Bagi Dira pernikahan adalah sebuah mimpi indah. Dira tak menyangka pria yang tiba-tiba mau menikahinya di hari pernikahan, disaat calon suaminya menghilang tanpa jejak, ternyata menyimpan dendam masa lalu yang membara.
Denzo tak menikahinya karena cinta melainkan untuk balas dendam.
Namun, Dira tidak tahu apa dosanya hingga setiap hari yang ia lalui bersama suaminya hanya penuh luka, tanya dan rahasia yang perlahan terungkap.
Dan bagaimana jika dalam kebencian Denzo, perlahan tumbuh perasaan yang tidak ia duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ars Asta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Matahari sudah mau terbenam. Orang tua Dira kini beranjak dari duduknya setelah berbincang berjam-jam dengan putrinya.
"Mama merasa kesepian kamu udah ngga dirumah," keluh Lena pada putrinya sambil memegang tangannya. Mereka berjalan keluar rumah.
"Aku nanti sering-sering ke rumah deh," bujuk Dira. Ia menggoyangkan tangan Ibunya.
Lingga tersenyum sambil mengelus surai panjang putrinya. "Kalau ada masalah ataupun sesuatu yang ganggu kamu bilang sama Papa dan Mama ya," tutur Lingga. Ia tidak ingin anaknya menyembunyikan apapun.
"Iya Pa," balas Dira tersenyum.
"Oh iya kamu masih mau kerja di perusahaan? Atau mau berhenti saja?" tanya Lingga menatap wajah sang anak.
Dira tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak memikirkannya. "Hmm... Aku tanya Mas Denzo dulu ya Pa. Aku mau minta izin dulu sama dia," jawab Dira. Ia tidak mau Denzo marah karena tidak memberi tahu atau pun meminta izin untuk bekerja.
Lingga mengangguk mengerti. Ia paham maksud putrinya. "Yasudah kalau kamu nanti mau kerja bilang papa atau langsung ke perusahaan saja ya."
"Siap Pa." Dira mengangkat tangannya dengan gaya hormat membuat kedua orang tuanya tertawa.
"Kamu ini," timpal sang Ibu gemas dengan perilaku putrinya. Dira tertawa kecil.
"Kalau begitu Mama sama Papa pulang ya, kamu baik-baik disini, jaga kesehatan juga." Nasehat Lena pada Dira.
"Iya, kalian juga ya jaga kesehatan. Mama dan papa jangan banyak pikiran dan jangan terlalu capek," ucap Dira balas menasehati orang tuanya.
Kedua orang tua Dira pun meninggalkan rumah Gritama. Dira memandang mobil putih itu sampai hilang dari pandangannya.
"Maaf Ma, Pa. Aku bukan mau bohong sama kalian tapi aku ngga mau kalian khawatir, " ucap Dira dalam hati. Ia menatap sendu ke langit.
Selepas kepulangan orang tua Dira. Dira masuk ke kamarnya. Ingin membersihkan diri terlebih dahulu sebelum memasak untuk sang Suami.
Sehabis membersihkan diri. Dira kembali ke dapur. Ia memasak makan malam untuk Denzo sebelum ia pulang.
Saat masak Dira ditemani dengan Bi Nina. Bi Nina melirik Dira yang kadang melamun.
"Nona, kenapa?" tanya Bi Nina. Ia membuat Dira tersadar dari melamunnya.
"Ahh... Ngga bi, aku gapapa kok," jawabnya sambil melanjutkan masak.
"Jika Nona mau cerita bilang saja sama Bibi ya," pinta Bi Nina. Ia merasa kasihan sekaligus khawatir pada Nona barunya.
"Iya Bi. Makasih ya." Dira menoleh tersenyum ke Bi Nina.
Kini makanan sudah tersaji di meja makan. Dira duduk di kursi menunggu sang Suami pulang.
Dira menatap kosong ke depan. Pikirannya masih penuh tanda tanya.
Apa Mas Denzo akan menerima ku suatu saat nanti. Aku harus apa? Aku bahkan tidak tahu kesalahan yang aku buat. Aku harus mencari tahu dimana dan bagaimana caranya? Aku bahkan ngga kenal Mas Denzo sebelumnya.
Dira menunduk, ia termenung hingga tidak menyadari kedatangan Denzo.
"hmm." Denzo berdehem pelan menatap Dira yang melamun. Matanya menyipit curiga.
"Dia tidak menyadari kedatanganku. Apa yang sedang dia pikirkan?" pikir Denzo dalam hati.
Denzo kembali berdehem lebih keras membuat Dira kaget dan tersadar, ia langsung berdiri saat menatap Denzo yang kini berdiri di depannya.
"Mas." Dira terperanjat.
"Maaf Mas. Aku ngga sadar Mas udah pulang." Dira buru-buru mengambil tas kerja Denzo.
Denzo mengabaikan Dira dan pergi begitu saja di hadapan Dira. Sedangkan Dira memilih mengikuti Denzo dibelakang.
Di dalam kamar, Denzo sudah berada dalam kamar mandi, membersihkan dirinya. Dira meletakkan tas kerja Denzo dan masuk ke walk-in closet mengambil baju ganti untuk Denzo.
Dira duduk di sofa dengan baju untuk denzo di pangkuannya. Ia kembali melamun sampai Denzo keluar dari kamar mandi.
Denzo berdiri tepat di depan Dira. "Dia melamun lagi," pikirnya menatap Dira.
"Bajuku." Suara tegas Denzo membuat Dira tersadar dari lamunannya.
"Eh Mas. Ini bajunya." Dira berdiri dan memberikan pakaian yang berada di tangannya.
"Berhenti melamun." Denzo mengambil dan berjalan masuk ke walk-in closet.
Dira menunduk. Perintah Denzo terdengar tegas dan tanpa bantahan. Ia tidak boleh melamun di depan Denzo, itu bisa membuat laki-laki itu marah. Apalagi sudah dua kali laki-laki itu mendapatinya melamun.
Di sisi lain, di dalam walk-in closet Denzo mengganti pakaian nya. Ia memikirkan perilaku Dira yang sering melamun.
Ada apa dengannya? Apa dia mulai memikirkan kesalahannya? Atau sikapku yang terlalu kasar padanya? Ah...Tidak dia memang pantas mendapatkan itu.
Denzo menyisir rambut basahnya dengan tangannya. Menatap pantulan wajahnya di cermin.
Aku tidak boleh luluh karena dia yang terlihat menyedihkannya. Mungkin saja dia hanya akting dan ingin membodohiku.
"Aku harus memikirkan cara supaya dia mengakui kesalahannya," gumamnya pada diri sendiri. Ia sudah tidak sabar Dira mendapatkan hukuman penjara, meski sekarang dia membuatnya menderita.
Di meja makan, Dira mengambilkan makanan ke piring Denzo. Kegiatan makan malam mereka tanpa bicara seperti biasa.
Dira melirik Denzo. Laki-laki itu makan dengan ekspresi datarnya.
Aku harus bicara sama Mas Denzo soal pekerjaan. Aku merasa bosan dirumah terus. Aku harap Mas Denzo ijinkan aku.
Makanan di piring Denzo sudah hampir habis. Dira menoleh saat laki-laki itu berdiri.
Dira menghela napas sebelum bicara, menyiapkan hatinya. "Mas."
Denzo berhenti saat akan melangkah pergi dari ruang makan. Ia menoleh dengan pandangn tajamnya membuat Dira semakin ragu.
"Aku...aku boleh ngomong sebentar, Mas?"