NovelToon NovelToon
The Thousand Faces Of The Demon Sage

The Thousand Faces Of The Demon Sage

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Action / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:498
Nilai: 5
Nama Author: Demon Heart Sage

Shen Wuyan lahir dengan ribuan wajah di dalam jiwanya.
Setiap wajah punya kekuatan dan masa lalu sendiri.
Saat dunia mengejarnya sebagai iblis, ia sadar—
menjadi iblis sejati bukan berarti kehilangan kemanusiaan,
tapi menerima semua sisi manusia yang ia benci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demon Heart Sage, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 — Kematian dan Wajah Pertama

Hujan turun deras di Gunung Jingluo, menimpa sekte dengan ritme yang tak beraturan. Suara gemuruh angin, tetesan air di atap bambu, dan ranting patah menciptakan simfoni kekacauan. Sekilas, langit malam terlihat gelap pekat, seperti tirai yang menelan cahaya bulan. Setiap percikan hujan di wajah Wuyan terasa seperti jarum kecil yang menusuk kulit, menambah ketegangan dalam dada yang sudah sesak.

Shen Wuyan berdiri di tengah aula terbuka, tubuhnya basah kuyup, jubah menempel di kulit. Matanya menatap ke arah makhluk yang bergerak di antara kabut. Sosok itu besar, tubuhnya seperti bayangan yang hidup, menyebarkan hawa dingin yang merayap ke tulang. Matanya hijau pucat, bersinar di tengah hujan, dan setiap gerakannya menggetarkan udara di sekitar. Po di dalam Wuyan bergetar liar, mendorong tubuhnya untuk bereaksi, sedangkan Hun berusaha menahan, menyeimbangkan kesadaran.

Di sampingnya, Liang Yu menahan serangan monster dengan energi qi yang hampir habis. Tubuhnya terpental, jatuh keras di tanah licin. Wuyan berlari, tapi hujan dan terpaan angin memperlambat langkahnya. Rasa takut dan panik menguasai dirinya. Saat Liang Yu tergeletak, Po dalam dirinya secara refleks mencapai fragmen jiwa yang lepas dari temannya. Tanpa sadar, sebagian kecil jiwa Liang Yu masuk ke dalam diri Wuyan.

Sensasi itu aneh, tidak sepenuhnya menyenangkan, tapi tidak sepenuhnya menyakitkan. Ada kehangatan dan tekanan bersamaan, gelombang energi yang merambat di seluruh tubuhnya. Hun menolak, mencoba menahan fragmen asing itu, tapi Po membiarkannya masuk, menimbulkan campuran emosi: rasa bersalah, panik, dan rasa memiliki yang mendalam.

Wuyan menutup mata, merasakan ingatan asing menembus kesadarannya. Suara tawa Liang Yu saat latihan pagi, rasa sakitnya saat terluka, ketakutannya yang tersembunyi — semua itu bukan milik Wuyan, namun kini bercampur dengan jiwanya sendiri. Ada kehadiran lain di dalamnya, berbeda dari bayangan yang selama ini menemaninya, fragmentasi yang nyata. Wajah pertama lahir dari kematian sahabatnya, dan kini Wuyan merasakan bahwa ia tidak lagi sendiri.

Bayangan di sisinya menatap dengan senyum tipis yang tidak dapat ditebak. “Kau mulai memahami,” suara itu terdengar di kepala Wuyan, lembut namun penuh makna. “Ini wajah pertamamu. Fragmen pertama yang kau serap. Kini kau tidak lagi utuh, dan jalanmu baru saja terbuka. Ingat, setiap wajah memiliki kehendaknya sendiri.”

Wuyan menahan napas, merasakan gelombang emosi menekan dada: kesedihan, rasa bersalah, trauma bercampur dengan kekuatan baru yang menempel. Hun mencoba menahan identitasnya tetap utuh, sedangkan Po membiarkan energi Liang Yu menyatu perlahan. Setiap detik terasa seperti tarikan yang memisahkan dirinya dari dunia nyata. Fragmen itu bergerak di dalamnya, hidup, menuntut perhatian dan pengakuan.

Hujan terus mengguyur, dan monster itu mulai menyerang lagi. Kali ini lebih agresif, menargetkan seluruh aula. Wuyan merasakan ketegangan meningkat: tubuhnya harus bereaksi, tetapi Po dan Hun berdebat di dalam dirinya. Po mendorongnya untuk menyerang, untuk memanfaatkan kekuatan fragmen baru, sementara Hun menekannya agar tetap fokus, agar tidak kehilangan kendali atas identitasnya sendiri.

Wuyan menarik napas panjang, mencoba menyatukan energi. Ia menutup mata, membayangkan Liang Yu di dalam dirinya, bukan sebagai teman yang hilang, tetapi sebagai bagian dari dirinya yang harus diatur. Perlahan, energi qi campur dengan fragmen jiwa, dan tubuhnya bergetar, merasakan tarikan dan dorongan yang belum pernah ia alami.

Setiap serangan monster terasa lebih lambat, namun aura fragmentasi jiwa membuatnya kuat. Wuyan dapat merasakan pola serangan, membaca intent makhluk itu melalui insting yang sebelumnya asing: bagian dari Po yang mulai mengenali agresi, dan Hun yang menganalisis logika serangan. Ia menghindar, mengalihkan energi qi, dan serangan monster itu terbendung sejenak.

Namun, ketenangan itu hanya sementara. Serangan berikutnya menghantam dengan dahsyat, dan Liang Yu, meski jasadnya kini tidak lagi utuh di dunia nyata, hadir dalam fragmen yang menempel di Wuyan. Sebagian dari kemarahan, rasa sakit, dan ketakutannya menembus, membuat Wuyan hampir jatuh. Suara batin Liang Yu terdengar samar: “Aku masih di sini... tapi kau harus melindungiku.”

Wuyan menggenggam tangan kosong, mencoba menenangkan gelombang itu. Hun dan Po beradu, tapi kali ini, mereka tidak lagi sepenuhnya bertentangan; ada koordinasi aneh yang muncul dari interaksi dengan fragmen sahabatnya. Ia merasakan kekuatan baru, tetapi bersamaan dengan itu, tanggung jawab yang berat. Fragmen itu bukan hanya energi, melainkan keberadaan yang menuntut pengakuan, dan Wuyan harus belajar menerima sekaligus mengendalikannya.

Monster itu mundur sesaat, seolah menunggu kesalahan berikutnya. Bayangan di sisi Wuyan tetap diam, menatap dengan senyum tipis, menegaskan misteri yang tak dapat dijelaskan. “Setiap wajah akan menguji kesabaranmu. Jangan sampai kau kehilangan dirimu sebelum waktunya,” suara itu berbisik dalam kepalanya, seolah menembus hujan dan angin, menambah ketegangan psikologis.

Wuyan mengangkat tangan, mencoba mengarahkan energi qi. Fragmen Liang Yu merespons, sebagian kesadaran baru muncul, menyatu dengan Po dan Hun. Ia merasakan ingatan-ingatan asing menari di pikirannya, tawa, tangisan, rasa sakit, dan keberanian yang belum ia miliki sebelumnya. Semua bercampur, membentuk sensasi yang membingungkan tapi kuat. Ia menyadari bahwa ini adalah awal dari kemampuan baru — tetapi juga awal dari jalan yang berbahaya.

Rasa bersalah menyeruak. Wuyan menunduk, menatap tanah yang basah. “Aku… aku tidak ingin kau hilang, Liang Yu,” bisiknya, hampir tenggelam dalam suara hujan. Fragmen itu bergetar, memberi tanggapan halus: kehangatan dan kesedihan bercampur. Tidak ada kata-kata yang keluar, namun Wuyan merasakan komunikasi batin yang lebih kuat daripada sebelumnya. Ia kini tahu, jiwa yang diserap memiliki kehendak sendiri, meskipun tersembunyi di dalamnya.

Hujan terus mengguyur, malam semakin pekat. Monster itu kembali menyerang, kali ini lebih brutal. Wuyan harus menggunakan energi gabungan Po, Hun, dan fragmen jiwa Liang Yu. Setiap gerakan dipenuhi ketegangan: salah sedikit, energi bisa lepas, dan fragmen mungkin hilang. Namun, Wuyan mulai merasakan koordinasi yang aneh: Po yang impulsif, Hun yang analitis, dan fragmen jiwa yang emosional, semuanya bersatu dalam satu ritme. Ia dapat menahan serangan, bahkan membalas dengan gerakan yang sebelumnya tak mampu ia lakukan.

Bayangan di sisinya menatap penuh arti. Senyum itu kini lebih jelas, seakan mengakui kemampuan baru Wuyan, tetapi juga memperingatkan akan risiko besar. “Jangan terbuai kekuatan ini. Setiap wajah yang kau serap adalah tanggung jawab, dan setiap tanggung jawab membawa luka,” bisiknya. Wuyan merasakan getaran kata-kata itu menyatu dengan hatinya.

Malam itu berakhir dengan sunyi yang aneh. Monster misterius mundur ke kabut, hujan mulai reda, dan sisa-sisa kehancuran tersisa di aula. Wuyan duduk, tubuh basah dan lelah, tetapi hatinya tak sepenuhnya kosong. Fragmen Liang Yu ada di dalamnya, hadir sebagai kekuatan sekaligus pengingat. Bayangan menatapnya dari sudut gelap, diam, menunggu.

Ia menutup mata, merasakan seluruh energi dalam dirinya: Hun, Po, dan fragmen wajah pertama. Semuanya bergetar bersamaan, mengingatkan Wuyan bahwa hidup dan jiwa kini menjadi satu kesatuan yang rumit. Tangisnya tertahan di dada, perasaan bersalah bercampur dengan rasa ingin tahu, kekuatan, dan ketegangan. Ia sadar, jalan yang ditempuhnya tak akan lagi sama. Fragmen jiwa sahabatnya kini menjadi bagian dari dirinya, dan ini baru awal dari perjalanan panjang yang penuh misteri, fragmentasi, dan penguasaan diri.

Wuyan membuka mata perlahan. Aula kini sunyi, basah, dan penuh aroma tanah serta kayu basah. Hujan telah reda, tetapi udara masih dingin, menusuk tulang. Tubuhnya lelah, namun kepalanya terus dipenuhi sensasi fragmentasi jiwa yang baru lahir. Fragmen Liang Yu berputar di dalam dirinya, menghadirkan rasa sakit dan kenangan bersamaan. Wuyan menekannya dengan tenaga Hun, mencoba menahan emosi agar tidak lepas, namun Po terus mendorongnya untuk merasakan, menerima, memahami.

Ia mengangkat tangan, menutup mata lagi, membiarkan energi jiwa mengalir perlahan. Fragmen pertama bergerak seperti gelombang yang hidup, menuntut perhatian dan pengakuan. Ada perasaan asing yang muncul: takut, rindu, marah, dan hangat sekaligus dingin. Setiap ingatan Liang Yu yang menembus kesadarannya membuat Wuyan tersentak. Ia merasakan tawa sahabatnya di pagi hari, rasa sakitnya saat terluka, bahkan aroma hujan yang menempel pada kulitnya, semuanya kini menjadi bagian dari tubuh dan jiwanya sendiri.

Bayangan di sampingnya tetap diam, menyaksikan dengan senyum tipis yang tidak dapat ditebak. Wuyan tahu, itu bukan sekadar pengamat. Bayangan itu adalah guru sekaligus pengingat: setiap wajah yang diserap memiliki kehendak sendiri, dan fragmentasi jiwa bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kehilangan kendali jika tidak berhati-hati.

Perlahan, Wuyan berdiri. Tubuhnya basah dan dingin, tetapi matanya bersinar dengan tekad baru. Ia melangkah ke arah aula yang hancur, melihat jejak kehancuran: pecahan kayu, genangan air, dan bekas sayatan monster. Fragmen Liang Yu bergerak dalam dirinya, seolah menuntun langkahnya. Setiap langkah membawa ketegangan baru, rasa tanggung jawab yang mendalam. Ia harus melindungi sisa-sisa sekte, tetapi sekarang ia juga harus melindungi fragmen jiwa sahabatnya yang terperangkap di dalam dirinya sendiri.

Suasana sekitar terasa surreal. Cahaya lilin yang basah bergetar, menciptakan bayangan yang menari di dinding. Bayangan Wuyan sendiri tampak bergerak lebih bebas dari sebelumnya, tersenyum dan menyapa fragmen wajah pertama secara halus. Ada interaksi batin yang tak terdengar oleh siapapun: fragmentasi jiwa ini mulai belajar menyesuaikan diri, berkomunikasi melalui sensasi dan emosi. Wuyan menekannya lagi dengan Hun, menahan sebagian rasa kehilangan agar tidak menguasai seluruh dirinya.

Ia menunduk, memejamkan mata, dan mendengar bisikan batin Liang Yu yang lebih jelas dari sebelumnya: “Aku masih bersamamu… tapi kau harus menjadi dirimu sendiri juga.” Wuyan menelan ludah. Kata-kata itu membingungkan, namun menenangkan. Fragmen jiwa itu tidak ingin menggantikan dirinya, tetapi menuntut pengakuan dan keberadaan. Ia merasakan keseimbangan yang rapuh, seolah berdiri di tepi jurang antara identitas asli dan kekuatan baru yang menyatu di dalam tubuhnya.

Hujan yang reda meninggalkan kabut tipis di lantai aula. Wuyan melangkah keluar, menatap gunung yang basah dan berkilau di bawah cahaya bulan yang temaram. Segala sesuatu terasa berbeda: suara gemerisik daun terdengar lebih jelas, angin yang menembus tubuhnya membawa sensasi energi yang aneh, dan setiap langkahnya menimbulkan gema di hati yang penuh ketegangan. Bayangan di sisinya tampak lebih hidup, bergerak seperti entitas yang menunggu instruksi, tetapi tidak pernah menyerang atau mengganggu. Mereka adalah mentor, pengawas, sekaligus misteri yang harus Wuyan pahami.

Wuyan menunduk, menyentuh dada. Fragmen wajah pertama bergerak, menghadirkan kilasan ingatan Liang Yu saat mereka berlatih bersama, tawa dan tangisan, kesalahan dan keberanian. Semua bercampur dalam kesadaran Wuyan, menciptakan gelombang yang sulit diatur. Ia menyadari bahwa kekuatan yang baru lahir bukan tanpa harga: setiap gerakan, setiap keputusan, akan memengaruhi integritas jiwanya sendiri. Po mendorongnya untuk memanfaatkan energi itu, tetapi Hun menuntut kendali. Di antara keduanya, fragmen sahabatnya menjadi jembatan yang rapuh.

Suara batin bayangan muncul lagi, menembus ruang hening di kepala Wuyan: “Kau tidak akan pernah utuh lagi, Wuyan. Setiap wajah adalah ujian. Setiap ujian akan mengubahmu. Jangan biarkan fragmen ini menguasai, tapi jangan juga menolaknya sepenuhnya. Jalanmu adalah keseimbangan.”

Wuyan menarik napas panjang, merasakan tubuhnya penuh ketegangan. Setiap otot menegang, setiap fragmen bergerak. Ia berjalan ke tepi aula, menatap sisa-sisa kehancuran dan langit malam yang mulai terang perlahan. Fragmen wajah pertama menatapnya melalui kesadaran batin, menimbulkan perasaan asing: kombinasi antara kenyamanan dan ketakutan. Wuyan tersenyum tipis, menyadari bahwa ia tidak sendiri, tetapi juga tidak sepenuhnya bebas dari fragmentasi.

Ia mengangkat tangan, merasakan energi qi mengalir melalui Hun, Po, dan fragmen wajah pertama. Semuanya bersatu dalam simfoni yang aneh, memberi kekuatan, kesadaran, dan sekaligus tekanan yang berat. Wuyan menunduk, menatap tangan basahnya, dan berkata pelan, “Aku… akan menjaga semuanya. Tapi aku harus tetap diriku sendiri.” Fragmen bergerak halus, seolah mengangguk, dan bayangan di sisinya tersenyum tipis lagi.

Malam itu berlanjut dengan sunyi yang menegangkan. Wuyan duduk di luar aula, membiarkan tubuh basah dan pikirannya penuh dengan gelombang fragmen jiwa. Ia tahu, jalan yang ditempuhnya kini tak lagi sederhana: ia harus belajar mengendalikan Hun dan Po, menerima fragmen wajah pertama, dan memahami konsekuensi absorpsi jiwa. Setiap langkah ke depan adalah pertaruhan antara kekuatan, identitas, dan tanggung jawab.

Angin malam meniup rambutnya, dan suara bayangan terdengar samar: “Kau sekarang membawa wajah pertama. Jangan takut, tapi jangan juga lupa siapa dirimu. Ini hanyalah permulaan.”

Wuyan menutup mata, membiarkan gelombang emosi dan energi mengalir. Ia merasakan fragmentasi jiwa sebagai bagian dari dirinya sendiri, sekaligus peringatan akan kekuatan yang menakutkan. Hun menenangkan, Po mendorong, dan wajah pertama menuntun. Ketiganya kini bersatu dalam keseimbangan rapuh, memberi Wuyan kekuatan sekaligus rasa takut yang tak bisa dihindari.

Ia mengangkat kepala, menatap langit yang perlahan terang. Gemuruh di kejauhan mengingatkan bahwa dunia luar tetap berjalan, ancaman tetap ada, dan sekte masih perlu perlindungan. Tetapi di dalam dirinya, sesuatu telah lahir: kesadaran bahwa ia kini bukan hanya Shen Wuyan, tetapi juga rumah bagi jiwa sahabatnya, fragmen pertama yang akan menuntunnya pada perjalanan panjang, gelap, dan penuh misteri.

Bayangan di sisinya menatap satu kali lagi, senyum yang kini lebih tegas. “Setiap wajah adalah jalan, Wuyan. Dan kau baru saja memulai perjalananmu.”

Fragmen wajah pertama bergerak di dalam Wuyan, menimbulkan sensasi hangat dan menyakitkan bersamaan. Ia menunduk, menelan napas, dan berkata pelan, “Aku… siap.” Suara itu tidak terdengar oleh dunia, hanya di dalam kesadaran Wuyan sendiri. Ia tahu, malam ini, identitasnya telah berubah selamanya.

1
knovitriana
update Thor, jangan lupa mampir
knovitriana
keren Thor, jangan lupa mampir 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!