Cerita ini hanya fiktif semata, hanya karangan belaka dari penulis, mohon maaf jika ada ke samaan nama & tempat.
Kisah seorang anak manusia yang mempunyai kelebihan dari anak-anak yang lain yang berjuang bertahan hidup setelah kematian yang tragis kedua orang tua nya yang menjadikan nya seorang penguasa dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN GERHANA DAN PAK ADI COKRO
Setelah berbincang, ayah dan anak itu turun menemui Gerhana.
Gerhana duduk sendirian di ruang tamu, di hadapannya terhidang makanan dan minuman yang disiapkan Bok Jum. Namun, ia tak menyentuhnya karena masih kenyang setelah makan di luar bersama Lyra.
Dari kejauhan, terlihat Pak Adi Cokro dan Lyra menghampiri Gerhana. Sesampainya di ruang tamu, Pak Adi Cokro langsung menatap Gerhana yang sedang duduk.
Melihat kedatangan mereka, Gerhana berdiri dan menghampiri Pak Adi Cokro, lalu mencium punggung tangannya.
Pak Adi Cokro tersenyum dalam hati, "Anak ini sungguh sopan. Tidak banyak anak yang seperti ini zaman sekarang."
"Perkenalkan, saya Papinya Lyra, Adi Cokro," kata Pak Adi Cokro.
"Saya Gerhana, Pak," jawab Gerhana memperkenalkan diri.
"Mari, silakan duduk," kata Pak Adi Cokro mempersilakan Gerhana kembali duduk. "Saya dengar dari Lyra, Nak Gerhana sudah membantu Lyra mengusir orang-orang yang ingin menculiknya? Apakah itu benar?"
"Maaf, Pak, sebenarnya saya hanya kebetulan lewat. Saya melihat ada tiga orang berbadan kekar dan berwajah seram sedang mengelilingi Lyra. Saya bermaksud bertanya apa yang ingin mereka lakukan kepada gadis itu," jawab Gerhana.
"Lalu, apa yang mereka lakukan padamu?" tanya Pak Adi Cokro.
"Salah satu dari mereka tertawa terbahak-bahak dan mengatakan bahwa ini bukan urusan saya. Salah satu dari mereka berusaha menyerang saya, Pak, tapi Alhamdulillah saya bisa menghindar," jelas Gerhana.
Lyra menimpali, "Kak Gerhana hebat, Pi! Bisa menghindari serangan dari penjahat itu, baik tusukan pedang maupun tembakan senjata api."
Mendengar penjelasan Gerhana dan Lyra, Pak Adi Cokro merasa kagum. "Oh ya, Nak, kamu tinggal di mana?"
Mendengar pertanyaan itu, Gerhana terdiam sejenak. Sambil menghela napas panjang, ia mencoba menjelaskan, "Saya tinggal di desa, Pak, tepatnya di Desa Paku, Kabupaten Kayu Agung, Kecamatan Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Sayangnya, desa saya diporak-porandakan oleh segerombolan perampok dua tahun lalu. Kedua orang tua saya tidak luput dari keganasan mereka. Dengan kejam, mereka membakar rumah dan membunuh kedua orang tua saya."
Gerhana berlinang air mata, tak kuasa menahan kesedihan saat menceritakan masa lalunya.
"Maafkan saya, Nak Gerhana, sudah membuatmu bersedih," kata Pak Adi Cokro.
"Tidak apa-apa, Pak. Itu semua sudah menjadi suratan takdir dari Yang Maha Kuasa," jawab Gerhana.
"Anak ini ternyata bijaksana dan pemikirannya sangat dewasa," gumam Pak Adi Cokro dalam hati.
"Baiklah, Nak Gerhana, mulai hari ini anggap saja Bapak ini sebagai Bapakmu dan anggap Lyra sebagai adikmu. Bapak yakin kamu bisa menjaga Lyra dengan baik," kata Pak Adi Cokro.
Dengan berlinang air mata, Gerhana menjawab, "Terima kasih banyak, Bapak, sudah mau menganggap saya sebagai anak Bapak."
Pernyataan Pak Adi Cokro membuat Lyra senang bukan kepalang. "Papi serius mau menjadikan Kak Gerhana sebagai kakak angkatnya Lyra?"
"Iya, Papi serius. Mulai sekarang, Nak Gerhana akan menjadi anggota keluarga kita," kata Pak Adi Cokro.
"YEEE...YE...YE... HORE...HORE...HORE... Lyra punya kakak! Lyra punya kakak!" Lyra bersorak kegirangan.
Mendengar itu, Gerhana hanya bisa diam. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ada perasaan senang, ada juga perasaan sedih. Senang karena ia bisa mendapatkan keluarga, sedih karena ia teringat kedua orang tuanya yang telah dibunuh perampok.
Ingin rasanya Gerhana membalas kematian kedua orang tuanya, tetapi ia ingat pesan dari guru sekaligus kakeknya, sang petapa sakti.
Melihat Gerhana yang diam saja, Pak Adi Cokro mendekatinya. "Ada apa, Nak Gerhana? Apa kamu keberatan untuk menjadi anak angkatku dan menjadi kakak angkatnya Lyra?"
Mendengar itu, Gerhana menjawab, "Tidak, Pak Adi Cokro, saya bukannya keberatan. Tapi, saya bingung antara senang dan sedih. Senang karena saya bisa mendapatkan keluarga baru, sedih karena saya teringat kedua orang tua saya yang pergi secara mendadak dan paksa oleh keganasan perampok yang memporak-porandakan kampung halaman saya dan membantai hampir seluruh warga desa, termasuk kedua orang tua saya."
"Bapak mengerti apa yang Nak Gerhana rasakan. Tapi, Bapak harap Nak Gerhana dapat segera bangkit dan jangan terlalu larut dalam kesedihan. Semua yang terjadi di dunia ini sudah ada yang mengatur. Kita sebagai manusia biasa hanya bisa menjalani kehidupan ini apa adanya."
"Bapak yakin Nak Gerhana bukan anak yang rapuh dan sanggup menghadapi kehidupan ini. Mulai saat ini, Bapak berjanji akan berusaha semaksimal mungkin memberikan kasih sayang yang sama kepada Nak Gerhana seperti Bapak memberikan kasih sayang kepada Lyra."
Mendengar itu, Gerhana sangat bahagia dan berjanji dalam hati akan melakukan apa pun, bahkan berkorban nyawa sekalipun, untuk menjaga keluarga barunya, yaitu Pak Adi Cokro dan Lyra.
"Untuk sementara waktu, maukah Nak Gerhana ikut bersama Lyra untuk melanjutkan pendidikan? Bapak akan mendaftarkan Nak Gerhana di sekolah yang sama dengan Lyra agar Nak Gerhana bisa menikmati pendidikan dan mendapatkan ilmu pengetahuan untuk bekal nanti..."
Mendengar ucapan ayahnya, Lyra senang bukan kepalang. Ia meloncat-loncat dan berlari memeluk ayahnya.
