NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:495
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertama Masuk Sekolah

Satya tak terkejut dengan kehadiran Awan yang selalu ingin terlihat keren di hadapan semua siswa. Namun, reaksi Hanin berbeda dari Satya. Hanin tampak gugup, dan dia meminta Satya untuk segera membawanya pergi.

Hanin merasa tatapan Awan pada dirinya seakan tengah mengejeknya yang hanya gadis cacat. Satya menyadari sikap itu justru merasa kesal.

Tiba di ujung tangga mereka berhenti. Satya mendekat, berjongkok di hadapan Hanin.

“Kau ini kenapa, Hani? Sudah Kak Satya bilang semuanya akan baik-baik saja, ada kakak bersamamu dan kau tidak sendirian,” kata Satya meyakinkan adiknya.

“Kak Satya bisa berbicara seperti itu karena Kakak tidak berada di posisiku. Hani malu, Kak,” balas Hanin.

“Malu? Bahkan ada yang lebih memprihatinkan di luar sana ketimbang dirimu dan mereka tetap percaya diri.”

“Siapa, Kak? Mereka mungkin bisa, tapi Hani tidak bisa, Kak! Sebaiknya kita pulang saja.” Hanin bermaksud memutar kursi roda pergi meninggalkan tempat itu. Namun, Satya mencegahnya.

Murid-murid mulai berdatangan mendekat untuk mengetahui dengan jelas keadaan Hanin. Mereka hanya ingin melihat, dan begitu menatap Satya semuanya berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun.

“Lihatlah bahkan mereka tidak ingin melihatku apa lagi berbicara denganku,” keluh Hanin.

“Karena mereka murid dari kelas yang tidak kita kenal, apa yang akan mereka katakan?”

“Sebaiknya memang tinggal di rumah saja, Hanin, kau masuk sekolah juga percuma. Anak-anak hanya akan mencemooh keadaanmu.” Sebuah suara dari ujung tangga, membuat Satya dan Hanin menoleh.

Dua dari tiga Geng Rubah. Mereka berdiri dan berbicara dengan angkuh menatap Hanin disertai senyum mengejek.

“Kalian jangan seperti itu, kasihan Satya, dia juga kan teman kita. Sebaiknya kalian turun dan bantu Satya.” Niken, ketua dari Geng Rubah berusaha menunjukkan sikap baik. Sayangnya Satya tak tertarik dengan bantuan Niken yang justru sibuk menempel pada dirinya.

“Apa maksudmu, Niken, apa aku tidak salah dengar? Kau ingin membantu gadis cacat itu, ha ha ha! Apa kupingku tidak salah dengar,” cemooh dua gadis itu disusul tawa mereka. “Berjalanlah kemari, Hani, baru kami mau membantumu,” olok-olok mereka.

Satya ingin mengejar mereka dan membungkam mulut mereka yang sudah membuat telinganya panas, tapi Hanin mencegahnya.

“Biar aku membantumu, Satya,” ujar Niken.

“Pergilah! Aku bisa mengurus adikku sendiri,” ucap Satya sembari menyingkirkan tangan Niken dari lengannya, setelah itu membopong Hanin menuju kelas.

Meskipun Niken berusaha bersikap baik, tetap saja dia juga bagian dari Geng Rubah, sifat mereka sama.

“Kak, tangganya tinggi kalau susah biar Hani pulang saja.”

“Jangan dengarkan ucapan mereka, apa menurutmu Kakak akan meninggalkanmu di sini.”

Satya mulai menaiki tangga sepanjang delapan meter itu pelan satu demi satu. Berat tentu saja apa lagi dengan membawa Hanin bersamanya, tapi untuk Satya itu tidaklah seberapa.

Sikap Satya yang gentleman mengundang banyak rasa kagum murid-murid yang menyaksikan kejadian hari itu. Mereka semakin yakin kasih sayang Satya memang begitu besar terhadap adiknya.

“Wajar saja dia kan kakaknya,” kata seorang siswa di antara kerumunan anak-anak yang menyaksikan kejadian hari itu.

“Kalau kakakku, tidak mungkin mau melakukan hal seperti itu,” sahut seorang siswi yang seketika berlalu meninggalkan tempat itu.

“Aku justru melihat mereka seperti sepasang kekasih yang romantis seperti di drama Korea.” Tanggapan siswi lain.

Satu persatu mereka membubarkan diri, menyisakan Niken yang tengah kepanasan mendengar semua pujian itu untuk Hanin. Dia berpikir meskipun Hanin saudara perempuan Satya. Namun, dia tak suka Satya terlalu peduli dan memanjakannya. Karena Hanin juga dirinya merasa sulit untuk mendapatkan Satya.

Niken menatap kursi roda di sampingnya, entah apa yang ada dalam pikirannya. Namun, sikapnya sangat mencurigakan.

••

Di jam istirahat, Hanin menolak untuk pergi ke kantin, karena dia tahu Satya harus menggendongnya kembali menuruni tangga. Hanin memilih tetap berada di dalam kelas meskipun sendirian. Sayangnya Satya tak ingin meninggalkannya meski sebentar saja. Dia menyuruh Zaki membelikan makanan untuk dirinya dan Hanin.

“Tenang saja aku pasti segera kembali,” kata Zaki.

Namun, hingga waktu istirahat hampir habis, Zaki masih belum kembali. Melihat Rio masuk, Satya buru-buru mencecarnya dengan pertanyaan, “Di mana Zaki? Kau melihatnya?”

Dengan mulut masih penuh makanan Rio berusaha menjelaskan.

“Aku bertemu dengannya di kantin, makan bakso bersama, tapi setelah itu dia bilang mau ke toilet. Saat aku cek ke sana dia bilang masih mulas.”

“Tidak bisa dipercaya anak itu, disuruh membeli makanan saja tidak bisa. Awas kalau kembali.” Geram Satya, lantas kembali duduk dengan wajah kesal di samping Hanin.

“Sudah, Kak, jangan marah-marah, mungkin Zaki memang sakit perut.”

“Meskipun begitu dia bisa meminta Rio untuk membawa pesananku kemari, bukan membiarkan kita kelaparan seperti ini.”

“Kalau Kakak lapar pergi saja ke kantin, Hani tidak apa-apa ada yang lain juga di sini.”

Baru saja Satya hendak beranjak, dia melihat Zaki kembali masih memegangi perutnya, berjalan menuju Satya dengan membawa pesanannya. Wajah Zaki memang terlihat pucat.

“Maaf,” kata Zaki sembari menyerahkan pesanan Satya. Dia melempar tubuhnya di kursi terlihat lemas.

Kejadian itu terasa sangat janggal. Zaki dan Rio makan bakso bersama di kantin, tapi Cuma Zaki yang kesakitan perutnya. Satya memanggil Rio untuk diinterogasi.

“Kau tahu kenapa Zaki sakit perut sementara kau tidak, kau makan bakso juga, kan?” tanya Satya.

“Iya benar, aku juga tidak tahu. Mungkin dia makan sambal terlalu banyak,” jawab Rio.

“Tidak, hanya sedikit,” sahut Zaki. “Dan itu pun seperti biasanya tak sampai membuat sakit perut begini,” lanjutnya.

Tak sampai satu menit duduk, kembali Zaki berlari keluar dengan meninggalkan aroma gas yang dikeluarkannya, membuat semua menutup hidung sampai mau muntah. Zaki juga nyaris menabrak seorang guru di depan pintu, saking buru-burunya sampai tak sempat Zaki meminta izin pada guru tersebut.

“Ada apa dengan Zaki?” tanya guru itu.

“Sakit perut, Pak,” jawab siswa yang duduk di paling depan.

“Sudah sejak tadi, Pak, kasihan sekali Zaki,” imbuh Rio.

“Kalau kembali, suruh dia pergi ke dokter, jangan sampai keadaannya bertambah parah,” saran guru.

Benar apa kata guru, Zaki pun pulang dengan ditemani Rio untuk pergi ke dokter karena mulas tak kunjung berhenti. Satya dan Hanin terpaksa menunda makan mereka karena jam pelajaran telah dimulai.

••

Di jam istirahat ke dua, Hanin menolak untuk makan makanan tersebut karena sudah dingin. Mereka kemudian memberikan makanan itu kepada seorang teman di kelas, sementara mereka pergi ke kantin untuk membeli makanan baru.

“Hai Hani! Akhirnya keluar juga, boleh kita gabung di sini?” Awan datang dengan sikapnya yang tak berubah. Duduk di samping Hanin sebelum dipersilahkan.

Satya sangat terganggu dengan kehadiran Awan, dengan sikap baik dia meminta Awan untuk mencari tempat lain.

“Ada banyak kursi kosong di sini, tapi kau memilih mengganggu kenyamanan orang lain. Pergilah! Aku tidak mau ada masalah di sini.” Satya masih dengan sikap tenang.

“Hanin saja tidak masalah kau begitu terganggu. Aku hanya ingin mendengar jawaban dari pertanyaanku kepada Hanin satu bulan yang lalu,” balas Awan.

Satya tersenyum smirk.

“Masih punya muka juga, aku pikir kau sudah lupa dan memilih salah satu anak rubah itu setelah Hani ku tak memberikan jawabannya.”

Mendengar perkataan Satya, Awan kehilangan senyumannya. Dia tidak tahu dari mana Satya mendapatkan berita tentang dirinya dengan salah satu anak Geng Rubah.

Awan melirik pada Hanin yang acuh. Dia khawatir gara-gara berita hubungannya dengan anak Geng Rubah, Hanin tidak mau menerima dirinya.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!