NovelToon NovelToon
Gadis Centil Milik CEO Dingin

Gadis Centil Milik CEO Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: siti musleha

Di dunia ini, tidak semua kisah cinta berawal dari tatapan pertama yang membuat jantung berdegup kencang. Tidak semua pernikahan lahir dari janji manis yang diucapkan di bawah langit penuh bintang. Ada juga kisah yang dimulai dengan desahan kesal, tatapan sinis, dan sebuah keputusan keluarga yang tidak bisa ditolak.

Itulah yang sedang dialami Alira Putri Ramadhani , gadis berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus SMA. Hidupnya selama ini penuh warna, penuh kehebohan, dan penuh canda. Ia dikenal sebagai gadis centil nan bar-bar di lingkungan sekolah maupun keluarganya. Mulutnya nyaris tidak bisa diam, selalu saja ada komentar kocak untuk setiap hal yang ia lihat.

Alira punya rambut hitam panjang bergelombang yang sering ia ikat asal-asalan, kulit putih bersih yang semakin menonjolkan pipinya yang chubby, serta mata bulat besar yang selalu berkilat seperti lampu neon kalau ia sedang punya ide konyol.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siti musleha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10 : Rumah Bukan Berarti Tenang

Malam itu udara kota mulai dingin, tapi di rumah besar Adrian suasananya justru ribut. Sumber keributan itu tentu saja: Alira.

Di ruang keluarga, ia duduk bersila di sofa empuk, memelototi layar TV besar yang sedang menayangkan drama Korea. Tangannya sibuk memegang sebungkus keripik, sementara mulutnya mengunyah tanpa henti.

“Ya ampun, oppa! Jangan nikahin dia! Nikahin aku aja!” teriak Alira sambil menunjuk layar.

Adrian yang baru saja turun dari lantai dua dengan kemeja santai hanya bisa menatap dengan wajah datar. “Kau bicara pada televisi?”

Alira menoleh, tersenyum lebar dengan mulut penuh keripik. “Hehe, iya. Aku tuh ngerasa dipanggil jiwaku sama oppa ganteng di TV ini.”

“Kau aneh.” Adrian berjalan melewatinya, menuju meja bar kecil untuk menuangkan segelas air.

“Aku unik, bukan aneh.” Alira berdiri, mengangkat dagu tinggi-tinggi seolah pidato. “Unik itu mahal, tahu!”

Adrian hanya menggeleng, duduk di kursi baca dengan tablet di tangan. Ia mencoba fokus pada laporan yang dikirim asistennya, tapi suara Alira lebih nyaring daripada TV.

Tak lama kemudian, Alira melompat ke sofa sebelah Adrian. “Hei, Adrian.”

“Apa lagi?”

“Kamu sadar nggak kalau kita ini kayak drama juga?”

Alis Adrian bergerak sedikit. “Maksudmu?”

“Kamu CEO dingin, aku gadis centil yang dipaksa nikah sama kamu. Mirip banget sama plot drama-drama itu!”

Adrian melirik sekilas. “Sayangnya ini bukan drama. Ini kenyataan, dan kenyataannya, saya butuh ketenangan malam ini.”

Alira langsung menyenderkan kepala ke bahu Adrian. “Yaudah, aku bakal tenang… asal di sini.”

Adrian menegang. Bahu yang biasanya dingin itu kini jadi tempat kepala seorang gadis 18 tahun dengan aroma sampo stroberi.

“Alira,” suara Adrian rendah, “jangan lakukan itu.”

“Kenapa? Nggak boleh istri nyender di bahu suaminya?” Alira mengedip, suaranya dibuat manja.

Adrian menarik napas panjang, menegakkan tubuh. “Kau akan membuat saya sulit berkonsentrasi.”

“Hehehe,” Alira terkekeh, merasa menang.

Beberapa menit kemudian, Alira bangkit, berlari kecil ke dapur. Adrian mengira ia sudah bosan, tapi ternyata gadis itu kembali dengan celemek bergambar kelinci.

“Aku mau masak mie instan!” katanya penuh semangat.

Adrian menatap celemek itu. “Kau bahkan tidak bisa memasak nasi dengan benar.”

“Makanya aku mulai dari mie instan. Semua orang bisa!”

Lima belas menit kemudian, aroma mie instan menyebar. Alira muncul dengan mangkuk besar, meletakkannya di meja depan Adrian.

“Jeng jeng! Mie instan spesial ala chef Alira!”

Adrian menghela napas. “Kau membuat dapur seperti medan perang hanya untuk ini?”

Alira menyodorkan sendok ke mulutnya. “Coba dulu, jangan banyak komentar.”

Dengan malas, Adrian menyesap kuahnya. Seketika wajahnya berubah.

“…Pedas sekali.”

“Yap! Itu mie instan level 10 cabai. Biar kamu lebih kuat!”

Adrian menatapnya datar. “Kau mau membunuh saya?”

Alira tertawa keras sampai terbatuk-batuk. “Hahaha! Ekspresimu priceless banget! Aku harus foto nih.” Ia meraih ponsel, mencoba memotret, tapi Adrian langsung menarik sendok dari tangannya.

“Berhenti mempermalukan saya.”

“Tapi kamu lucu kalau kepedasan.”

Setelah kegaduhan dapur, mereka kembali ke ruang keluarga. Alira membentangkan selimut besar, lalu duduk melingkar di lantai.

“Ayo, main truth or dare!” serunya.

Adrian menatapnya lama. “Saya tidak punya waktu untuk permainan kekanak-kanakan.”

“Pleaseee… sekali aja. Kalau kamu menang, aku janji nurut sehari penuh.”

Itu membuat Adrian berpikir sebentar. Alira nurut sehari penuh? Terdengar seperti janji palsu, tapi entah kenapa ia penasaran.

“…Baiklah. Tapi satu ronde saja.”

“Deal!” Alira tersenyum lebar. “Truth or dare, Adrian?”

“Truth.”

Alira mengedip nakal. “Pernah nggak kamu naksir seseorang?”

Adrian menatapnya datar. “Pertanyaan bodoh. Semua orang pernah.”

“Eeeh, tapi aku pengen tau siapa!”

“Itu rahasia.”

“Astaga! Kamu curang.”

“Sekarang giliran saya. Truth or dare?”

“Dare!” jawab Alira cepat.

Adrian menatapnya tajam. “Berhenti memakan keripik selama tiga hari.”

Alira langsung menjerit dramatis. “Tidakkk! Itu lebih kejam daripada penjara!”

Adrian tersenyum tipis untuk pertama kalinya malam itu. “Saya menang.”

Alira meringis, lalu mendekat dan menunjuk wajah Adrian. “Hei, kamu senyum ya barusan? Aku liat!”

“Itu hanya refleks.”

“Tapi tetep aja, aku berhasil bikin kamu senyum!”

Waktu hampir tengah malam. Adrian hendak naik ke kamarnya ketika Alira tiba-tiba menahan lengan bajunya.

“Adrian…”

“Apa lagi?”

“Kalau misalnya aku jatuh cinta sama kamu… kamu bakal gimana?”

Adrian berhenti sejenak, menatap mata gadis itu. Pertanyaan polos, tapi nadanya serius.

Namun sebelum ia sempat menjawab, Alira malah terkikik. “Santai aja, aku cuma bercanda. Good night!”

Ia berlari ke kamarnya, meninggalkan Adrian berdiri diam di tangga dengan ekspresi sulit dibaca.

Di balik pintu kamarnya, Alira memeluk bantal. Senyum tak mau lepas dari wajahnya. “Hehehe… aku suka lihat wajahnya tadi. Dia kaku banget, tapi matanya… kayak bingung. Itu lucu.”

Di kamar sebelah, Adrian duduk di tepi ranjang, menatap kosong. “Kenapa saya… hampir menjawab serius?”

Malam itu, keduanya sulit tidur, masing-masing dengan pikirannya sendiri.

Dan entah sadar atau tidak, jarak dingin antara mereka perlahan mulai mencair.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!