NovelToon NovelToon
Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dark Romance
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ladies_kocak

(Tidak disarankan untuk bocil)

Seharusnya, besok adalah hari bahagianya. Namun, Alfred Dario Garfield harus menelan pil pahit saat sang kekasih kabur, mengungkap rahasia kelam di balik wajahnya—luka mengerikan yang selama ini disembunyikan di balik krim.

Demi menyelamatkan harga diri, Alfred dihadapkan pada pilihan tak terduga: menikahi Michelle, sepupu sang mantan yang masih duduk di bangku SMA. Siapa sangka, Michelle adalah gadis kecil yang dua tahun lalu pernah diselamatkan Alfred dari bahaya.

Kini, takdir mempertemukan mereka kembali, bukan sebagai penyelamat dan yang diselamatkan, melainkan sebagai suami dan istri dalam pernikahan pengganti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ternyata jarang pulang

Michelle terhuyung masuk ke kamar mandi, wajahnya pucat pasi dan keringat dingin membasahi dahinya. Rasa mual mencekam dari perutnya membuat dia hampir terjatuh. Saat di dalam mobil, ia berusaha keras menahan muntah melihat darah di tubuh suaminya. Ia perlahan terduduk di lantai keramik dingin, tangan gemetar memegang perutnya yang masih berontak tidak nyaman.

Di tambah dada Michelle nyeri, karena sudah waktunya memompa ASI nya. Matanya mulai berkaca-kaca, bukan karena air mata, melainkan rasa sakit. Dengan napas tersengal, ia meraih tas di sampingnya dan membuka resletingnya dengan tangan yang bergetar.

Tangannya bergerak cepat mengambil pompa ASI, tanpa sempat menoleh ke mana-mana. Michelle membuka bajunya dengan terburu-buru. Ia menempelkan pompa itu ke p*y*d*ranya, perlahan mengatur ritme memompa.

Saat tetesan ASI mulai keluar dan mengalir, ada desah lega yang tak tertahankan keluar dari bibirnya. Napasnya yang tadinya tercekat mulai mereda, meski tubuhnya masih lemah.

"Kenapa aku harus mengeluarkan ASI seperti ini sebelum waktunya? Kenapa tubuhku tak kunjung terbiasa, padahal sudah bertahun-tahun berlalu?"

Dia kembali mengenakan bajunya dengan tangan yang gemetar, saat tiba-tiba pintu diketuk dari luar. "Permisi, Non," suara Roslina mengalir lembut, memecah kesunyian.

"Ya, Bu," sahut Michelle perlahan, bangkit dari lantai dengan langkah yang tersendat.

"Nona, waktunya makan malam," Roslina mengingatkan dengan nada khawatir.

"Saya akan turun, beri saya waktu beberapa menit," jawab Michelle seraya menghela napas panjang.

Roslina mengangguk dan wajahnya mendadak berubah ketika pintu terbuka lebar, menampakkan rona pucat Michelle. "Nona, apakah Anda baik-baik saja? Wajahmu begitu kusut dan pucat..." Roslina bertanya dengan nada cemas.

Michelle menghindari tatapannya. "Saya baik, Bu. Hanya... tadi tak sengaja melihat darah, dan perut saya langsung mual."

Mata Roslina melebar, terpaku dalam pikiran yang bercabang. Jadi ternyata gadis yang dinikahi Tuan itu menyimpan trauma pada darah. Lalu bagaimana mereka bisa bersama jika tuannya setiap hari bermain-main dengan darah.

"Lalu, bagaimana dengan dada nona? Ada keluhan apa-apa?"

“Semua sudah baik-baik saja, Bu, tadi cuma terlambat mengeluarkannya, jadi terasa sakit seperti biasa,” kata Michelle dengan suara pelan.

Roslina tersenyum hangat, sekaligus merasa lega. “Jangan terburu-buru, siapkan diri sebaik mungkin. Saya akan menunggu di bawah,” ucap Roslina lembut, nada suaranya membangkitkan rasa nyaman yang belum pernah Michelle rasakan sebelumnya.

Dalam hatinya, kepala pelayan itu sudah menganggap Michelle bukan sekadar pembantu, melainkan putrinya sendiri; keibuan yang selama ini terpendam kini bangkit dengan penuh kasih sayang.

Michelle mengangguk, hatinya penuh haru dan hangat — untuk pertama kalinya ada seseorang yang benar-benar peduli padanya. Selama ini, di rumah pamannya, dia hanya dianggap beban; sakit sekalipun harus dipaksa bekerja. Satu-satunya pelindungnya, seorang pembantu yang memahami dan membela dirinya, sudah pergi setelah dipecat lima tahun lalu.

“Terima kasih, Bu,”

Setelah Roslina pergi, Michelle segera berganti pakaian: kaos hitam dan celana pendek sebatas lutut. Saat menyisir rambutnya di depan cermin, bayangan kejadian di mobil tadi melintas cepat di benaknya.

Setelah kata-kata Alfred terucap, Michelle membalut luka itu dengan terburu-buru, dada berdebar tak karuan — denyut yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Apakah benar apa yang om Al bilang? Apakah dia benar-benar menginginkanku?"

“Kalau memang begitu, aku harus membuatnya mencintaiku,”

“Aku tak mau kehilangan lagi. Aku hanya ingin punya keluarga, tidak lebih. Meski kelak aku diceraikan, setidaknya hubungan kita harus baik. Karena hati memang tak bisa dipaksa, apalagi jika dia jelas tidak bisa melupakan Kak Elena...” Desahan kasar mengiringi Michelle merapikan rambutnya.

Ketika melangkah keluar kamar, senyum ramah mengembang di bibirnya. Tatapan tajam para pelayan mencoba mengusik pikirannya, tapi tak ada yang mampu menggoyahkan keberaniannya. Selama mereka tak menyentuh harga dirinya, Michelle siap menghadapi segala cemoohan.

Michelle melangkah keluar dari lift, matanya segera tertuju pada meja makan yang penuh dengan hidangan, tapi kursi di seberang kosong tanpa tanda kehadiran suaminya. Dengan langkah yang berat, ia mendekati Roslina yang sedang sibuk mengatur para pelayan, wajahnya penuh senyum ramah saat memanggil, “Bu Ros,” suara Michelle.

“Silakan duduk, Nona,” Roslina membalas dengan senyuman hangat.

Michelle ikut tersenyum. “Om Al mana, Bu?”

Roslina menghela napas, menatap Michelle. “Tuan? Beberapa hari ke depan dia tak akan kembali. Bahkan mungkin lebih dari sebulan.”

Tak berani bertanya lebih banyak, takut dianggap wanita cerewet yang suka mencampuri urusan orang lain. Namun, keterkejutannya tak bisa ia sembunyikan — suaminya ternyata jarang pulang ke rumah.

Michelle memilih duduk, meski terasa risih dengan tatapan para pelayan yang masih mengelilinginya di belakang. Roslina tersenyum lembut, “Apakah ada yang tidak nona suka? Semacam makanan, mungkin?”

Michelle mengerutkan kening sedikit, “Biasanya saya tak pilih-pilih, Bu, tapi saya kurang suka daun bawang.” ia menunjuk beberapa menu yang mengandung daun bawang.

“Apa makanan favorit nona?” tanya Roslina lagi dengan nada ramah.

Michelle menatap Roslina, matanya berkilau penuh semangat. “Aku sangat suka nasi goreng dengan udang dan mie… seperti bakso, tapi pedas! Hmm… rasanya luar biasa,” jawabnya dengan senyum yang mengembang, seolah sedang mengenang kenikmatan yang tak terlupakan.

Roslina ikut tersenyum kecil, terhibur melihat Michelle yang kini jauh lebih lepas dan alami, berbeda dengan gadis pemalu yang pertama kali datang ke sini.

“Oh ya, Bu, selama Om Al tidak di rumah, saya nggak perlu disajikan makanan seperti ini. Saya bisa ambil sendiri di dapur,” kata Michelle, senyumnya lembut.

Roslina menatap balik, dengan suara rendah namun penuh ketegasan. “Sudah tugas kami melayani Anda, Nona. Jangan sungkan. Tuan memerintahkan kami melayani Anda dengan baik. Masa kami menolak perintahnya?”

Mendengar itu, mata Michelle sedikit membelalak, terkejut sekaligus bingung. Suaminya yang selama ini dikenal dingin dan kejam, ternyata diam-diam menyuruh pelayan di rumah ini melayaninya. “Tapi, Bu… saya benar-benar merasa lebih nyaman mengambil makanan sendiri,”

“Baiklah, kita akan melakukannya,” ucap Roslina dengan anggukan mantap, suaranya tegas namun lembut mengiringi keputusan itu.

“Terima kasih, Bu,” Michelle membalas dengan mata berbinar penuh harap. Ia menggeser daun bawang di piringnya dengan gerakan cepat, lalu melanjutkan santapannya.

“Bu, bolehkah aku keliling mansion sebentar?” tanya Michelle dengan nada penuh antusias.

“Tentu saja, Nona,” jawab Roslina tanpa ragu.

Michelle mengangguk cepat, seolah tak sabar menyelesaikan makanannya. Namun, matanya tiba-tiba terpaku pada layar ponsel yang bergetar, menampilkan pesan dari nomor asing. Jari-jarinya segera membuka dan membaca isi pesan itu.

“Ini aku, Ellery. Besok kita mulai belajar di kafe mamaku. Tolong jangan terlambat,”

Dengan mulut masih mengunyah, Michelle membalas singkat, “Share lock,”

1
partini
lanjut thor 👍👍👍👍
partini
hemmm moga pergi biar kamu kelabakan
Mericy Setyaningrum
alfred riedel kaya pelatih Timnas dulu ehhe
ladies_kocak: oh ya? baru tahu 😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!