Leticia Nathania yang sering di panggil Cia adalah gadis yang sangat cantik dan selalu ceria. Cia selalu di kelilingi oleh orang-orang baik yang sangat menyayanginya. Namun semuanya berubah ketika Cia terpaksa menikahi Carlo karena di jodohkan oleh almarhum kakeknya.
Awalnya Cia ragu menikah dengan Carlo karena melihat sikap pria itu yang terlihat sombong. Tapi akhirnya Cia bersedia juga menikah dengan pria itu karena orang tuanya berusaha dengan keras meyakinkannya. Orang tuanya mengatakan kalau cinta itu akan tumbuh setelah menikah.
Setelah menikah, Cia tinggal satu atap dengan mertuanya. Dan itu bukanlah hal yang mudah, terlebih mertuanya tidak menyukai kehadiaran Cia sebagai menantu.
"Cia, kamu bersenang-senang seharian di kamar dan membiarkan Ibu dan adik bekerja, maksud kamu apa?" tegas Carlo membuat Cia sangat kaget.
Pasalnya Cia yang mengerjakan semua pekerjaan rumah seharian.
Tiba-tiba saja air mata Cia menetes tanpa di minta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MartiniKeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia bukan pembantu.
Lagi-lagi Damian hampir tidak berkedip menatap setiap apa yang di lakukan oleh Cia.
"Udah selesai, sekarang aku antar kakak ke meja makan terus aku mau ganti baju dulu. Kakak kalau mau sarapan duluan saja enggak apa-apa. Tadi aku sudah buatkan makanan kesukaan kakak."
"Kakak tungguin Ticia selesai aja. Kan makannya mau di suapin sama kamu."
Cia mendorong kursi roda Damian menuju ke arah lift dan membawa mereka turun ke lantai bawah. Sampai di ruang makan rupanya masih ada suaminya, Farhan, Ruri dan Meri.
"Cih, si lumpuh turun juga." Meri menyindir Damian, tapi pria itu tidak membalasnya sama sekali.
"Kak Cia, kemarin aku menyuruhmu mencucikan baju-bajuku, tapi kenapa belum kamu cuci? Kamu ini pemalas sekali." Cibir Ruri sembari menatap Cia.
"Cia, baju mama juga tidak kamu cuci kemarin. Kamu ini ngapain aja sih kerjanya? Pantas saja Carlo membencimu," omel Meri.
"Ma-maaf, aku lupa. Kemarin aku sibuk sekali."
Brak!
Damian menggebrak meja dengan cukup keras sampai jantung mereka hampir saja copot.
"Dia menantu di rumah ini, tapi kalian memperlakukannya seperti seorang pembantu. Mulai hari ini kalian tidak boleh menyuruh Ticia mengerjakan semuanya. Dia hanya akan merawatku. Kalau sampai aku lihat kalian menyuruh Ticia lagi, maka kalian akan tahu akibatnya nanti," ancam Damian dengan raut wajah berapi-api.
"Ticia, tolong beritahu pak Udin agar mengambil pesananku di tempat biasa," kata Damian dengan suara lembut pada Cia.
"Baik, kak." Cia lalu meninggalkan Damian.
"Farhan, sebaiknya kau beritahu anak dan istrimu. Jangan hanya diam saja melihat menantumu di perlakukan seperti ini. Kau itu manusia, bukan patung." Kata Damian pada Farhan - papanya sendiri.
Raut wajah Carlo memerah mendengarnya. "Apa maksudmu bicara seperti itu?" tanya Carlo dengan emosi memuncak.
Damian menaikkan satu alisnya menatap tajam Carlo tanpa menjawab sedikit pun.
"Carlo, diam!" Teriak Farhan pada Carlo.
"Pa, kau membelanya?" tanya Carlo, terlihat raut wajah kecewa karena Farhan membela Damian.
"Farhan, kenapa bisa Carlo yang menikah dengan Ticia? Kau harus menjelaskan semuanya padaku dan pada kakek nanti."
"Apa maksudmu bicara seperti itu?" tanya Carlo tidak mengerti.
"Sebaiknya kau tanyakan langsung pada papamu," ujar Damian.
Meri terkejut melihatnya, ternyata Damian tidak seperti yang dia pikirkan, anak itu sangat berani, tidak seperti ibunya.
Tangan Carlo terkepal kuat di bawah sana, rahangnya mengeras, tatapan tajamnya dia layangkan pada Damian yang hanya menatap tanpa ekspresi ke arahnya. Meri dan Ruri tidak berani berkomentar, entah kenapa meraka takut setiap melihat Damian marah.
Mereka langsung melanjutkan makannya ketika Cia datang, dan saat itulah ekspresi Damian berubah tidak seperti sebelumnya. Senyumnya seketika terbit menghias di wajah tampannya. Dan itu tidak luput dari pandangan Carlo. Carlo baru sadar kalau ternyata istrinya sangat cantik sekali. Dengan perasaan yang masih kesal, dia segera bangun dari duduknya dan pergi dari sana. Saat melewati Cia, dia dengan sengaja menabrak bahu Cia hingga terhuyung kebelakang, beruntung tidak jatuh.
Sekarang tangan Damian yang mengepal kuat melihat Cia di perlakukan seperti itu. Sedangkan Cia sendiri hanya menatap punggung Carlo yang sudah menjauh, menghela nafas dan berbalik berjalan kembali ke arah meja makan dan langsung duduk di samping Damian.
"Kakak mau tambahan lauk lagi nggak?"
"Itu saja sudah cukup."
Meri dan Riri saling lirik sekilas mendengar suara lembut Damian yang berbanding terbalik dengan beberapa saat yang lalu.
Cia langsung menyuapi Damian, tanpa canggung sama sekali dengan keberadaan mertua dan adik iparnya.
"Kakak sudah kenyang, sekarang giliran Ticia yang sarapan. Kakak akan menunggumu di sini hingga kau selesai sarapan," ucap Damian sambil menatap Cia.
"Ya sudah, kalau begitu sekarang kakak minum susunya ya!"
Damian tersenyum dan langsung mengambil susu hangat di hadapannya, meneguknya dan langsung habis. Cia mengangkat jempolnya tanda mengapresiasi Damian, karena sebelumnya dia tidak pernah mau minum susu, katanya dia sudah dewasa. Tapi dengan sedikit paksaan akhirnya Damian mau meminumnya.
Dan di belakang pilar, ternyata Carlo melihat semua itu. Dia belum berangkat kerja karena tadi ada yang tertinggal, tapi dia di buat muak saat melihat Damian di suapi oleh istrinya.
'Istrinya?' Sejak kapan dia menganggap Leticia sebagai istrinya?
Hari ini Cia berkunjung ke rumah orang tuanya.
"Cia, papa juga tidak tahu masalah hutang kakek. Kakekmu tidak pernah cerita pada papa selama ini. Papa juga tidak tahu masalah perjodohan yang di buat oleh kakek. Papa juga kaget saat itu, ketika melihat orang suruhan kakek Santoso datang kemari. Jadinya papa terpaksa menyetujui perjodohan itu. Papa cuma tahu kalau kakekmu dan kakek Santoso dari kecil sudah berteman baik. Sabarlah dulu! Kita tunggu kakek Santoso selesai berobat, setelah itu kita tanyakan semuanya."
"Iya, Pa. Mudah-mudahan kakek Santoso cepat pulangnya." Sahut Cia. Wanita itu langsung melamun, memikirkan rumah tangganya.
"Cia!" Dia terkejut saat pundaknya ditepuk kuat oleh Nisa, mamanya.
"Mama bikin kaget aja."
"Siapa yang bikin kaget? Mama dari tadi panggil-panggil kamu, tapi kamu nggak jawab-jawab. Lagian kamu ngapain bengong? Lagi mikirin apa?"tanya Nisa penasaran.
"Gak ada yang bengong, Ma. Ini mama mau kemana?" Mencoba mengalihkan pembicaraan dari Nisa yang kebetulan sudah membawa tas.
"Mama dan Papa mau pergi ke pesta pernikahan anaknya teman papa. Kamu sih kesini di waktu yang tidak tepat. Oh iya, mama lupa bilang, ponsel kamu dari tadi bunyi terus tuh, pasti suamimu yang menghubungimu."
Satu kata yang bisa Cia gambarkan untuk perkataan mamanya, yaitu MUSTAHIL. Karena Carlo saja tidak tahu nomer ponselnya.
"Ya sudah, kalian hati-hati. Jangan ngebut! Inget kata kakek biar lambat asal selamat."
"Ya tenang saja." Sahut papanya.
Cia mengambil tangan mama dan papanya lalu menyalaminya. Setelah mereka meninggalkan rumah, Cia membantu ibunya membersihkan dapur yang belum sempat di bersihkan. Sekitar dua puluh menit, Cia berjalan menuju kamarnya untuk mengambil tasnya. Tadi dia pergi ke kamarnya karena ada yang harus dia ambil.
Begitu membuka pintu, suara dering telepon menyambut kedatangannya dan saat itu barulah dia ingat perkataan mamanya. Bergegas mengambil ponselnya yang dia taruh di dalam tas. Ternyata kakak iparnya yang menghubunginya. Cia menggeser tombol hijau dan menempelkan ponsel di telinganya.
"Ticia?" Cia menjerit mendengar suara serak dari sebrang sana. Saat dia meninggalkan Damian, keadaannya baik-baik saja.
"Kak Damian kenapa suaranya begitu? Habis nangis atau ada yang sakit?"
"Kakak jatuh dari kamar mandi Ticia. Kamu kapan pulang? Kakak sendirian di rumah."
"Maaf, kak. Kalau gitu aku pulang sekarang, terus kakak sekarang masih jatuh atau gimana?" Cia segera menyambar tasnya. Setelahnya dia berjalan tergesa, tidak lupa mengunci pintu rumah orang tuanya. Telinganya masih mendengar keluhan dan kondisi saat ini.
"Aku matiin dulu teleponnya yah kak, ini aku udah mau jalan, janji nggak bakal lama."
Cia ke rumah orang tuanya di antar sama pak Udin, sopir pribadi Damian, dan tentunya itu atas perintah Damian sendiri.
"Iya, kakak tunggu yah Ticia." Kata Damian dan Cia langsung memutuskan sambungannya.
Terima kasih ya krn sudah mampir🙏, jangan lupa like dan komentarnya ya kakak2, biar author tambah semangat nulisnya😊