NovelToon NovelToon
Harga Diri Seorang Istri

Harga Diri Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.

Bagi Indira, Rangga adalah segalanya. Sikap lembutnya, perhatiannya, dan pengertiannya, membuat Indira luluh hingga mau melakukan apa saja untuk Rangga.

Bahkan, Indira secara diam-diam membantu perusahaan Rangga yang hampir bangkrut kembali berjaya di udara.

Tapi sayangnya, air susu dibalas dengan air tuba. Rangga diam-diam malah menikahi cinta pertamanya.

Indira sakit hati. Dia tidak menerima pengkhianatan ini. Indira akan membalasnya satu persatu. Akan dia buat Rangga menyesal. Karena Indira putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa dia permainkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Saat Segalanya Runtuh

#Pesawat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pukul empat sore dengan guncangan yang keras. Rangga bahkan tidak merasakan turbulensi, pikirannya terlalu kacau, terlalu penuh dengan angka-angka yang terus berputar di kepalanya.

Ia tidak membawa koper, hanya tas ransel kecil yang ia bawa terburu-buru dari villa. Begitu pintu pesawat terbuka, ia langsung berlari keluar, melewati penumpang lain dengan tidak sabaran. Tidak ada waktu untuk menunggu. Tidak ada waktu untuk sopan santun.

Taksi bandara. Macet. Klakson. Jakarta menyambutnya dengan kebisingan yang menyakitkan kepala. Tapi Rangga tidak peduli. Ia terus menatap ponselnya, membaca ulang email pembatalan dari Zamora Company yang diteruskan Lina.

"...setelah evaluasi mendalam terhadap kredibilitas dan integritas manajemen..."

Kredibilitas dan integritas. Kata-kata yang seperti tamparan di wajahnya.

Ponselnya berdering. Ayunda. Untuk kesepuluh kalinya sejak ia meninggalkan villa. Rangga mematikan ponselnya. Tidak sekarang. Ia tidak punya energi untuk itu.

Satu jam kemudian, taksi berhenti di depan gedung Pradipta Medika, gedung lima lantai yang sudah berusia dua puluh tahun. Tidak sebesar gedung-gedung pencakar langit di sekitarnya, tapi cukup untuk perusahaan keluarga yang sudah berjalan tiga generasi.

Rangga berlari masuk, melewati lobby yang sudah sepi, karyawan sudah pada pulang. Hanya beberapa orang yang masih tertinggal, menatapnya dengan tatapan cemas saat ia melewati mereka. Mereka sudah tahu. Semua orang sudah tahu tentang pembatalan proyek.

Lift rasanya berjalan terlalu lambat. Rangga mengetuk-ngetuk jari di dinding lift dengan tidak sabar. Lantai tiga. Lantai empat. Lantai lima, lantai khusus untuk ruang direksi.

Pintu terbuka. Rangga melangkah keluar dan langsung menuju ruangan ayahnya, ruangan besar di ujung koridor dengan pintu kayu jati yang megah.

Tapi sebelum sampai, pintu ruangan sebelahnya terbuka. Lina muncul, wajahnya pucat dan penuh kekhawatiran.

"Mas!" ia langsung menghampiri. "Syukurlah Mas sudah sampai. Papa sudah menunggu di ruangannya. Beliau... sangat marah."

Rangga menarik napas panjang. "Aku tahu. Apa ada update?"

"Tidak ada," Lina menggeleng lemah. "Kami sudah coba hubungi Zamora Company berkali-kali. Tapi mereka hanya bilang keputusan sudah final dan tidak bisa diubah."

"Sial," desis Rangga sambil mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Mas," Lina menatap kakaknya dengan tatapan yang sulit diartikan, campuran simpati dan sedikit menyalahkan. "Apa ini... ada hubungannya dengan Kak Indira?"

Rangga tersentak. "Apa?"

"Timing-nya terlalu pas, Mas," Lina berbicara pelan. "Kemarin skandal pernikahan Mas viral. Hari ini proyek terbesar kita dibatalkan. Dan alasannya... kredibilitas dan integritas. Itu seperti..."

"Itu tidak mungkin," potong Rangga cepat, terlalu cepat. "Indira tidak punya koneksi dengan Zamora Company. Dia bahkan tidak tahu perusahaan itu."

"Tapi Mas..."

"Lina, sudah," Rangga memotong dengan nada final. "Ini hanya kebetulan buruk. Sekarang aku harus bertemu Papa."

Ia meninggalkan Lina yang masih berdiri dengan tatapan ragu, lalu melangkah menuju ruangan ayahnya. Rangga mengetuk pintu dua kali sebelum membukanya.

Ruangan itu besar, dengan meja kayu besar di tengah dan foto-foto keluarga di dinding, termasuk foto pernikahan Rangga dan Indira yang masih terpajang di sana, seolah mengejek dengan ironi yang menyakitkan.

Di balik meja, duduk seorang pria berusia enam puluhan dengan rambut yang sudah beruban. Wajahnya keras, rahangnya tegang. Bambang Pradipta, ayah Rangga, pendiri Pradipta Medika, pria yang membangun perusahaan ini dari nol.

"Papa," sapa Rangga pelan.

Bambang tidak menjawab. Ia hanya menatap anaknya dengan tatapan yang membuat Rangga ingin menghilang. Tatapan kecewa yang lebih menyakitkan daripada amarah.

"Duduk," ucap Bambang akhirnya dengan suara rendah.

Rangga duduk di kursi di hadapan meja ayahnya, seperti anak kecil yang dipanggil kepala sekolah. Keheningan menggantung di antara mereka, keheningan yang berat, yang mencekik.

"Lima ratus miliar," Bambang akhirnya berbicara. "Proyek yang akan membuat perusahaan kita naik kelas. Proyek yang sudah kita persiapkan setahun terakhir. Hilang. Begitu saja."

"Papa, aku..."

"Kita sudah keluarkan dana persiapan hampir lima puluh miliar," lanjut Bambang, mengabaikan Rangga. "Rekrutmen ahli. Pembelian peralatan. Sewa gudang. Semuanya sudah jalan. Dan sekarang? Semuanya sia-sia."

"Aku akan cari solusinya, Pa..."

"SOLUSI?" Bambang membanting tangannya ke meja, membuat Rangga tersentak. "Solusi apa, Rangga? Kamu pikir proyek sebesar itu gampang dicari penggantinya? Kamu pikir investor lain akan tertarik dengan perusahaan yang baru saja ditinggalkan partner besar seperti Zamora Company?"

Rangga terdiam. Tidak ada jawaban yang tepat.

"Dan kamu tahu apa yang lebih memalukan?" Bambang berdiri, berjalan menuju jendela dengan punggung menghadap Rangga. "Alasan mereka. Kredibilitas dan integritas. Mereka mempertanyakan kredibilitas dan integritas manajemen kita. Dan kamu tahu kenapa, Rangga?"

Keheningan.

"Karena skandalmu!" Bambang berbalik, menatap anaknya dengan mata menyala. "Karena kamu menikah lagi sementara masih punya istri sah! Karena skandalmu tersebar ke seluruh Jakarta lewat baliho-baliho itu! Karena nama keluarga Pradipta sekarang jadi bahan tertawaan!"

"Papa, itu tidak..."

"Jangan bilang itu tidak ada hubungannya!" bentak Bambang. "Timing-nya terlalu sempurna untuk kebetulan! Kemarin skandalmu viral, hari ini mereka batalkan kerjasama! Mereka pasti evaluasi ulang karena melihat siapa CEO perusahaan ini, pria yang mengkhianati istri dan menikahi selingkuhan!"

Rangga merasakan dadanya sesak. Setiap kata ayahnya adalah pukulan yang tepat mengenai sasaran.

"Aku akan bicara dengan mereka," ucap Rangga akhirnya. "Aku akan hubungi Pak Lingga, CEO Zamora Company. Aku akan jelaskan semuanya. Aku akan..."

"Kamu pikir dia akan mau dengar?" potong Bambang sarkastik. "Keputusan pembatalan sudah resmi. Sudah di atas kertas. Tidak ada yang bisa kamu lakukan."

"Aku tetap harus coba," Rangga berdiri. "Aku tidak akan diam saja."

Bambang menatap anaknya dengan tatapan lelah, tatapan seorang ayah yang kecewa pada putranya. "Lakukan apapun yang kamu mau, Rangga. Tapi ingat, kalau kamu gagal, perusahaan ini akan terpuruk. Dan itu akan jadi tanggung jawabmu sepenuhnya."

Rangga mengangguk kaku, lalu keluar dari ruangan dengan langkah gontai. Begitu pintu tertutup, ia bersandar di dinding, menarik napas panjang. Semuanya runtuh. Semuanya berantakan.

Ia mengeluarkan ponselnya, mencari nomor kontak yang ia simpan. Lingga. Nomor yang jarang ia hubungi karena semua komunikasi biasanya lewat email formal.

Dengan tangan gemetar, Rangga menekan tombol panggil.

"Halo, Pradipta Medika?" suara profesional menjawab di seberang.

"Pak Lingga, ini Rangga. Rangga Pradipta. Saya..."

"Ah, Pak Rangga," suara Lingga terdengar formal, dingin, sangat berbeda dari keramahan biasanya. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Pak, tentang pembatalan proyek," Rangga langsung ke inti. "Saya... ingin bicara. Apa kita bisa bertemu? Saya ingin menjelaskan..."

"Pak Rangga, keputusan pembatalan sudah final," potong Lingga dengan nada yang tidak bisa dibantah. "Ini keputusan dari level tertinggi manajemen kami. Saya tidak bisa berbuat apa-apa."

"Tapi Pak, setidaknya beri kami kesempatan untuk..."

"Maaf, Pak Rangga. Saya tidak bisa membantu."

"Pak Lingga, tolong," suara Rangga mulai terdengar putus asa. "Kami sudah investasi besar untuk proyek ini. Kalau dibatalkan sekarang, perusahaan kami akan mengalami kerugian yang sangat besar. Tolong, kami mohon kesempatan untuk memperbaiki apapun yang menjadi masalah."

Keheningan di seberang. Rangga bisa mendengar Lingga menarik napas.

"Pak Rangga," akhirnya Lingga berbicara, kali ini dengan nada sedikit lebih lembut tapi tetap tegas. "Saya mengerti posisi Bapak. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Keputusan ini datang dari pemilik perusahaan langsung. Dari bos saya. Dan beliau... tidak bisa diubah pikirannya."

Rangga membeku. "Pemilik perusahaan? Maksud Bapak... Bapak bukan pemilik Zamora Company?"

"Tidak, Pak," jawab Lingga. "Saya hanya CEO yang diangkat untuk mengelola. Pemilik sebenarnya adalah orang lain. Dan beliaulah yang memutuskan pembatalan ini."

Dunia Rangga berputar. Selama ini, ia pikir Lingga adalah pemilik Zamora Company. Ternyata tidak. Ternyata ada seseorang di atas Lingga. Seseorang yang sangat berkuasa hingga keputusannya tidak bisa dibantah.

"Siapa?" tanya Rangga dengan suara serak. "Siapa pemiliknya? Mungkin saya bisa bicara langsung dengan..."

"Maaf, Pak. Itu informasi yang tidak bisa saya bagikan," potong Lingga. "Pemilik kami sangat menjaga privasi. Dan beliau sudah membuat keputusan final tentang Pradipta Medika."

"Pak Lingga, tolong.. "

"Maaf, Pak Rangga. Saya harus tutup telepon sekarang. Semoga perusahaan Bapak bisa melewati situasi ini dengan baik. Selamat sore."

Panggilan berakhir. Rangga menatap ponselnya dengan wajah pucat. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada solusi. Pintu sudah tertutup rapat, dan ia bahkan tidak tahu siapa yang menutupnya.

1
rian Away
awokawok Rangga
Ariany Sudjana
itu hukum tabur tuai Rangga, terima saja konsekuensinya. Indira kamu sia-siakan demi batu kerikil
yuni ati
Menarik/Good/
Ma Em
Alhamdulillah Indira sdh bisa keluar dari rumahnya, Rani emang sahabat terbaik , pasti Rangga kaget pas buka kamar Indira sdh pergi .
Wulan Sari
ceritanya semakin kesini semakin menarik lho bacanya, seorang istri yg di selingkuhi suami,bacanya bikin greget banget semoga yg di aelingkuhi lepas dan cerita akhirnya happy end semangat 💪 Thor salam sukses selalu ya ❤️👍🙂🙏
Wulan Sari
suka deh salut mb Indira semangat 💪
Ma Em
Makanya Rangga jgn sok mau poligami yg akhirnya akan membawamu pada penyesalan , kamu berbuat sesuka hati membawa istri keduamu tinggal bersama Indira istri pertamamu dan mengusirnya dari kamarnya dan malah tinggal dikamar tamu kan kamu gila Rangga , emang Indira wanita hebat dimadu sama suami tdk menangis tdk mengeluh berani melawan berani bertindak 👍👍💪💪
Nany Susilowati
ini novel tahun berapakah kok masih pake SMS
Ariany Sudjana
Rangga bodoh, apa dengan mengunci Indira di kamar tamu, maka Indira akan berubah pikiran? justru akan membuat Indira semakin membenci Rangga
Ma Em
Semoga Indira berjodoh dgn Adrian setelah cerai dgn Rangga .
Ariany Sudjana
Indira harus bercerai dari Rangga, ngapain juga punya suami mokondo, dan juga kan Rangga sudah punya Ayunda. lebih baik Indira kejar kebahagiaan kamu sendiri, apalagi kamu perempuan yang mandiri. masih ada Adrian, yang lebih pantas jadi suami kamu, dan yang pasti lebih berkelas dan bertanggung jawab
Dew666
🥰🥰🥰
Mundri Astuti
mending kamu pisah dulu Dira sama si kutil, biar ga jadi masalah ntar klo sidang cerai
Wulan Sari: iya cerai saja buat apa RT yang sudah ada perselingkuhan sudah tidak kondusif di teruskan juga ga baik mana ada seorang wanita di selingkuhi mau bersama heee lanjut Thor semangat 💪
total 1 replies
Ariany Sudjana
Rani benar Indira, jangan terus terpuruk dengan masalah rumah tangga kamu. kamu perlu keluar dari rumah toxic itu, perlu waktu untuk menyenangkan diri kamu sendiri. kamu tunjukkan kamu perempuan yang tegar, kuat dan mandiri
Ma Em
Rangga lelaki yg banyak tingkah punya usaha baru melek saja sdh poligami , Indira saja sang istri pertama tdk pernah dikasih nafkah eh malah mendatangkan madu yg banyak maunya yg ingin menguasai segalanya , Ayunda kira nikah dgn Rangga bakal terjamin hidupnya ga taunya malah zonk
Ariany Sudjana
bagus Indira, kamu harus tegas sama itu pelakor. urusan rumah tangga dan cari pembantu bukan urusan kamu lagi, tapi urusan Ayunda, yang katanya ingin diakui jadi nyonya rumah 🤭🤣
Ma Em
Indira hebat kamu sdh benar kamu hrs berani melawan ketidak Adilan dan mundur itu lbh baik serta cari kebahagiaanmu sendiri Indira daripada hidupmu tersiksa 💪💪💪
Ariany Sudjana
bagus Indira, kamu harus tegas dan tetap berdiri tegak, di tengah keluarga yang mengagungkan nama baik, tapi tingkah laku keluarga itu yang menghancurkan nama baik itu sendiri. sudah Indira, tinggalkan saja Rangga, masih banyak pria mapan yang lebih bertanggung jawab di luar sana dan tidak sekedar menghakimi kamu
Ariany Sudjana
itulah hukum tabur tuai, Rangga sudah memilih Ayunda jadi istrinya, ya terima semua kelebihan dan kekurangannya, jangan mengeluh dan jangan berharap Indira akan berubah pendirian
Dew666
😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!