Menceritakan kisah seorang anak laki-laki yang menjadi korban kekejaman dunia beladiri yang kejam. Desa kecil miliknya di serang oleh sekelompok orang dari sekte aliran sesat dan membuatnya kehilangan segalanya.
Di saat dia mencoba menyelamatkan dirinya, dia bertemu dengan seorang kultivator misterius dan menjadi murid kultivator tersebut.
Dari sinilah semuanya berubah, dan dia bersumpah akan menjadi orang yang kuat dan menapaki jalan kultivasi yang terjal dan penuh bahaya untuk membalaskan dendam kedua orangtuanya.
Ikuti terus kisah selengkapnya di PENDEKAR KEGELAPAN!
Tingkatan kultivasi :
Foundation Dao 1-7 Tahapan bintang
Elemental Dao 1-7 Tahapan bintang
Celestial Dao 1-7 Tahapan bintang
Purification Dao 1-7 Tahapan bintang
Venerable Dao 1-7 Tahapan bintang
Ancestor Dao 1-7 tahapan bintang
Sovereign Dao 1-7 tahapan bintang
Eternal Dao Awal - Menengah - Akhir
Origin Dao Awal - menengah - akhir
Heavenly Dao
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 10
Pagi yang cerah menyambut Mang Acheng saat ia meninggalkan desa kecil tempatnya beristirahat. Ia mengangkat tubuhnya ke udara, melesat ke arah timur Benua Lotus Api dengan kecepatan sedang.
Langit biru dan angin sejuk menjadi teman perjalanannya. Mata tajamnya terus mengawasi lanskap di bawah, berharap menemukan kota besar yang ia butuhkan untuk mencari informasi lebih lanjut.
Setelah berjam-jam melintasi hutan, pegunungan, dan beberapa desa kecil, pandangannya tertuju pada sesuatu yang besar di kejauhan. Sebuah kota megah berdiri di cakrawala, dikelilingi oleh tembok batu tinggi yang kokoh.
Di luar gerbang kota, kerumunan orang tampak mengantri untuk masuk. Kota itu begitu hidup, dengan para pedagang, petualang, dan penduduk lokal yang berlalu lalang.
Acheng menurunkan kecepatannya dan akhirnya mendarat di dekat gerbang utama. Ia berjalan mendekati antrean panjang, bergabung dengan para pelancong lain yang menunggu giliran untuk diperiksa.
Di depan gerbang, penjaga berseragam merah dan hitam berdiri tegak, memeriksa setiap orang yang hendak masuk. Prosesnya ketat—semua orang diwajibkan menunjukkan identitas resmi. Beberapa dari mereka yang tidak memiliki identitas terlihat putus asa, bahkan ada yang ditolak mentah-mentah dan diusir.
Acheng dengan tenang mengeluarkan sebuah token dari cincin penyimpanannya, token itu berbentuk persegi panjang berwarna perak cukup sederhana namun terawat, dengan ukiran nama kecilnya dan desa asalnya. Token identitas itu adalah satu-satunya peninggalan dari kehidupannya yang lama.
Saat gilirannya tiba, seorang penjaga menatapnya dengan pandangan penuh kewaspadaan. “Token identitas,” katanya singkat.
Acheng menyerahkan tokennya tanpa banyak bicara. Penjaga itu memeriksanya dengan seksama sebelum akhirnya mengangguk. “Kau bisa masuk,” katanya sambil menyerahkan token itu kembali.
Acheng melangkah melewati gerbang besar itu dan memasuki Kota Liyang.
...
Kota Liyang sungguh luar biasa. Jalanan utama yang lebar dipadati pedagang yang menjajakan dagangan mereka, mulai dari sutra, rempah-rempah, hingga senjata dan ramuan kultivasi. Bangunan-bangunan megah berdiri di kedua sisi jalan, menandakan kemakmuran kota ini. Di kejauhan, menara-menara tinggi dari istana kota menjulang, memberikan kesan kekuasaan yang tak terbantahkan.
Meski ramai, suasana kota ini terasa tertib. Para penjaga kota berpatroli dengan disiplin, memastikan tidak ada yang melanggar aturan. Acheng memperhatikan beberapa papan pengumuman yang dipasang di sepanjang jalan, menampilkan larangan keras terhadap pertarungan tanpa izin.
Acheng menarik tudung jubah hitamnya lebih dalam, menutupi wajahnya. Ia juga menekan auranya hingga ke tingkat terendah, menyembunyikan basis kultivasinya agar tidak menarik perhatian. Meskipun demikian, sosoknya yang tinggi dengan pakaian serba hitam tetap membuat beberapa orang meliriknya dengan rasa penasaran.
Ia memilih untuk memasuki sebuah kedai makan kecil yang tampak ramai di sudut jalan. Bau harum makanan segera menyambutnya begitu ia melangkah masuk. Acheng memilih meja di sudut ruangan, tempat ia bisa mengamati situasi dengan tenang.
Seorang pelayan wanita muda mendekatinya dengan senyum ramah. “Selamat datang, Tuan. Apa yang bisa saya bantu?” tanyanya sopan.
Acheng menatapnya sebentar sebelum menjawab, suaranya tenang dan berwibawa. “Aku baru tiba di kota ini. Bisa kau ceritakan sedikit tentang tempat ini?”
Wanita itu tampak sedikit terkejut, tetapi ia mengangguk dengan cepat. “Tentu, Tuan. Kota ini bernama Liyang. Ini adalah salah satu kota terbesar di wilayah timur Benua Lotus Api, dengan penduduk lebih dari 15 juta orang. Kota ini dikuasai oleh empat klan besar—Klan Lung, Klan Hun, Klan Meng, dan Klan Li. Mereka adalah penguasa utama di sini.”
Acheng mengangguk pelan, mendengarkan dengan saksama.
Wanita itu melanjutkan. “Kota Liyang sangat makmur, tetapi juga memiliki aturan yang sangat ketat. Tidak ada yang diizinkan bertarung di dalam kota tanpa izin khusus dari penguasa. Jika seseorang melanggar, hukuman berupa denda berat atau bahkan penjara akan dijatuhkan oleh petugas kota.”
“Bagaimana penguasa kota ini mengelola keamanan?” tanya Acheng.
“Penguasa kota memiliki pasukan elit yang disebut Penjaga Liyang,” jawab wanita itu. “Mereka adalah kultivator terlatih yang bekerja di bawah empat klan besar. Mereka tidak hanya kuat, tetapi juga sangat disiplin. Tidak ada yang berani melawan aturan kota ini.”
Acheng hanya mengangguk lagi, matanya tetap fokus pada wanita itu. “Terima kasih atas informasinya.”
Wanita itu tersenyum sopan sebelum berbalik untuk melayani pelanggan lain.
Acheng memandang keluar jendela, menyaksikan kehidupan kota yang sibuk. Kota Liyang jelas bukan tempat yang bisa ia abaikan. Ia tahu, di tempat sebesar ini, informasi tentang Sekte Bintang Darah pasti tersebar di antara para pedagang, petualang, atau bahkan penduduk lokal.
Dengan tenang, ia memutuskan langkah berikutnya. “Klan besar, aturan ketat, dan mata-mata di mana-mana… tempat ini akan menjadi tantangan baru,” gumamnya.
Namun, senyum tipis muncul di wajahnya. Tantangan seperti ini adalah sesuatu yang ia nikmati.
Ma arti nya mamak/ibu perempuan ,, Pa PPA)ayah laki.