Banyak yang bilang orang baru akan kalah dengan orang lama. Nyatanya nasib Zema sangat berbeda.
Menikah dengan sahabat masa kecilnya justru membuat luka yang cukup dalam dan membuatnya sedikit trauma dengan pernikahan.
Dikhianati, dimanfaatkan dan dibuang membuat Zema akhirnya sadar. Terkadang orang yang dikenal lebih lama bisa saja kalah dengan orang baru yang hadir dihidup kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Zema tengah bersiap. Meski kesal, dia tetap merapikan pakaian Atta untuk dibawanya ke Bali.
Tiket ke Bali yang dia katakan diberikan oleh perusahaan, semuanya hanya bualan semata.
Beruntung setelah bertemu dengan Sigit dan Anton dia tak memesan tiketnya lewat ponsel lamanya dan justru meminta Intan memesankan tiket itu untuknya.
Semua langkahnya seolah direstui oleh semesta, membuat Zema menarik napas panjang.
"Langkahmu akan semakin berat Zema. Tapi kamu bukan wanita bodoh," monolognya.
Terdengar teriakan Leora dari dalam kamarnya. Zema bergegas keluar kamar untuk melihat apa yang tengah terjadi dengan putri semata wayangnya itu.
Namun, langkah Zema terhenti seketika kala melihat Atta tengah berada di kamar putri mereka.
"Katanya kamu sayang sama Bunda Kenzie, ayolah bantu Ayah! kasihan bunda Kenzie dia pasti sedih," bujuk Atta.
Zema mengepalkan tangannya menahan amarah. Ternyata Atta belum menyerah dengan rencananya.
"Ara mau ke Bali yah. Ara belum pernah ke Bali. Ayah selalu ajak Ara main-main di sini-sini saja, Ara mau ke Bali pokoknya," rengeknya.
"Tapi Ra—"
"Ayah aja yang ngerayain ulang tahun Bunda kenzie, Ara mau ke Bali sama mamah."
"Ada apa ini?" sela Zema sembari melipat kedua tangannya di dada.
Atta terbelalak. Tak lama dia berusaha menetralisir kegugupannya.
Leora yang biasanya tak pernah merajuk padanya, tiba-tiba berlari dari hadapan Ayahnya dan memeluk kaki Zema erat.
"Ada apa Ara? Kenapa Ara kelihatan sedih? Mamah mau beresin pakaian Ara ini," ucap Zema lembut berusaha menutupi kekesalannya.
Gadis lima tahun itu tersenyum cerah, dia lantas menarik tangan Zema untuk masuk ke dalam kamarnya dan membantunya mengepak pakaian yang akan dia bawa.
Zema mengabaikan Atta yang terlihat kikuk.
"Sejak kapan kamu di sana Zem?"
"Yang pasti aku mendengar semuanya," balas Zema yang tak menutupi kebenarannya.
Benar saja, tubuh Atta langsung mematung. Dia terlihat gusar.
"Zem—"
"Kalau kamu keberatan ikut, ngga papa, tapi jangan paksa anakku!" sela Zema yang sudah tak lagi menutupi kemuakannya.
Setelah membantu mengepak pakaian Leora, dia lantas meminta putrinya untuk turun dan sarapan terlebuh dahulu.
"Kita harus bicara Zem."
"Iya, tapi nanti. Aku akan menyiapkan diri untuk mendengar penjelasanmu. Sebaiknya kamu mulai menata kalimatmu, jika sampai salah, kau tahu aku bukan wanita bodoh yang akan pasrah menerima keadaan," ancam Zema dan berlalu dari hadapan suaminya.
Sepeninggal Zema. Atta jatuh terduduk. Dia mengacak rambutnya frustasi. Dia merasa bodoh karena akhirnya Zema mengetahui kecurangannya.
Namun setelahnya Atta berusaha menenangkan diri. Dia merasa belum kalah. Ia yakin Zema hanya mendengar kalimat dirinya yang lebih memilih ingin merayakan ulang tahun Kenzie.
Zema tak bisa serta merta menuduhnya selingkuh. Atta tersenyum tipis. Bahkan jika Zema menuntut penjelasan pada Kenzie, dirinya merasa semuanya akan semakin mudah.
"Kamu masihlah wanita lugu seperti dulu Zema," ujarnya menyeringai.
Zema sarapan bersama kedua orang tuanya dan juga putrinya.
Atta sendiri masih berada di atas dan Zema tak peduli. Ibunya sejak tadi memberi banyak sekali wejangan tentang membawa anak saat liburan.
Zema akui selama ini dirinya tak pernah menghabiskan waktu berpergian bersama dengan anak mereka.
Pantas saja ibunya begitu cerewet seolah dirinya akan kesulitan saat menjaga Leora.
Tak lama Atta turun dengan pakaian santai, sepertinya dia memilih untuk ikut berlibur dengannya.
"Zem, aku antar bapak dan ibu dulu ya? Pesawat kita jam sepuluh kan?" ujarnya ceria.
"Kau tahu arah ke Bandara itu tak bisa diprediksi apa lagi dijam-jam seperti ini yang rawan macet."
"Kalau niatmu mengantar orang tuaku untuk menghindari ikut denganku, sepertinya kamu tak perlu banyak drama," cibir Zema langsung.
Senyum di wajah Atta langsung menghilang. Zema bahkan tak segan-segan memojokkannya di depan mertuanya.
"Zema, apa maksud kamu bicara begitu sama suamimu? Dia berbaik hati ingin mengantarkan kami, kenapa kamu terlihat enggak suka?"
Zema lantas melirik bi Atma. "Bawa Leora main dulu Bi," perintahnya yang langsung disetujui oleh Atma.
"Kalau aku tak tahu kebusukan dia, tentu aku sangat senang dia perhatian sama bapak dan ibu, nyatanya—"
"Kamu salah paham Zema. Maafkan aku telah bikin kamu marah—"
"Sudah aku katakan, sebaiknya kamu pikirkan kata-katamu terlebih dahulu sebelum bicara denganku, kau pasti sadar aku bukan wanita bodoh."
Orang tua Zema salling melempar pandangan. Mereka menuntut penjelasan dari anak dan menantunya.
"Ada apa ini Atta?"
Atta yang ditanya begitu oleh ibu mertuanya lantas menarik napas panjang.
"Zema mendengar pembicaraan saya dan Leora tadi Bu."
Zema memilih diam, meski Atta akan menyangkal, dia akan membiarkannya saja sebab, dia tak butuh penjelasan.
Dia tengah mengumpulkan bukti yang pasti akan membungkamnya.
"pembicaraan apa?"
"Tentang merayakan ulang tahu Kenzie," sela Zema datar.
Benar saja wajah orang tuanya mendadak pucat pasi. Hati Zema semakin terluka karena terlihat dengan jelas jika orang tuanya mengetahui perselingkuhan suaminya.
"Zem, kammi—"
"Sepertinya bapak dan ibu juga tahu, kalian mendukung dia?"
Zema bangkit berdiri dan membawa koper miliknya dan milik Leora saja.
Dia tak akan mengajak suaminya turut serta.
"Zem kita harus bicara!" sergah Atta mencekal tangannya.
"Ya setelah aku selesai berlibur. Aku memberi kalian semua waktu untuk menjelaskan. Cobalah berbicara jujur, karena semakin kalian berbohong semakin aku akan menuntut kalian—"
"Apa maksudmu?" tanya Atta gugup.
.
.
.
Lanjut
jgn lma* up nya y k
terimakasih Thor ...
makin seru dan bikin penasaran ceritanya.
semangat buat up lagi ya Thor ...💪