Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua kemungkinan selingkuh atau cemburu
"Apa maksud kamu menawarkan hal seperti itu pada saya?" tanya Ramon sedikit kesal.
"Karena sepertinya dalam waktu dekat pak Ramon akan segera bercerai," jawab Hansel menyebalkan. Ia masih menyengir padahal Ramon sudah siap melayangkan kepalan tangannya.
"Pak Ramon pasti tahu bahwa kantor hukum Michio tidak pernah kalah dalam pengadilan. Jika kesempatan ini pak Ramon lewatkan, kami akan mengambil gugatan yang berlawanan."
"Omong kosong, saya tidak ada niatan untuk bercerai." Ramon melanjutkan langkahnya, menabrak pundak Hansen yang masih saja terkekeh.
Pagi-pagi Ramon sudah dibuat kesal oleh orang asing yang dia yakini hanya menyamar sebagai orang kantor hukum Michio. Kantor hukum yang bahkan sering menolak klien sebab kasus terlalu banyak, malah mengemis sebuah kasus, tidak dapat dipercaya.
Sedangkan di belahan dunia lainnya, yaitu di kebun binatang. Suara tawa anak-anak memenuhi kebun binatang tersebut. Apalagi ketika mereka berjalan menuju kandang jerapah.
"Nak jangan lari-lari nanti jatuh," tegur Diandra pada siswanya.
Belum selesai menegur yang lain, satu anak lagi berulah dengan memanjat pagar. Ia mengedarkan pandangannya dan tidak menemukan guru pendamping maupun orang tua selain Gerald.
"Biar saya yang memanggilnya." Gerald beralih menghampiri anak yang hendak memanjat pagar.
"Hayo ketahuan manjat pagar, ayo kita gabung sama bu guru, nanti kalau tahu bu gurunya marah," ujar Gerald.
Diandra yang melihat dan mendengar hal tersebut tersenyum. "Terimakasih pak Gerald. Sepertinya bapak sudah bisa menjadi asisten saya," candanya.
"Tawaran yang bagus, apa saya harus mengundurkan diri sebagai pengacara?" balas Gerald.
Keduanya pun tertawa sambil mengawasi anak-anak. Sesekali Gerald membantu Diandra.
"Bian jangan terlalu dekat," ujar Diandra ketika melihat anak didiknya menjulurkan tangan hendak memberikan wortel pada jerapah.
"Bian mau elus kepalanya, bu gulu."
"Nggak boleh Nak, nanti penjaganya marah."
"Tapi Bian mau."
"Kata bu guru nggak boleh, bahaya buat Bian," celetuk Gerald ikut berjongkok di samping Abian.
"Bahaya ayah?"
"Iya bahaya, Bian hanya boleh memberi makan."
Abian pun mengulurkan wortel dibantu oleh Diandra. Sedangkan Gerald pindah posisi di sisi lain bu guru demi membantu anak yang tengah kesusahan. Sesekali punggung tangan mereka bersentuhan dan Gerald merasakan debaran aneh pada jantungnya, terlebih ketika menoleh dan mendapati Diandra menatapnya.
"Terimakasih sudah membantu pak Gerald."
"Sama-sama."
Ketika jam pulang siswa telah tiba, anak-anak pun di arahkan untuk berbaris rapi. Mengabsen satu persatu ketika naik ke bus.
"Pak Gerald ingin menyampaikan sesuatu?" tanya Diandra yang mulai peka dengan gerak gerik Gerald yang seolah ragu berbicara.
"Hanya ingin mengucapkan terimakasih sebab membuat Abian selalu tersenyum setiap saat. Sebelum tidur Abian selalu membicarakan bu Guru."
"Itu sudah tugas saya pak."
"Tapi tugasmu itu disalah artikan oleh putraku dan aku sendiri Diandra," batin Gerald.
***
Diandra pulang kerumah dengan rasa lelah yang tidak bisa didefinisikan. Hatinya bahagia tetapi tidak dengan raganya yang terasa remuk menemani anak-anaknya bermain hampir seharian.
Mengira pulang kerumah bisa beristirahat pada kenyataanya ia disambut oleh pesta kecil-kecilan mama mertuanya.
"Menantu kamu kan Helena?" tanya teman mama mertuanya.
"Iya."
Sayup-sayup Diandra mendengar pembicaraan itu.
"Pantas saja tidak hamil-hamil orang dia sibuk bekerja. Perempuan itu di rumah. Kata dokter ya, kalau terlalu lelah perempuan sulit hamil."
Diandra menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan langkahnya tidak ingin menguras tenaga meladeni teman-teman mertuanya yang selalu membicarakan dia.
"Kalau aku jadi kamu ya, sudah aku minta Ramon menceraikannya. Buat apa mempertahankan wanita seperti itu."
"Iya, apalagi tidak ada rasa syukur, masih saja bekerja dengan penghasilan kecil padahal suaminya kaya raya. Bikin malu saja."
"Bagaimana lagi, Ramon sangat mencintainya," jawab mama mertua Diandra.
"Istirahatlah Diandra, tidak perlu memikirkan ucapan mereka. Selama suamimu mencintaimu nggak ada yang perlu kamu takutkan," gumamnya menyugesti diri sendiri agar tidak stres dengan tuntutan mertua dan orang-orang sekitarnya.
Terlalu lelah Diandra sampai tertidur dan baru bangun ketika merasakan sebuah kecupan di pipinya. Ia tersenyum mendapati wajah tampan sang suami.
"Mas baru pulang?"
"Hm, sepertinya kamu sangat lelah sampai ketiduran."
"Iya Mas, hari ini tubuhku terasa remuk menemani anak-anak studi tour, untung saja ada beberapa orang tua yang ikut sehingga membantuku menjaga anak-anak."
"Termasuk pengacara itu?" tanya Ramon sembari melepas kemejanya membelakangi Diandra yang duduk diranjang masih mengumpulkan nyawa.
"Iya, pak Gerald banyak membantu aku. Kalau bukan dia ...."
"Dan kamu senang?" Ramon berbalik dengan raut wajah kesalnya. "Kamu senang dia membantumu? Kalian berduan merawat anak-anak seperti sepasang kekasih?"
"Mas? Masa iya hanya seperti itu mas cemburu. Lagian hati aku nggak semudah itu berpindah."
"Benar kata mama seharusnya kamu tinggal di rumah saja tidak perlu bekerja. Lagian gajimu di sana tidak seberapa."
"Tapi aku bekerja bukan karena gaji Mas."
"Tapi karena mau dekat dengan laki-laki?"
"Mas lagi-lagi terpengaruh ucapan mama."
"Selalu saja jika kita bertengkar kamu menuduh mama adalah biang masalah."
"Aku akan menyiapkan makan malam untuk mas." Diandra beranjak dari tempat tidur dan hendak meninggalkan kamar. Namun, langkahnya berhenti karena ucapan sang suami.
"Mas tidak mau tahu, kamu harus berhenti bekerja!"
"Akhir-akhir ini mas selalu curiga padaku, apalagi jika menyangkut pak Gerald yang bahkan bukan siapa-siapa dalam hidup aku." Diandra berbalik dan menatap suaminya.
"Ada dua kemungkinan. Mas cemburu karena memang sangat mencintaiku dan takut kehilangan aku, atau mas melakukan hal yang sama sehingga mencurigaiku melakukannya juga."
.
.
.
.
Kemungkinan yang mana nih mas Ramon?
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣