aku punya kewajiban kepadanya. Tapi apa dia harus ijin dulu? Aku kan jadi malu jawabnya." Ujar Hira dalam hati.
Diamnya Hira, Aarav artikan sebagai persetujuan. Tangannya menahan tengkuk Hira lalu ia memajukan wajahnya ke wajah Hira dan...
Cup...
Bibir Aarav menempel di bibir Hira.
Deg...
Jantung Hira terasa berhenti berdetak. Tubuhnya bahkan terasa kaku tidak bisa digerakkan.
Mengetahui Hira diam saja tanpa menolak, Aarav menggigit pelan bibir Hira hingga membuat Hira membuka sedikit mulutnya, tanpa membuang waktu, Aarav segera menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Hira yang terasa wangi. Aarav mengekspos setiap inchi bibir Hira tanpa melepasnya sedetik pun. Ia membalikkan posisi menjadi Hira berada di bawah tubuhnya. Ciuman itu semakin panas karen Hira berusaha untuk membalasnya meskipun masih kaku.
Keduanya nampak terbawa suasana, mereka asyik menikmati indahnya saling bertukar saliva. Suara decapan memenuhi ruangan kamar mereka. Aarav bagai hewan buas yang kehausan, sudah sangat lama ia tidak merasakan manisnya bibir seorang wanita. Ia terus mencecap bibir Hira dengan lembut. Bahkan ia memberikan gigitan gigitan kecil membuat sensasi semakin memanas. Meskipun Hira belum mencintai Aarav, namun ia ingin belajar mencintai suaminya dengan melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Bukan kah di luar sana banyak para istri yang sudah mati rasa bertahan karena seorang anak? Mereka mau di sentuh oleh suaminya hanya karena menjalankan kewajibannya saja tanpa cinta di dalam hatinya? Tidak ada bedanya dengan yang Hira lakukan kali ini. Kedepannya, Hira berharap ia bisa mencintai suaminya. Dengan begitu, mereka berdua bisa hidup bahagia meskipun dalam kesederhanaan.
Mereka berdua masih asyik dengan dunianya sendiri. Bahkan kini tangan Aarav sudah mulai nakal. Tangannya bergerilya menyusuri lekuk tubuh Hira membuat tubuh Hira melengking sempurna karena rasa yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya.
" Sshhh mas." Desah Hira saat tangan Aarav meremas lembut salah satu gundukan kembarnya. Tangan satunya menyusup ke baju tidur yang Hira kenakan.
" Sayang, apa boleh?" Tanya Aarav. Hira menganggukkan kepala meskipun ia merasa takut karena ini yang pertama baginya.
" Terima kasih." Bisik Aarav.
Aarav membuka kancing teratas baju Hira, dadanya semakin bergetar kala matanya menatap pemandangan yang sangat indah baginya yaitu dada mulus Hira yang mulai terekspos sebagian.
Tangan Aarav mulai bekerja hingga...
" Aarav, Hira."
TBC.....