Mohon dukungan 😁😁
Like,komen dan vote ya cinta 👌👌👌
Aku Mawar Paramitha tidak percaya dengan ada nya Tuhan,Lalu mengapa aku diminta untuk percaya pada CINTA???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma mossely, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10.Pertemuan pertama setelah lima belas tahun 1
Nila dan Panji dibawa kesebuah paviliun tua tepat di belakang kediaman cabang kedua dari Keluarga Paramitha.
Tampak seorang pria tua yang sombong telah menanti mereka di depan pintu gerbang paviliun.
"Kami sudah membawa mereka Tuan Kedua."
Lapor pemimpin dari kelompok pria besar itu,sembari mendorong Nila dan Panji kedepan Tuan Kedua itu.
"Hallo besan,saya adalah Paman bungsu Baskara.Maaf karna membuat Anda dan Putra Anda menjadi ketakutan."
Meskipun Tuan Kedua ini tampak sopan dan anggun saat berbicara,tetapi tatapan sombong nya masih terlihat dengan jelas.
Mendengar jika pria tua ini ada hubungan nya dengan bajingan Baskara,Nila dan Panji yang awalnya ketakutan dan kebingungan menjadi marah.
"Oh , ternyata Anda adalah keluarga bajingan sialan itu.Melihat Anda menculik kami seperti ini,kami jadi ragu untuk bertanya,Apakah keluarga Paramitha Anda sedemikian terkutuk nya sehingga melakukan perbuatan yang tidak bermoral seperti ini?"
Dengan penuh sarkastik,Panji mengucapkan kata-kata tidak menyenangkan dengan nada yang sangat angkuh,yang membuat Tuan Kedua tidak mampu lagi mempertahankan senyum kepura-puraan nya.
"Jaga mulut mu,Anak muda."
Kata nya dengan tatapan mendominasi kearah Nila dan Putranya.
"Kenapa? Apakah apa yang dikatakan oleh Putra ku salah? Memang benarkan,bahwa keluarga kalian ini di penuhi dengan orang-orang yang terkutuk."
Pada saat ini Nila juga berbicara dengan sengit.Dia sudah melupakan rasa takutnya sejak tadi.
"Tolong jaga batasan Anda,karna jika tidak Anda tidak akan dapat bertemu dengan cucu 'kesayangan' Anda."
Ketika Tuan Kedua menyinggung tentang Mawar,Nila dan Panji langsung panik kembali.
"Apa yang akan kalian lakukan terhadap cucu ku?"
Nila bertanya sembari melangkah maju untuk menyerang Tuan Kedua,namun salah seorang pria kekar langsung menghalanginya.
"Lepasss, lepaskan aku.Aku akan membunuh keluarga monster ini."
Nila memberontak dengan kuat ketika dia melihat senyum mengejek yang ditujukan kepada nya.
Panji yang melihat Sang Ibu di perlakukan dengan tidak sopan seperti itu,juga marah.
Dia mengayunkan tongkat nya kearah Tuan Kedua yang perhatian nya sepenuh nya tertuju kepada Ibunya.
Buk
Akhhh
TUAN KEDUAAA
Prakoso,tuan kedua dari keluarga Paramitha.Adik kandung dari Ayah Baskara,kini terjatuh dengan menyedihkan disertai juga dengan hidung yang berdarah.
Para pria kekar itu langsung membantunya berdiri,tentu saja Panji sebagai pelaku tidak akan lolos dari hukuman,Namun meski begitu Panji dan Nila merasa sangat puas.
Prakoso di larikan kerumah sakit,sementara Panji di pukuli dengan menyedihkan.Mereka bahkan dengan sengaja menginjak kaki nya yang mengalami cidera.
Akhhh
Teriakan Panji terdengar sangat memilukan,tetapi para pria itu tidak merasa kasihan sama sekali.
Bahkan Nila sudah pingsan karna syok melihat keadaan menyedihkan Putranya.
"Sudah cukup. Kita hanya diperintahkan untuk memberinya pelajaran,bukan untuk membunuhnya.Lagi pula mereka masih berguna jika mereka masih hidup,agar 'monster' itu mau datang."
Ketua kelompok mereka berkata dengan nada sarkastik.
Begitu saja,Panji dan Ibunya dilemparkan kedalam paviliun tua itu tanpa diobati terlebih dahulu.Mereka kemudian mengunci pintu gerbang,dan mulai berpencar ke pos masing-masing untuk berjaga.
♧♧♧♧♧♧
Baskara tengah duduk dengan angkuh,kemenangan tampak nyata di wajah nya.
Baru saja dia menerima berita jika mantan Ibu mertua dan Adik ipar nya telah sampai di keluarga cabang kedua.
Itu artinya tidak akan lama lagi,anak sialan itu akan datang juga.Dengan begitu apa yang dia cemaskan akhir-akhir ini tidak menjadi kenyataan.
Dia akan tetap menjadi Ayah mertua dari keluarga Wijaya dan pundi-pundi uang nya akan kembali.
Membayangkan hal-hal baik yang menyenangkan,Baskara tidak dapat menahan senyumnya.
"Kita akan bertemu kembali dengan anak yang sudah kita buang selama lima belas tahun,jadi ketika dia datang nanti perhatikan sikap mu.Jangan membuatnya muak,karna bagaimanapun kita lah yang membutuhkan bantuan nya."
Sartika menasehati Putra nya yang selalu gegabah dan angkuh ini.Meskipun pengusiran Hanna dan Putri nya ,lima belas tahun yang lalu merupakan keinginan nya,tetapi Sartika masih memiliki batasan di dalam hati nya.
Dia tidak akan membuat jembatan menjadi hancur lebur,jika jembatan itu masih dapat di perbaiki.
Dia hanya mengkhawatirkan Putra nya yang bodoh ini.
"Seorang anak yang tumbuh tanpa keluarga,tanpa didikan dan tanpa perlindungan.Apa yang mungkin bisa dia lakukan?"
Bukan Baskara,melainkan Aulia yang menanggapi nasehat Ibu mertuanya dengan penuh penghinaan.
Apalagi dia masih tidak setuju jika anak wanita sialan itu menggantikan posisi Putri nya.
"Tutup mulut mu."
Sengit Baskara ,tanpa di ucapkan pun semua orang juga mengetahui jika monster itu nyaris hidup seperti Anak liar.Tetapi tidak bisakah wanita ini tidak mengucapkan nya dengan lantang?
"Justru karna dia hidup seperti itu,maka dia tidak memiliki banyak kekhawatiran didalan hidupnya.Apalagi kita menggunakan Nenek dan Paman nya sebagai sandra.Kalian harus mampu menahan diri jika ingin ini semua berjalan lancar.Jika saja dia mengacau di keluarga Wijaya,maka tamat lah kita."
Sartika berkata dengan lembut namun siapapun dapat mengetahui ada peringatan didalam ucapannya.
"Tenang saja Ibu, aku akan memastikan jika semua berjalan dengan lancar."
Baskara berkata dengan penuh keyakinan.
Namun Aulia di sisinya masih saja tidak terima,tetapi dia memilih diam.
Didalam hati dia sudah mulai menyusun rencana untuk membuat anak liar itu tersiksa ketika sampai disini.
Ingin menikmati kemewahan milik Putrinya?
Langkahi dulu mayat nya.
♧♧♧♧♧♧
Mawar tidak langsung berangkat menuju Ibu Kota,melainkan menyelesaikan urusan nya terlebih dahulu.
Dia pertama-tama menemui Bibi Jane.
"Bibi Jane !"
Panggilnya dari luar pintu,tidak lama kemudian Bibi Jane langsung keluar dari rumah nya dengan terburu-buru.
Lalu Bara juga keluar pada saat ini,kebetulan dia baru saja pulang kerja.
"Ada apa Mawar? Dimana Nenek dan Paman mu?"
Kekhawatiran di wajah Bibi Jane tidak palsu sama sekali,dia memang benar-benar khawatir kepada Nenek dan Paman nya.
"Memang kemana Nenek dan Paman Bu?"
Bara yang sama sekali tidak mengetahui kejadian tadi pagi,bertanya dengan penuh kebingungan.
"Aku akan ke Ibu Kota untuk waktu yang tidak di tentukan Bi.Aku ingin meminta tolong kepada Bibi,bisakah kita berbicara di dalam saja?"
Tanya Mawar sembari menatap kearah para tetangga yang penasaran dengan pembicaraan mereka.
Bibi Jane dan Bara juga mengikuti pendangan mata Mawar dan langsung memahami maksud nya.
"Baik, baik ayo masuk."
Bibi Jane buru-buru mempersilahkan Mawar masuk kedalam rumah nya,sementara Bara langsung menutup pintu agar para tetangga tidak ada yang melihat dan mendengar percakapan mereka.
"Jadi apa yang bisa aku wanita tua lakukan untuk mu,Nak?"
Tanya Bibi Jane begitu mereka masuk kedalam rumah.
Mawar tidak langsung menjawab,melainkan mengeluarkan sebuah bungkusan berwarna hitam tebal dari perutnya yang ditutupi hoodie tebal berwana sama.
Buk.
"Aku akan merenovasi rumah Nenek ku,didalam bungkusan ini ada uang dan gambar desain rumah yang aku ingin kan,Dan aku ingin Bibi dan Bara mengawasi pembangunan nya.Aku sudah meminta tukang untuk datang hari ini.Jika uang nya kurang,Bara dapat menghubungi ku langsung,aku akan pergi sedikit lebih lama dari biasanya.Jadi Bibi,Apakah Bibi bersedia membantu ku?"
Penjelasan panjang lebar Mawar tidak di dengar sama sekali oleh Bibi Jane,karna matanya terpaku pada tumpukan uang yang hanya dibungkus dengan kantong plastik berwarna hitam oleh Mawar.
'Betapa cerobohnya anak ini?'
Jiwa kemiskinan Bibi Jane meronta-ronta.
"Bu." panggil Bara menyadarkan Ibunya dari kesurupan.
"Ah eh iya." Bibi Jane tampak linglung.
Huh.
Bara mengalihkan pandangan nya kepada wanita yang sudah menempati hatinya ini.
"Jika kau mempercayai kami maka aku akan memastikan semuanya berjalan sesuai keinginan mu.Tapi, Apakah semua baik-baik saja Mawar? Apakah kau butuh bantuan ku?"
Meski agak ragu jika Mawar membutuhkan bantuan nya,mengingat betapa hebatnya Mawar hari itu.Tetapi sebagai seorang pria yang sudah diam-diam mencintai nya sejak lama,Bara masih ingin menawarkan bantuan nya kepada Mawar.
"Aku hanya butuh bantuan mu disini.Untuk yang lain,tidak perlu."
Meski sudah memperhitungkan penolakan Mawar,tetapi tetap saja Bara merasa kecewa.
"Baiklah."
Bara tersenyum kearah Mawar dengan manis nya.
Mawar berbicara sedikit lagi sebelum memutuskan untuk pergi di bawah tatapan linglung Bibi Jane.
Mawar segera pergi menuju stasiun Kereta Api bawah tanah.
Dari sana dia akan berangkat menuju Ibu Kota.
Dia mengirim pesan kepada nomor tanpa nama di ponsel nya.
siapkan hotel untuk ku,aku akan sampai dalam waktu kurang dari tiga jam.
Lalu tanpa menunggu respon dari seberang sana,Mawar memasukkan ponsel nya kedalam saku hoodie nya.
'Nenek dan Paman,tunggu aku.'
Batin nya.
Mata nya memandang sepanjang jalan dengan linglung.
Dia kembali teringat ketika dia dan Ibunya berangkat menuju ke desa Bulan dengan menggunakan Kereta Api yang masih jelek dan tidak nyaman.
Bagaimana Ibu nya harus melindungi nya dari desakan orang-orang banyak,karna pada masa itu Kereta Api tidak memiliki fasilitas baik seperti saat ini.
Mereka yang kedinginan,makanan yang dicuri dan juga dirinya nyaris diculik oleh sindikat perdagangan manusia.
Jika mengingat kembali masa itu,Mawar semakin merasakan kerinduan yang besar terhadap Ibu nya.
"Kini aku kembali ke tempat yang menjadi sumber kemalangan kita Bu.Aku akan membuat mereka membayar rasa sakit mu."
Mawar memutuskan memejamkan mata nya sembari menghabiskan waktu tiga jam diatas Kereta.
Yang Mawar tidak ketahui adalah seorang pria tampan yang memiliki pesona playboy yang kuat tengah tersedak ketika membaca pesan dari nya.
Uhuk uhuk
"Sial !!!" pekik nya sembari berdiri.
"Boy !!!!" jerit nya kepada sekertaris pribadi nya yang tengah duduk tepat di hadapan nya.
"Kenapa Anda sepanik itu Tuan?"
Pria bernama Boy itu bertanya dengan tenang sembari mengelap tumpahan kopi yang membasahinya.