Riska memerintahkan orang untuk menghilangkan Laila seorang chef yang dari Jakarta karena dicintai oleh Arya Semana pimpinan perusahaan. Selain itu orang tua Arya Tuan Sultan Semana menolak Laila karena memiliki ibu dengan riwayat sakit jiwa .. Namun muncul Lina kembaran Laila yang menyelamatkan Laila dari Riska
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.9 Teratai Untuk Ibu
Di penghujung acara lajang atau jombloh Arya Semana, mereka teman temannya sepakat menetapkan jika malam itu statusnya memang sah jombloh.
"Jadi sah jombloh, ya," ujar Rudy.
"Ya jombloh," angguk Tony.
"Jombloh yang ditinggal kawin harus segera cari ganti," sambung Joni
"Berat syarat untuk dibawa ke hadapan ortumu," seru Rudi.
"Harusnya Indriana sudah cocok. Dari keluarga mapan, gelar Master pula, karir cemerlang," ujar Rudi merinci.
"Sudah jangan disebut lagi Nama itu. Indriana sudah masa lalu, masa depan harus diusahakan yang lebih baik lagi," ujar Joni.
"Setuju," Tony mengangkat gelasnya, diikuti teman teman yang lain, bahkan Arya Semana ikut bersulang, walau sejujurnya sosok Indriana tak sepenuhnya lenyap dari benaknya.
"Toasts!" Ujar mereka serempak. Lalu menghabiskan isi gelas masing masing.
"Bagaimana perasaanmu?" Rudi menatap Arya Semana.
"Nyaman gak nyaman harus dienakin," tersenyum kecil pemilik raut muka bersih dan tampan itu.
"Hah dunia ini memang aneh, ada perempuan demi hidup nyaman bergelimang kemewahan, rela ditinggal lama oleh suaminya. Itu pernyataan sepupuku yang suaminya Master kelautan. Enam Bulan pisah dengan suami, sebulan bersama saat suaminya turun kapal. Tapi rumah mewah, mobil keren, anak anak sekolah di tempat bergensi, itu kebahagiaannya, itu pilihan, sih," ujar Rudi.
"Ya Ada istri yang mangan ora mangan asal kumpul sama suami, itu juga pilihan, Bro," sambung Joni.
"Ya itulah hidup. Dan wanita memang menyimpan misterinya sendiri," angguk Tony.
"Oke kalau harus break dulu, tenangkan diri dan mengosongkan memori dengan yang lama supaya ada tempat untuk kisah bagi yang baru," seru Joni
"Wow boleh itu," sambut Rudi.
"Setuju," Joni mengangkat Ibu jarinya persis seperti anak sekolah.
"Okelah kalau begitu," sambut Tony.
"Bagaimana?" Arya Semana menatap teman temannya tentang makanan dan minuman yang tekah mereka nikmati, dia sana sekali tak menyimak ucapan mereka barusan, karena pikirannya sibuk dibayangi pemutusan hubungan oleh Indriana yang dianggapnya tragis juga.
"Cukup, tapi cake ini sangat menggelitik lidahku, aku mau pesankan untuk istriku tersayang," usul Joni.
"Ini cake berkelas," sambung Tony.
"Wah memang rasanya berani diadu, nih cake ada getar sari anggur diantara coklat yang menggigit di lidah, manjanya kelapa muda yang berpasangan dengan gula merah, lalu gurihnya keju berbalut semprotan toping lembut adonan yang pecah di mulut," berdecak Rudi.
"Wah hati hati nanti bisa bahaya posisi chef di sini kalau kawan kita ini beralih profesi meneruskan toko kue ibunya dulu," tertawa Joni yang sejak kecil bersahabat dengan Rudi, dan ibunya Rudi memang membuka toko kue, maka itu Rudi bisa terperinci menyebut materi bahan yang dirasakannya pada Cake Triple Rasa.
"Ya ini kreasi Chef Laila. Ia beri Nama Cake Triple Rasa karena ada tiga rasa dalam satu wadah katanya," ujar Arya Semana.
"Sangat sesuai dengan nama pilihannya." Rudi setuju.
"Oke biar aku buat order untuk kalian," ujar Arya Semana lalu memanggil waiter yang berjaga jaga di sudut ruangan,"Besok buatkan tiga paket Cake Triple Rasa ini, masing masing isi tiga, ya,"
"Baik, Bapak," angguk si waiter dengan senang hati.
"Biar nanti ada yang mengurus bilnya, sekaligus alamat pengirimannya,"
"Baik, terima kasih," membungkuk pada Arya Semana sebelum meninggalkan meja.
*
Saat Laila masuk kerja pagi harinya begitu antusias menerima order tiga paket kali dua cake triple rasanya.
Maka segera ia minta dua asistennya untuk menyiapkan semua keperluan kerja, supaya order yang didapat berjalan lancar dan cepat dikirim.
Seperti yang sudah sudah, dua asistennya sangat tangkas dan piawai dalam pekerjaan, hingga setiap kerjasamanya tanpa kendala.
Seperti saat ini. Ketangkasan serta semangat di mata lulusan sekolah Tata Boga itu, membuat Laila memiliki kekuatan dan semangat berganda.
"Wah tuh anak Bos Pinter juga ngelakuin dagangan bapaknya," gumam hati Laila sambil mempersiapkan bahan yang akan diolah.
"Semulai aku kerja di sini tujuh tahun lalu pas restaurant ini dibuka, baru sekarang tuh anak Bos Semana ke sini, malah tampaknya dia tertarik pada restaurant ini," ujar Madam Meli melirik pada Laila.
"Ya, mungkin sudah waktunya dia ikut promosi jualan bapaknya," ujar Laila sambil terus bekerja, tangannya menimbang bahan yang akan diolah.
"Ya kamu benar, Chef," angguk si madam Meli merasa tak berhasil memancing perhatian anak buahnya untuk berpanjang lebar membicarakan Arya Semana yang sempat diantar pulang.
Tapi bukan madam Meli namanya kalau tak berusaha untuk menggelitik Laila yang sempat berduaan dengan Arya Semana dalam satu atap semalaman.
"Chef,'
"Ya Madam," sahut Laila menoleh sejenak pada atasannya, lalu kembali perhatiannya lebur pada pekerjaannya.
"Sori bukannya mau mengulang kisah nggak enak antara Pak Arya dan dirimu malam itu," menunggu reaksi Laila sebelum melanjutkan suaranya.
"Memangnya ada apa, ya, Madam?" Santai dan rilek sikap Laila.
"Chef nggak takut diapa apai, gitu?" Madam mengawasi chefnya.
Laila tersenyum, "Kalau disadari lagi ngeri juga sama orang mabuk. Mau itu anak Bos atau anak jalanan, sama saja nggak sadar, tapi saya waktu itu Bismillah saja, Madam, lagipula saya pikir saya ini sedikitnya punya bela diri, jadi modal yakin saja nggak ada apa apanya, dan memang aman aman saja sampai pagi,"
"Ya berarti feelingmu benar akan aman aman saja,"
"Ya,"
"Chef boleh tanya?" Madam Meli agak ragu.
Laila tertawa kecil."Boleh asal jawabannya nggak pakai bayar,"
"Tapi maaf, ya," ragu si madam.
Laila tersenyum,"Silahkan,"
"Apa embel embel anak Bos ada memberi pengaruh besar pada Chef untuk menolongnya?"
Laila sempat terkejut oleh pertanyaan itu, tapi sedetik kemudian tampak santai kembali.
"Jujur ada," angguk Laila,"Dengan saya tahu siapa beliau memang ada jaminan aman," serunya, "Tapi tentu saja hanya sebatas ingin mengantarkannya pulang, ya, jika Pak Arya Semana itu kita nggak tahu siapa sebenarnya pastilah ada keraguan, bukan karena ada niatan pamrih atau apa sebagainya, namun saya juga mikir keamanan saya, apalagi wanita, kan, jangan sampai pergi sebagai wanita terhormat, lalu pulang kehilangan kehormatan ..."
Madam Meli tersenyum, "Jadi realitanya begitu, ya,"
"Ya dong, saya hanya menjadi sopirnya saja, antar dengan selamat, tanpa harapan menerima imbalan apa pun, ya jika Pak Arya mengundang saya minum kopi bersama itu tak lebih adab yang dia miliki. Tak lupa pada sopir yang nekat mengantarkannya, itu saja. Tak lebih. Mungkin tatakrama dan sekaligus klarifikasi nama baliknya jangan sampai rusak karena mabuk,"
"Ya ...ya ..." Angguk Madam Sonya.
"Tapi kalau terjadi lagi tentu saya menolak mengantarkan, itu namanya kebiasaan, jadi klarifikasi bahwa dia mabuk nggak sengaja itu cuma hoak, dong, dan saya ogah terlibat pada orang pembohong walau dia anak Bos sekali pun,"
Madam Sonya mengangguk angguk, semakin salut dia pada anak buahnya yang memiliki prinsip itu.
Selesai sudah pembuatan enam cake Triple Rasa dan sudah dipacking oleh petugas dengan baik dan dijamin aman sampai ke alamat masing masing.
Setelah membuat cake pesanan Laila pamit pulang. Hari ini dia memang kerja sampai jam lima sore.
Saat melewati tepi danau yang tumbuh teratai air, ia membelokkan mobilnya, dan parkir.
Laila sudah kenal dengan lelaki yang bertugas membersihkan danau dan sekitarnya, karena kerap membawa ibunya untuk menikmati pemandangan teratai air di atas danau.
"Pak maaf bisa minta teratai air ya satu untuk Ibu saya,"
"Silahkan, Neng," ujar lelaki tua itu,"Neng bawa tempat?"
Laila menggeleng, nanti saya cari di bagasi mobil, Pak,"
"Tak usah ini ada wadah, neng boleh pakai, jangan lupa ambil juga air danaunya supaya teratainya tak kaget jika langsung berganti air untuk asupan makanannya." Diberikannya wadah bulat mirip baskom plastik pada Laila.
"Terima kasih, Pak,"
"Sama sama, Neng,"
Laila berjalan ke danau.
Di tepi danau Arya Semana Haris mobilnya di Lalu keluar dari mobilnya dan berdiri memandang di sekutar Danau.
Bersambung