NovelToon NovelToon
The Fugazi Code : A Psychopath'S Obsession

The Fugazi Code : A Psychopath'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Bymell

Judul : The Fugazi Code : A psychopath's obsession Elric Dashiel adalah seorang psikopat yang mempunyai penyakit Dissociative Identity Disorder atau yang biasa disebut kepribadian ganda. Penyakit langka yang dialaminya itu terjadi karna trauma masa kecilnya yang penuh kegelapan, kesakitan dan darah. Karena masa kecil nya yang kelam tentu saja ia tak pernah diajarkan tentang salah atau benar menurut pandangan orang normal. Tidak pernah diajarkan tentang perasaan sedih atau senang. Sakit atau nyaman. Apa lagi tentang cinta, baik tentang cinta dari orang tua keanaknya, atau kelawan jenis. Ia terlalu mati rasa untuk mengerti tentang perasaan-perasaan aneh itu. Sampai ketika ia bertemu Hannah Zeeva. Seorang gadis yang ia culik dari salah seorang yang pernah berhutang pada gengnya. Gadis itu benar-benar membuat Elric yang sudah gila menjadi lebih gila. Ia mencintai gadis itu, lebih dari ia mecintai dirinya sendiri dengan segala keegoisannya. Ia tak peduli jika gadis itu tersiksa atau bahagia, suka atau tidak dengan kehadirannya. Yang ia tau, ia ingin selalu bersama gadis itu. Melindungi dan menjaganya dengan benteng pertahanan terkuatnya. Sayangnya Hannah tidak pernah menyukai setiap cara Elric yang selalu berkata akan menjaganya. Ia terlalu mengekang Hannah seolah-olah Hannah adalah peliharaannya. Bahkan Elric beberapa kali berusaha membunuh Jack. Satu-satu sahabat yang Hannah punya dan ia pecaya. Jackson yang selalu melindungi dan mencintai Hannah selayaknya orang normal, yang tentunya sangat berbeda dengan cara Elric mencintai Hannah. Bagaimana akhir kisah cinta segitiga yang rumit mereka? Bagaimana cara Hannah menghancurkan Aliansi besar Elric bermodal nekadnya? Baca selengkapnya cerita mereka yang penuh pertumpahan darah untuk lepas dari jeruji besi yang diciptakan oleh Elric Dashiel. ******** FYI guys, cerita ini sudah pernah ku publish di APK W. Dengan judul The Chiper | Shit Fugazi versi Fanfiction. Jadi bukan plagiat yaa.. Happy reading, End enjoyyy... Elric Dashiel as Park Chanyeol Hannah Zeeva as Lee Hana Jackson Hobbard as Seo Kangjun. Lucas Carver as Oh Sehun. Philip Hobbard as Lee Jinwook. Lucius Myron as Kim Jong In Miko Parker as Mino

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bymell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Suasana baru

...Happy reading\~...

Begitu Hannah melangkah lebih jauh ke dalam halaman kampus, suasana seketika berubah.

Beberapa mahasiswa yang sedang duduk di bangku taman menoleh hampir bersamaan, lalu mulai berbisik-bisik.

“Apakah itu mahasiswa baru?”

“Pakaian yang dikenakannya seperti dari majalah.”

“Itu tas… edisi terbatas, bukan?”

Hannah merasa tatapan mereka bukan sekadar kagum, melainkan juga penuh rasa ingin tahu.

Ia mengenakan blus sutra berwarna krem yang jatuh sempurna di bahunya, rok midi dengan potongan rapi, sepatu hak sedang buatan perancang ternama, dan di lengannya tergantung tas bermerek yang harganya setara biaya kuliah satu semester. Semua itu tentu saja pemberian Elric, atau lebih tepatnya, semacam seragam tak resmi yang diwajibkan kepadanya.

Seorang mahasiswi berambut ombre mendekat terlebih dahulu. “Hai, kamu Hannah, bukan? Mahasiswa baru di program bahasa?”

Hannah mengangguk sopan. “Benar.”

Wajah gadis itu langsung berbinar. “Aku Tara. Jika membutuhkan bantuan, silakan hubungi aku. Oh, ini teman-temanku.”

Tak butuh waktu lama sebelum beberapa orang lain ikut mengerumuninya, memperkenalkan diri sambil menatap penuh rasa ingin tahu.

“Aku dengar walimu… salah satu sponsor terbesar di kampus ini,” bisik seorang mahasiswa berkacamata. Meski berusaha terdengar santai, nada suaranya mengandung keingintahuan yang jelas.

Hannah hanya tersenyum tipis. “Begitulah.”

Dalam hati, ia menyadari jurang besar antara sambutan hangat ini dengan kenyataan sesungguhnya. Semua keramahan itu bukanlah karena mereka mengenal pribadinya, melainkan karena bayang-bayang nama besar dan kekuatan uang yang melindunginya.

Dari kejauhan, Hannah menoleh sekilas. Mobil hitam itu masih terparkir di bawah rindang pohon, nyaris tersembunyi, tetapi ia tahu Lucius masih mengawasinya.

Di kampus, ia tampak seperti mahasiswa yang disanjung. Namun, di sisi lain, ia hanyalah milik seseorang.

Langkah Hannah terhenti di depan pintu kelas. Suara riuh mahasiswa yang bercampur tawa dan sapaan terdengar jelas dari dalam.

Ia menarik napas pelan, menata raut wajahnya agar tetap tenang. Ketika pintu digeser, hampir semua kepala menoleh.

Beberapa mahasiswa langsung berbisik-bisik, sebagian hanya menatap sekilas lalu kembali pada kegiatan masing-masing. Hannah memilih tempat duduk di barisan tengah, cukup jauh dari jangkauan tatapan langsung, namun tetap strategis untuk memperhatikan dosen.

Tak lama kemudian, seorang pemuda memasuki kelas. Tingginya menjulang, bahunya bidang, dan senyum yang ia bawa seolah mampu menghangatkan ruangan. Rambutnya sedikit berantakan namun justru menambah kesan santai.

Ia memindai ruangan sejenak sebelum berjalan mendekat ke arah Hannah.

“Hai, kau gadis waktu itu, bukan?” suaranya rendah dan hangat.

Hannah menoleh kesumber suara, matanya mengerjap beberapa. Berusaha mengingat pemuda di depannya yang tampak tidak asing."Ahh, Ya.” Hannah ingat, dia pemuda yabg pernah ia temui di club waktu itu.

“Aku Jack,” pemuda itu mengulurkan tangan dengan senyum ramah. “Kita satu kelas sekarang, kuharap bisa lebih akrab denganmu.”

Tatapan Hannah sempat jatuh pada tangan yang terulur itu, besar, hangat, dan terlihat tulus. Namun ia tidak menyambutnya. Sebaliknya, ia hanya tersenyum tipis lalu merapikan buku di mejanya.

“Maaf, aku harus menyiapkan catatan,” ujarnya singkat, kemudian mengalihkan pandangan ke papan tulis.

Jack sempat terlihat terkejut, tapi senyum ramahnya tidak pudar. Ia hanya mengangguk dan melangkah menuju kursi di barisan depan.

Hannah sebenarnya sangat senang dengan sambutan ramah orang-orang disana, walau tampak dingin dan menjaga jarak. Tapi pikirannya berputar cepat mengingat aturan tak tertulis yang Lucius tanamkan. Tidak ada teman dekat. Tidak ada kepercayaan pada siapa pun. Serta jaga jarak dari semua orang.

Ketika dosen mulai berbicara, Hannah berusaha fokus pada materi. Namun dari sudut matanya, ia sesekali menangkap Jack yang menoleh ke belakang, seolah masih menyimpan rasa ingin tahu.

Ia menunduk, menulis catatan dengan huruf rapi. Di dunia ini, ia adalah mahasiswa baru yang terlihat anggun dan tenang. Tetapi di dunia lain, ia hanyalah pion dalam permainan seseorang, pion yang tidak diizinkan memiliki hubungan, bahkan sekadar pertemanan.

Jam istirahat tiba. Riuh rendah suara mahasiswa memenuhi lorong dan halaman kampus. Hannah berjalan perlahan menuju halaman depan, berniat mencari tempat yang tenang. Namun, langkahnya terhenti ketika suara ceria memanggil dari belakang.

“Hei!” Jack melambai sambil berlari kecil mendekatinya. Senyumnya lebar, seperti tidak pernah kehabisan energi. “Kebetulan sekali! Aku ingin menunjukkan kantin kampus padamu. Kau sudah tahu letaknya?”

Hannah menoleh sekilas. “Belum.” Jawabannya singkat, datar, dan tanpa ekspresi berlebih.

“Bagus, berarti aku bisa jadi pemandu hari ini.” Jacks tertawa ringan, lalu berjalan di sampingnya seolah mereka sudah akrab. Ia menunjuk beberapa ruangan yang mereka lewati, menyebutkan namanya satu per satu, bahkan menambahkan cerita singkat tentang dosen-dosennya.

Sesampainya di kantin, aroma makanan langsung menyambut. Deretan mahasiswa mengantre dengan tertib, beberapa menoleh dan berbisik sambil menatap Hannah. Penampilan modisnya, gaun sederhana namun jelas mahal, tas kulit asli, dan sepatu berlabel internasional membuatnya mencolok di antara kerumunan. Ditambah lagi, rumor tentang “wali” nya yang menjadi sponsor besar kampus itu telah lebih dulu menyebar.

Jack berdiri di belakang Hannah saat mereka mengantre. “Kau ingin makan apa? Di sini favoritnya sup krim jagung dan sandwich ayam,” katanya ramah.

Hannah hanya menatap menu sekilas. “Sup krim,” jawabnya singkat.

Mereka mengambil makanan, lalu duduk di salah satu meja dekat jendela. Sebelum suapan pertama, Hannah melihat Jack dan berkata pelan.. "Namaku, Hannah.." Jack menoleh, dan tersenyum manis. "Nama yang indah." Seru nya dan menyeruput Sup di depannya. Jack mencoba memancing percakapan dengan menanyakan hal-hal ringan. Seperti asal Hannah, alasan ia memilij jurusan nya, bahkan hobinya. Namun, Hannah hanya menjawab seperlunya. Tidak dingin, tapi cukup untuk menjaga jarak.

Di dalam hatinya, ia sadar bahwa senyum dan keramahan Jack terasa hangat, namun bayangan dunia yang menunggunya di luar gerbang kampus, dunia milik Elric membuatnya tetap waspada.

Sore nya, saat jam kuliah selesai. Hannah melangkah pelan menuju mobil hitam yang telah menunggunya di gerbang kampus. Lucius berdiri di sisi pintu, memerhatikannya seperti biasa dengan sorot mata dingin yang membuat Hannah mengatur napas sebelum masuk.

Perjalanan pulang terasa hening, hanya deru mesin yang terdengar. Setibanya di markas, Hannah langsung bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, entah tatapan tajam atau kalimat singkat penuh teguran dari Elric. Ia masih terbayang tentang Jack yang cukup nekat menemaninya sepanjang siang.

Namun, ketika pintu ruang makan terbuka, yang menyambutnya bukanlah kemarahan. Elric duduk di ujung meja makan yang panjang, jasnya masih terlihat rapi, dan seulas senyum tipis yang entah mengapa justru terasa menggetarkan menghiasi wajahnya.

“Duduk. Makanlah,” ujarnya singkat, nada suaranya terdengar tenang namun tetap mengandung wibawa yang tak bisa diabaikan.

Hannah menelan ludah, lalu duduk di kursi yang telah disiapkan. Piring berisi steak dan sayuran hangat terhidang di depannya.

“Bagaimana hari pertamamu?” tanya Elric sambil memotong dagingnya.

Hannah mengangkat pandangannya sejenak, mencoba mencari tanda-tanda apakah ia harus menyensor jawabannya. “Baik,” jawabnya pelan, namun cukup jelas.

Elric berhenti sejenak, lalu menatapnya langsung. Senyum itu kembali muncul, kali ini sedikit lebih lebar, meskipun masih terkendali. “Bagus.”

Tidak ada interogasi, tidak ada pertanyaan lanjutan. Hanya keheningan yang diisi oleh bunyi sendok garpu, namun suasananya berbeda, lebih hangat daripada yang pernah Hannah rasakan di rumah itu.

Malam itu, mereka melanjutkan makan bersama, masing-masing larut dalam pikirannya sendiri. Hannah menyadari, senyum Elric yang jarang muncul itu justru membuatnya semakin sulit membaca tentang pria itu.

...To be continue ...

1
Người này không tồn tại
Bikin deg-degan tiap babnya.
bymell: Terimakasih sudah mampir
total 1 replies
Coke Bunny🎀
Belum update aja saya dah rindu 😩❤️
bymell: Haha sabar yaa sayang, sudah terjadwal tgl 30 nanti hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!