Nayura, gadis SMA yang belum pernah mengenal cinta, tiba-tiba terikat janji pernikahan di usia yang penuh gejolak. Gavin juga remaja, sosok laki-laki dingin dan cuek di depan semua orang, namun menyimpan rasa yang tumbuh sejak pandangan pertama. Di balik senja yang merona, ada cinta yang tersembunyi sekaligus posesif—janji yang mengikat hati dan rasa yang sulit diungkapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadin Alina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 : His Name, My Chaos!
Rumah berlantai dua dengan gaya modern bercat ungu tampak sepi malam itu. Di dalam kamarnya yang nyaman, Tessa tengah bersandar lemah pada headboard ranjangnya. Mengehela nafas panjang seirama dengan ponsel yang ia turunkan dari daun telinganya.
“Kenapa nggak aktif sih, nomornya!” keluh Tessa gusar.
Setibanya di rumah ia langsung teringat Nayura—temannya yang tadi ikut terjatuh dalam kecelakaan. Ia menghubungi Nayura bahkan, berulang kali tapi nihil. Membuat Tessa menjadi panik tidak karuan.
“Apa jangan-jangan dia kenapa-kenapa, ya? sama cowok tadi?” Duga Tessa, mengingat sosok berseragam putih abu-abu yang membantu Nayura.
Sayangnya, Tessa tidak melihat wajah si cowok jadi, nggak tahu wajahnya kayak apa. Pikiran buruk menghantui Tessa hingga ia memilih untuk menghubungi Stevi.
“Hallo.” Sapa Tessa saat panggilan terhubung.
“Stev, gue sama Nayura jatuh dari motor. Tapi sampai sekarang Nayura nggak bisa di hubungi.” Jelas Tessa dengan nada khawatir.
“Jatuh dimana? Trus kok bisa, lo nggak bareng Nayura?” tanya Stevi ikutan panik.
“Tadi dia di bantuin sama cowok trus, gue di bantuin bapak-bapak gitu. Kami pisah jadi, gue nggak tahu.”
“Aduh! Gimana ini!” panik Tessa membuat kaki dan tangannya kembali nyeri karena terlalu banyak bergerak.
“Lo tenang, dulu. Gue coba telpon tante Elda, barangkali dia udah di rumah.” Ucap Stevi mencoba menenangkan Tessa.
Tessa hanya mengangguk pelan, meskipun tahu jika Stevi tidak bisa melihatnya. Setelah panggilan terputus, Tessa menaruh ponselnya di atas pangkuan. Kepanikan masih kentara membingkai wajah imutnya.
“Padahal gue baru aja mau senang Nay, karena di anterin cowok ganteng. Tapi, lo malah bikin gue khawatir dan nggak bisa bahagia buat sekarang.” gumamnya sedih.
Sementara itu, di dalam sebuah taksi yang melaju pelan menyusuri jalanan Bandung, Gavian duduk di samping Nayura.
“Pelan-pelan aja, pak!” titah Gavian kepada sopir taxi.
“Siap mas!” sahut sopir taxi tersebut.
Gavian dan Nayura tengah berada di sebuah taxi yang sengaja Gavian pesan untuk mengantarkan Nayura pulang. Motor Gavian sudah di bawa pulang oleh Regi. Sebenarnya, Gavian bisa saja meminta sopir di rumah untuk mengantarkan mobil ke rumah sakit tetapi, ia terlalu malas untuk menelpon supir rumah.
Di kursi samping, Nayura memandangi memandangi lampu-lampu jalan yang menerangi kota Bandung. Jantungnya masih berdegup tak karuan. Dekat-dekat dengan cowok asing seperti ini—apalagi yang tampangnya bikin deg-degan—benar-benar membuatnya salah tingkah.
Gavian memperhatikan Nayura dari samping meskipun, wajahnya tertutupi oleh helaian rambut tapi tidak mengurangi kecantikan Nayura.
Gavian berdecak kagum akan hal itu. Bosan dan sepi yang menyergap jiwa, membuat mulutnya gatal untuk berbicara. Padahal, kalau sama teman-teman ia irit banget bicara. Entah kenapa, kehadiran gadis ini membuatnya ingin terus berbicara, sesuatu yang jarang ia rasakan. Biasanya, Gavian bukan tipe yang cerewet.
“Pengen kenalan tapi bingung mau mulai dari mana?” batin Nayura.
Rasa ingin tahunya itu sudah menggebu-gebu sedari tadi, ingin kenalan sama cowok yang udah bantuin dia bahkan, rela nungguin dan ngatarin pulang segala. Rugi bangetkan, kalau nggak tahu namanya, barangkali saja nanti ketemu di jalan atau di mana gitu. Masak kagak nyapa, pengen nyapa tapi nggak tahu nama. Ck, malu, kan!
“Tanya.”
“Nggak.”
“Tanya.”
“Nggak.”
“Tanya.”
Timbang batin Nayura, hingga beberapa saat ia mulai lelah sendiri.
Akhirnya, ia menolehkan kepala lagi-lagi, mendapati Gavian yang tengah menatapnya. Lagi. Seolah setiap kali ia menoleh, cowok itu memang selalu memperhatikannya.Hanya di tatap begini saja, Nayura sudah gugup setengah mati.
Nayura membuang nafas dengan kasar melalui mulutnya kemudian, kembali menatap Gavian. Bodo bangetlah, si Gavian yang terus memperhatikan dirinya. 😑
“Hmm…btw, boleh kenalan?” tanya Nayura, melirik Gavian dari sudut matanya.
Hening
“Apa gue nanya terlalu to the point? Jangan-jangan dia ngira gue murahan kali, yak! Hiyak! Mampus-mampus!” rutuk Nayura, menunduk dan memejamkan matanya erat.
Melihat respon Gavian yang cuman diam membuatnya merasa malu dan bodoh. Astaga, baru kali ini Nayura mempermalukan diri di depan cowok. Untung tampan, kayak Jake kalau nggak, udah Nayura skip sedari tadi. Hahahaha 🤭😂
Gavian menyunggingkan sudut bibirnya, mendapatkan pertanyaan demikian membuat hatinya menghangat. Ini yang Gavian tunggu-tunggu sedari tadi, menunggu Nayura yang memulai obrolan.
“Gaviandra.” Ucap Gavian singkat, padat dan jelas.
Mendengarkan suara Gavian membuat Nayura membuka kelopak mata dan menoleh cepat.
“Gue Nayura ….” sahut Nayura gugup.
“Udah tahu.” Balas Gavian santai.
Nayura mengernyit bingung. “Hah?”
Melihat Nayura yang kaget dan bingung dengan ucapannya, Gavian kembali bersuara. “Nametag lo kan, ada.”
Nayura menepuk jidatnya,melirik bagian dada sebelah kanan sana yang memang tersematkan nametag.
“Goblok!” umpatnya terdengar lirih.
“Baru nyadar?” tanya Gavian dengan tersenyum miring yang menyebalkan tapi, bikin jantung Nayura makin nggak karuan. Malunya bukan main.
“Gue minta maaf...karena nggak sengaja nabrak lo dan teman lo.” Ucap Gavian, mencoba menarik atensi Nayura. Nayura menoleh hingga Gavian dapat melihat wajah cantik itu kembali.
“It’s oke, makasih udah tanggung jawab dan..anterin gue pulang.” Balas Nayura, tak menyangkal jika Gavian begitu tanggung jawab terhadap dirinya. Padahal, mereka tidak saling kenal. Bisa sajakan, Gavian mengantarkan dirinya ke rumah sakit kemudian pergi begitu saja. Tetapi, Gavian berbeda…
Gavian menganggukkan kepalanya sebagai bentuk tanggapan atas ucapan Nayura.
Tak lama kemudian...
“Sudah sampai mas.” Beritahu supir taxi yang berhenti tepat di sebuah rumah berlantai dua minimalis.
Gavian mengintip dari balik jendela, meneliti rumah yang kayak nggak asing baginya. “Ini rumah lo?”
Nayura menganggukkan kepalanya “Iya, mau mampir dulu?” tawarnya, nggak enak juga langsung cabut gitu aja, padahal Gavian sudah sangat membantu.
Gavian menggelengkan kepala “Lain kali.”
Sebenarnya pengen masuk karena penasaran tapi Gavian harus pulang karena malam ini ada pembahasan penting dengan keluarga calon bininya.
Tangan Nayura membuka pintu, menurunkan kakinya dengan hati-hati hingga Nayura berdiri sempurna di sisi mobil. Pintunya belum di tutup, sengaja Nayura membiarkan pintu tersebut tetap terbuka. Ia merundukkan tubuhnya hingga ia bisa menatap Gavian di dalam sana.
“Sekali lagi makasih, ya.” Ucap Nayura di iringi oleh senyuman manis.
Melihat senyuman manis itu membuat Gavian sampai tak kedip. Ia terus memandangi wajah cantik Nayura yang sialnya semakin cantik jika tersenyum.
Brak!
Nayura menutup pintu kemudian, melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan pelan. Gavian tersadar, ia memegangi dadanya yang jadi berdebar-debar.
“Ck, lama-lama gue bisa gila!” decaknya dengan geleng-geleng kepala.
always always bagus!!
hebat!!! Udah cocok itu open comision
kondangan kita! Semur daging ada gak?
Setiap komentar dan dukungan kalian, sangat berharga bagiku. Membakar semangat untuk terus menulis🔥
Happy reading 🤗