Felisha Rumi adalah seorang siswi SMA yang mendapatkan gelar ratu sekolah. Kecantikan yang kekayaan yang ia miliki sangat menunjang hidupnya menjadi yang paling dipuja. Namun sayang, Felisha merasa cinta dan kasih sayang yang ia dapatkan dari kekasih dan teman-temannya adalah kepalsuan. Mereka hanya memandang kecantikan dan uangnya saja. Hingga suatu hari, sebuah insiden terjadi yang membuat hidup Felisha berakhir dengan kematian yang tragis.
Namun, sebuah keajaiban datang di ambang kematiannya. Ia tiba-tiba terikat dengan sebuah sistem yang dapat membuatnya memiliki kesempatan hidup kedua dengan cara masuk ke dalam dunia novel yang ia baca baru beberapa bab saja. Dirinya tiba-tiba terbangun di tubuh seorang tokoh antagonis bernama Felyasha Arumi yang sering mendapatkan hinaan karena bobotnya yang gendut, kulit yang tak bersih, dan wajah yang banyak jerawat. Terlebih ... dirinya adalah antagonis paling tak tahu diri di novel itu.
Bagaimanakah Felisha menjalankan hidup barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monacim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERSENTASI KEBERHASILAN
Kepergian Citra dan Yokan benar-benar membuat Sendrio tak tenang duduk di kursinya. Kedua mata cowok itu terus saja curi-curi pandang pada kegiatan Citra dan Yokan yang sedang berdebat kecil sambil memegangi sebuah buku. Felya tak ingin usahanya sia-sia. Ia tak ingin menjadi si antagonis yang menyedihkan seperti novel itu. Senyumannya terukir sedikit ketika menemukan sebuah ide.
"Ssshhh ... Yokan bener-bener, ya. Jambak rambut gue nggak ngotak banget. Padahal dah rapi-rapi nyisir dari rumah," gerutu Felya seraya merapikan rambutnya seadanya.
Diliriknya Sendrio ternyata memperhatikan pergerakannya. Felya bersorak dalam hati. Tinggal tambah dramatis lagi ia bisa menarik perhatian cowok itu.
"Tuh ada yang kusut di atas," ucap Sendiro.
Kena lo! Hehe.
"Sebelah mana? Di sini?" Felya pura-pura tak tahu, padahal tadi ia sempat berkaca di cermin kecil.
"Sebelah kiri tuh." Sendrio berdecak karena Felya tak menemukan rambut kusut yang ia maksud, membuatnya berdecak seraya mengulurkan tangan. "Yang ini nih. Udah tangan lo diem aja," ujarnya sambil membenarkan rambut Felya.
Felya tersenyum manis merasa senang dengan perlakuan Sendrio. Apakah ini bisa diartikan selangkah ia bisa meluluhkan Sendrio?
DING!
[Selamat! Kamu berhasil meluluhkan hati Sendrio sebanyak sepuluh persen untuk pembelaan Sendrio terhadapmu ketika rambutmu ditarik, dan lima persen untuk membenarkan rambutmu.]
Felya nyaris memekik senang, tetapi melihat Sendrio yang keheranan melihat tingkahnya, membuat dirinya lekas mengendalikan diri.
'Tahan, Fel ... Lo nggak boleh bikin Sendrio ilfeel. Lo harus kalem dan elegant di hadapan dia. Jangan nyebelin. Lo jangan nyebelin.'
"Hehe. Thank you, Sen. Udah bantu benerin rambut gue yang kusut," ucap Felya.
"Hmm," sahut Sendrio seraya kembali membaca bukunya yang sempat ia abaikan karena keributan sebelumnya.
Sementara itu, Citra menyerahkan satu buku puisi pada Yokan dengan sampul khas anak muda. Cowok itu menerimanya dengan senang hati.
"Yakin nggak nih bikin baper?" tanya Yokan tersenyum menatap Citra yang jauh lebih pendek darinya.
"Ya aku nggak tau. Aku belum pernah baca, tapi tapi sempat liat blurb di belakangnya yang menarik," sahut Citra.
Yokan membuka buku itu dan membacanya sedikit dalam hati. Sesekali ia melirik Citra yang menoleh pada Sendrio dan Felya.
"Gue mau buku cerpen juga satu. Lo cariin yang horor," pinta Yokan.
"Kalau kamu mau nyari horor, ke sebelah sana aja. Di sana ada tulisannya kok 'horor' di bagian tengah rak bukunya."
Yokan mencondongkan kepalanya ke arah Citra. "Tapi gue nggak suka nyari sendiri. Gue mau lo yang nyariin."
"Tapi aku juga mau baca, Yokan. Nanti waktunya abis kalau temenin kamu nyari buku lagi," komentar Citra terlihat resah.
"Emang lo baca buku apa sih?"
"Novel sekuelnya Sang Idola karya Mona Cim. Aku udah baca yang sebelumnya, jadi mau baca kelanjutannya."
"Oh yang itu! Adek gue punya kok. Kalau lo mau, gue bisa pinjemin ke adek gue. Sayang kalau beli, mahal. Bukunya kan tebel. Lo juga nggak bisa tuh ngabisin baca di sini dalam waktu cuma dua jam. Iya, kan?"
Citra berpikir sejenak. Apa yang dikatakan oleh Yokan benar juga. Buku sekuel itu lebih tebal, ia tak akan bisa menghabiskan baca hari ini dalam waktu dua jam saja. Apalagi buku itu tak bisa dipinjam karena masih baru.
"Boleh pinjam punya adik kamu?"
"Eh, boleh dong. Besok gue bawain buat lo. Jadi gimana, mau bantu cari novel horor buat gue? Eh, cerpen maksudnya."
Citra mengangguk samar seraya berjalan menuju rak sebelah. Yokan bertingkah aneh saking senangnya, berjoget seperti orang gila dan ia kedapatan Felya.
'Emang sinting tuh orang. Sampe segitunya' batin Felya.
Tiba-tiba ponsel Sendrio berdering. Cowok itu panik, langsung menolak panggilan itu. Barulah ia mengirimkan pesan pada si penelepon. Raut wajah Sendrio berubah menjadi gusar, bahkan terdengar decak kesal di bibirnya.
"Kenapa lo, Sen?"
"Nyokap gue. Minta beliin bahan bikin gue. Aneh-aneh aja deh, anak cowok mana ngerti kek beginian sih," sahut Sendrio.
"Gue temenin!" ucap Felya dengan antusias. "Gue dulu sering lo bikin kue sama nyokap gue. Dan lo harus tau, kue bikinan gue itu jadi kue paling laris di toko nyokap. Makanya gue tau soal bahan-bahan kue gitu. Gue jamin kualitas terbaik bakal gue beliin buat nyokap lo," ujarnya membanggakan diri.
"Sejak kapan nyokap lo punya toko kue? Bukannya kata Citra orang tua lo meninggal sejak lo kecil, ya. Lo kecil udah bisa bikin kue?" Sendrio berdecih remeh.
Felya meringis atas kebodohan yang ia lakukan barusan. 'Astaga Felya ... lo tolol banget sih jadi orang. Yang punya toko gue kan mamanya Felisha. Lo ini karakter Felya di novel ini. Ingat, lo Felya. Fel - ya!'
"Y-ya maksud gue adiknya nyokap gue. Dia udah gue anggap ibu kandung gue karena mirip banget. M-makanya gue nyebut dia nyokap gue. Kan nyokap gue udah meninggal. Ya tante gue itu gantinya. Yaudalah ngapain sih bahas itu. Intinya lo mau nggak gue bantuin?" Felya menghela napasnya pelan begitu melihat raut wajah Sendrio yang tak menaruh kecurigaan padanya.
Cowok itu malah menggeleng cuek."Gue minta temenin sama Citra aja. Sorry," sahut Sendrio jutek.
Felya tersenyum mendengar tanggapan itu. "Tapi sayangnya Citra harus pulang tepat waktu tuh. Biasanya jam segitu bokapnya bakal pulang nyariin anak kesayangannya. Jadi daripada lo atau Citra diomelin, ya mending sama gue aja. Gue kan sekarang udah nggak tinggal sama mereka lagi. Gue diasingkan di kostan dekat sekolah. Jadi gimana? Mau ya gue bantuin?"
"Jangan ngibul lo. Bilang aja lo nggak suka liat gue deket sama Citra, kan? Makanya lo ngomong kayak gitu," tuduh Sendrio.
"Ngapain gue harus gitu sih. Lo lupa ya gue ini saudara tiri, Citra? Papanya Citra juga papa gue kali. Jadi gue tau dong."
Sendrio mengembuskan napasnya pasrah. Cowok itu kemudian mengangguk, membuat Felya senang bukan main. Ia melirik ke atas menunggu suara sistem kembali menyapa pendengarannya.
DING!
[Selamat! Kamu berhasil mendapatkan lima persen perhatian dari Sendrio. Point kamu sekarang adalah 20 point.]
"Alhamdulillah," ucap Felya kegirangan.
"Alhamdulillah apa?" tanya Sendrio keheranan.
"M-maksud gue ... Alhamdulillah lo akhirnya terima bantuan gue juga. Secara kan banyak yang ilfeel sama gue. Mereka nggak suka gue ini jelek, gendut, jerawatan pula. Mana ada yang suka sama gue."
"Pikiran lo juga buruk ternyata. Itu yang bikin pandangan orang buruk terus sama lo. Lo pandang diri lo aja sehina itu, terus lo ngarep pandangan baik dari semua orang?"
Felya tertegun mendengar kata-kata serius daei Sendrio barusan. Sangat tak terduga Sendrio berkata seperti itu. Baru kali ini Felya akhirnya memandang sosok Sendrio di hadapannya benar-benar Sendrio, bukan Randy. Wajah Sendrio memang sangat mirip dengan Randy, tetapi kepribadian mereka jauh berbeda.
"Thank you, Sen. Lo ternyata memang bukan Randy," ucap Felya tanpa sadar.
"Sorry? Lo bilang apa tadi?" Sendrio mengeryitkan keningnya bingung. Felya langsung menggeleng tanpa melunturkan senyumannya.