NovelToon NovelToon
Dikutuk Jadi Tampan

Dikutuk Jadi Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Dikelilingi wanita cantik / Obsesi / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Harem
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: HegunP

Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.

Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.

Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.

Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 Tempat Tinggal Baru

“Hah … tidur bareng?” Edo gugup. Tidak tahu harus bereaksi apa.

“Kakak mau, kan?” Miya mengeluarkan tatapan imutnya, terlihat ada harapan serius di sana.

“Kenapa syaratnya malah aneh begitu?” batin Edo.

Ada jeda cukup lama di antara mereka berdua. Hingga Miya membuka suara.

“Hahaha. Kak Pangeran ko jadi gugup banget begitu, sih. Aku cuma bercanda, ko,” ungkap Miya yang langsung mencairkan ketegangan di diri Edo.

Edo ikut tertawa.

“Haha. Syukurlah. Sebenarnya aku udah nyangka kamu cuma bercanda,” kilah Edo, tertawa kecil sambil menyeka keringat di dahinya.

“Yaudah yuk. Aku bilang dulu sama bapakku. Kali aja diizinin.” Miya berdiri mengajak Edo mendatangi bapaknya yang sedang mengelap kaca etalase menu. Nama bapaknya Miya adalah Taufik.

Awalnya Edo ragu kalau Taufik akan menerima begitu saja. Apalagi dirinya hanyalah orang asing yang datang tiba-tiba minta tempat tinggal dan pekerjaan. 

Normalnya, akan sulit untuk langsung diterima begitu saja. Akan tetapi, setelah bertanya, jawabannya diluar dugaan.

“Nak Edo perantau, ya. Boleh banget mah tinggal di sini. Besok bisa langsung kerja sama bapak,” ujar Taufik dengan gembira.

Edo tentu senang karena tanpa banyak debat, semua bisa selancar ini.

“Tapi saya mungkin cuma 5 bulan saja di rumah bapak atau mungkin sampai punya cukup tabungan untuk hidup sendiri. Habis itu, saya akan cari kosan sendiri dan pekerjaan lain.”

“Ah, nak Edo jangan sungkan. Tinggal selamanya di sini juga boleh. Anggap rumah sendiri.”

Edo makin terheran-heran dengan ucapan Taufik. Bapak itu begitu baik dan ramah. Edo pikir ibu kota adalah tempat keras dan kejam. Ternyata tidak juga.

“Makasih, Pak buat kebaikannya.” Edo makin nampak senang dan terharu.

“Kamu istirahat aja dulu. Orang ganteng kaya kamu wajib ditolong. Soalnya bisa bawa keberuntungan. Haha!” celetuk Taufik.

Mendengar pujian Taufik, itu malah terasa seperti tamparan yang menyadarkan Edo akan satu hal.

“Berarti aku ditolong gara-gara ganteng. Andai aku gak dapat kutukan tampan, mungkin gak akan ditolong kaya gini,” gumam Edo. 

“Kak Pangeran. Ayo ikut Miya. Aku antar ke kamar kakak,” panggil Miya.

Edo pun bergegas mengikuti Miya masuk ke dalam rumah.

Rumah Taufik meskipun sederhana dan minimalis, namun tetap nyaman ditinggali dan memiliki dua lantai. Usaha warung nasinya terletak di teras rumahnya yang disulap menjadi seperti ruko. Ruang tamu diubah jadi tempat para pembeli duduk dan makan.

Sementara ruang paling dalam sama seperti rumah pada umumnya, ada ruang keluarga, kamar mandi, dan dapur.

Edo diantar Miya ke lantai dua, menuju kamar tidur yang kata Miya itu kamar bekas kakak kandungnya yang sudah lama meninggal. Katanya juga, si kaka meninggal bersama ibunya dalam sebuah kecelakaan. Kini, Miya hanya hidup bersama ayahnya di rumah ini.

Miya membuka pintu kamar. Edo memperhatikan isi dalam kamar yang ia yakin pasti rajin dibersihkan setiap minggunya. Itu karena ruangan tidak berdebu dan kotor meski tidak ditinggali.

“Moga betah ya. Kalau perlu sesuatu panggil saja aku. Siap 24 jam,” ujar Miya sambil menatap Edo penuh senyuman.

“Makasih, Miya.”

“Sama-sama Pangeran. Aku pergi dulu, ya,” izin Miya dengan centilnya mencolek-colek dagu Edo, lalu pergi dengan riang gembira.

Edo mengusap-usap dagu bekas colekan tangan miya sambari melihat Miya berlalu, turun ke lantai bawah. Sungguh, Edo benar-benar belum terbiasa dengan perlakuan genit dari lawan jenis. Rasanya rada menggelikan.

“Kayaknya aku harus belajar terbiasa dicentilin kaya gini. Apalagi kedepannya pasti bukan cuma Miya, tapi cewek-cewek lain bakalan begitu juga gara-gara muka baru ini,” ucap Edo, lalu menutup pintu kamarnya.

Edo meletakkan tas gendongannya sembarangan ke tempat tidur. Ia ingin sekali lagi melihat-lihat suasana kamar barunya. 

Di sudut kamar, ada cermin ukuran besar terpangpang. Edo beralih ke sana untuk melihat perubahan fisik dan wajahnya lagi yang telah tampan paripurna. 

Sampai di sana, hampir saja Edo dibuat pingsan lagi karena melihat wajah tampannya sendiri. Ia bahkan masih belum sepenuhnya percaya kalau penampilannya telah berubah menjadi sosok yang sangat berbeda sekarang.

“Jadi gini rasanya jadi orang ganteng. Gak perlu insecure saat melihat muka sendiri di cermin. Cewek-cewek pun datang mendekat tanpa diminta. 

Pak Taufik pun tadi juga bilang kalau orang ganteng itu wajib ditolong karena membawa keberuntungan. Apakah artinya dulu aku hidup menderita karena dianggap gak wajib ditolong dan pembawa sial? Apa karena itu juga ibu dan adikku sendiri gak menerimaku?”

Edo jadi kembali sedih. Ia jadi teringat dan merasa miris dengan kehidupan masa lalunya yang selalu dikucilkan hanya gara-gara wajahnya jelek.

“Gak boleh! Gak boleh sedih lagi. Aku udah jadi orang baru. Aku harus membuat hidupku jadi lebih baik dari sebelumnya dengan muka baru ini,” serunya kembali semangat.

“Pertama, aku akan membuat perencanaan hal-hal apa saja yang harus aku lakukan selama 7 tahun kedepan, supaya gak meninggal sia-sia.”

Setelah mengatakan hal itu, Edo memutuskan untuk pergi mandi terlebih dahulu. Ia baru ingat kalau belum mandi dari kemarin. Pantas saja badannya terasa gatal-gatal. Dia mengambil sabun dan handuk dari dalam tasnya lalu pergi ke luar menuju kamar mandi.

Kamar mandi juga ada di lantai dua. Cuma ada satu dan tepat berada di sebelah kamar yang ditempati Edo. Dia masuk ke kamar mandi itu.

Setelah selesai membersihkan badan dan telah beraroma wangi. Edo kembali masuk ke kamarnya dengan hanya memakai handuk yang melilit pinggangnya. Dia masuk dengan santainya tanpa sadar ada Miya yang sudah ada di dalam, berdiri di dekat meja belajar. 

Melihat Edo masuk kamar dengan penampilan seperti itu langsung membuat bola mata Miya terbelalak.

“Sangat gagah.” Begitu isi hati Miya.

Penampakan pahatan-pahatan otot di tubuh Edo hampir saja membuat Miya menjerit kegirangan kalau saja mulutnya tidak segera ditutup rapat-rapat dengan tangannya.

Sementara Edo baru menyadari adanya miya di dalam kamarnya setelah beberapa detik berlalu. Saat melihat ada Miya, Edo sontak berteriak histeris sambil tangannya sibuk menutupi tubuh atasnya.

Saking sibuk dan heboh sendiri, handuk yang melilit pinggangnya tiba-tiba lepas dan turun tanpa ia sadari.

Dan itupun membuat Miya makin terperanga dengan bola mata semakin melebar. Lututnya juga terasa melemas.

“Pangeranku sangat menggoda!” racau Miya.

1
Sharon Dorantes Vivanco
Gak akan kecewa deh kalau baca cerita ini, benar-benar favorite saya sekarang!👍
HegunP: makasih. ikutin terus ceritanya, ya. karena akan makin seru 👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!