NovelToon NovelToon
Peluang Pulih

Peluang Pulih

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:674
Nilai: 5
Nama Author: jvvasawa

"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."

Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.

Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.

Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.

Tentang bagaimana keadaan sekolahku yang dramatis bagai dalam seri drama remaja.


Oh, jangan salah mengira, ini bukan sekedar cerita klise percintaan murid SMA!

Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!


Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8 | PERWAKILAN ZOFAN

Harap bijaksana dalam membaca, karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru. Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛

Selamat menikmati, para jiwa!

...

“Uhuk, uhuk!”

Suara batuk yang terlalu dibuat-buat itu, tentu aku mengenal pemiliknya. Aku merutuk di dalam hati sebelum menyapu pandangan ke arah pintu kelas Sora, di mana kulihat Klara muncul dari sana, dengan sapu dalam genggaman tangannya. Ya, dia punya jadwal piket yang sama denganku. Kebetulan yang merana.

“Jangan berduaan saja, nanti yang ketiganya setan, loh,” celetuk Klara sembarangan dengan nada menggoda andalannya.

Dia juga mengerlingkan sebelah matanya padaku sesaat setelah kulemparkan delikan tajam dengan gigi yang menggertak samar, bermaksud memberinya kode yang aku yakin dia tahu artinya.

Klara menarik senyum miring dengan mata yang dipicingkan, “hm, iya, iya~ tak akan kuganggu lagi, tapi cepat kau selesaikan piketmu! Kau sudah janji akan menemaniku setelah ini, dan aku tak mau kita terlambat pulang!”

“Awas saja,” kecam Klara seraya menggerakkan dua jarinya – jari telunjuk dan jari tengah – secara bergantian ke arah mataku dan matanya sendiri. Kemudian menghilang lah wujud Klara di balik pintu, kembali meninggalkanku berdua dengan Sora yang hanya memasang telinga.

Bisa-bisanya aku salah waktu, lupa dengan janjiku pada Klara. Ah, ini gara-gara aku refleks menjalankan aksiku begitu melihat Sora muncul di lorong kelas.

“Baiklah, Sora. Aku harus segera kembali menyelesaikan tugasku sebelum Bawang Merah mengamuk lagi. Kau lihat sendiri, kan, bagaimana dia tadi?” cibirku setengah bergurau, lalu berdiri dari dudukku seraya meraih kedua bahu Sora untuk ikut bangun dari posisi berlututnya.

Jangan melamarku sekarang, Sora. Tentu saja yang ini gurauan untukku sendiri.

“Lagi, dan lagi, terima kasih banyak sudah menyembuhkanku, Sora. Aku berhutang budi padamu! Lain kali aku akan balas kebaikanmu! Katakan saja jika kau butuh bantuanku, ya?”

Agar aku bisa terus berdekatan denganmu.

“Jangan sungkan padaku,” kalimat penutup dariku, karena tak kunjung mendapat respon dari Sora.

Sejak ucapan terima kasih yang terakhir dariku, Sora seperti tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Jadi, aku tak tahu lagi harus bagaimana selain dengan berat hati meninggalkannya yang masih berdiam diri di tengah lorong.

Sebelum berjalan kembali memasuki kelas, aku berhenti sebentar untuk mengambil pel yang jadi korban dramaku tadi. Tubuhku berbalik menghadap Sora, langkah kakiku mundur semakin dekat pada pintu kelasku. Kulama-lamakan gerakanku demi memancing perhatian Sora.

Sambil melambaikan tangan kananku pada Sora, tangan kiriku meraih knop pintu yang ada di belakang. Kumanfaatkan setiap kesempatan, berharap Sora akan bereaksi.

Apa aku salah bicara, ya, sampai dia tiba-tiba diam tak berkutik?

“Tunggu, Natarin!”

Sora mengambil langkah lebar untuk menahan pintu kelas yang hampir tertutup seluruhnya, membuatku terkesiap nyaris menjepit jemari tegasnya yang menyelip di sela pintu.

“Astaga, Sora!”

Terlampau panik, dengan cepat kubuka kembali pintu kelas sampai knopnya di ambang menuju copot. Nanti aku pura-pura tidak tahu saja, kalau tiba-tiba pintu ini rusak.

“Jangan tiba-tiba begitu! Tanganmu hampir terluka karenaku.”

Aku … tidak bisa menyembuhkanmu seperti yang selalu kau lakukan padaku. Kau tahu, kan?

Jadi, tolong jangan terluka.

“Ah, iya. Maaf, Natarin.” Sora menjauhkan tangannya dari pintu kelas yang tak lagi terjangkau, beralih mengusap tengkuknya dengan raut wajah seakan telah melakukan suatu kesalahan.

Eh?

Aku menggeleng cepat dengan kedua tangan yang juga bergerak mengayun di depan dada, “tidak, tidak! Seharusnya aku yang minta maaf! Yang hampir terluka itu kau, Sora. Maafkan aku.”

Tanggapan gelisah dariku sepertinya jadi hiburan untuk Sora, karena sekarang aku melihatnya tersenyum. Belum, sebenarnya. Dia lebih terlihat sedang menahan senyumnya.

“Aku … hanya ingin bertanya sebentar. Apa kau bisa pertimbangkan kembali untuk membantu Zofan?”

Semakin menuju akhir kalimat, semakin terdengar keraguan ketika dia bertanya. Mungkin karena dia melihat keningku mengerut tanpa kusengaja.

“Maksudku, kenapa kau menolaknya? Dari yang sering kudengar, kau selalu senang membantu teman-teman yang lain. Maaf jika pertanyaanku membuatmu tak nyaman, atau kesal.”

Salah satu alis kunaikkan, “kenapa kau peduli? Apa kau dekat dengan Zofan?”

Sudah lama aku penasaran dengan ini, jadi sekalian saja kutanyakan, selagi waktunya tepat. Memang, aku sering lihat Sora bersama Zofan, tapi aku juga jarang melihat Sora bergabung dengan Bian dan Nero.

“Dia temanku, kan?”

… kenapa dia malah bertanya padaku?

“Terserah, lah, apa pun itu. Jika kau sebegitu ingin tahu, maka akan kuberitahu.”

Lenganku menyilang di dada, menatap lurus pada manik cokelat Sora, meleleh sempurna di matanya. “Aku tak suka caranya meminta tolong. Teman-teman yang lain tahu cara yang baik untuk minta bantuan, karena itu aku pun senang membantu. Sementara dia? Dia membuatku terganggu, hampir setiap hari. Kalau kau jadi aku, apa kau akan menolongnya?”

Sora diam dengan kerjapan matanya. Benar juga, tentu aku tahu jawabannya. Malaikat baik hati seperti lelaki berparas menawan di hadapanku ini, mana mungkin menolak ketika dimintai pertolongan?

“Y – yah, mungkin kau akan menolong, tapi aku bukan orang yang sebaik itu. Oke?”

Dan sekarang dia mengangguk, “aku mengerti. Sebenarnya, aku sudah sempat menawarkan bantuanku pada Zofan, tapi ternyata aku tak bisa membantu….”

Sisi tubuhku bersandar pada bingkai pintu, mendengar setiap kata yang Sora lontarkan. Aku tidak terlalu peduli dengan alasan kenapa Zofan butuh bantuan, atau alasan lainnya. Aku hanya ingin dengar suara lembut Sora lebih lama. Begitu candu.

“Masalahnya itu berkaitan dengan rumus-rumusan yang hanya dipahami olehmu, sepertinya. Jadi, mau aku mencoba bagaimana pun, tak akan berhasil. Makanya, aku … penasaran, kenapa kau tak mau membantu, tapi sekarang aku mengerti alasanmu.”

Penjelasannya hanya kutanggapi dengan dehaman panjang dan anggukan kecil. Sora terlalu baik untuk berteman dengan manusia menyebalkan dan tak tahu diri macam Zofan. Kenapa dia sampai seniat itu ingin membantu Zofan?

“Apa Zofan masih mengganggumu?”

“Tidak.”

“Kalau begitu, apa kali ini kau bersedia menolongnya?”

“Dia tidak menanyakannya lagi padaku.”

“Bagaimana kalau nanti dia bertanya?”

Pipiku membentuk cekung kala kusedot bagian dalamnya, tampak menimbang-nimbang.

“Itu tergantung cara dia meminta bantuan nanti, Sora.”

“Baiklah, aku akan—”

“Sora,” panggilku, menyela ucapan murid baru di sekolahku ini. “Kau tak perlu lakukan apa pun, karena aku tak akan mengubah keputusanku sampai dia langsung yang bicara padaku. Jadi, berhenti lah mewakilinya.”

Bibir tipis lelaki manis di depanku terbuka hendak membalas omonganku, tapi bunyi derit pintu dari arah belakang Sora membungkamnya. Kemudian, sepasang mata sipit di balik punggung Sora tampak nyalang menyambut sorot mataku.

“Astaga, Natarin! Kau masih belum selesai?!”

Suara si *Bawang Merah *membuat setengah tubuh Sora refleks berputar untuk melihat siapa yang bicara, sementara aku langsung mengacir masuk ke dalam kelas, kabur dari amukannya.

“Pokoknya jangan terlalu baik padanya, Sora!” teriakku dari dalam kelas, entah Sora dengar, atau tidak.

Tapi, tak lama kemudian, aku mendengar teriakan balasan yang lebih melengking dari luar kelas.

“PADA SIAPA, HAH?!”

Sial, Klara salah paham! Dia pasti berpikir aku membicarakannya.

Kegaduhan tak penting ini semakin berlanjut saat pintu kelasku lagi-lagi dibuka dan dihempas keras, jelas kali ini bukan Sora. Mari berdoa untuk keselamatan pintu kelasku yang sudah di ambang kerusakan.

“Santai, Klara! Kau salah paham!”

Tanpa mempedulikan klarifikasi singkat dariku, Klara berseru tak sabaran, “cepat, Nata! Atau kuseret kau pergi sekarang juga, dan lihat besok wali kelasmu akan marah padamu karena tak becus menyapu kelas!”

“Ck, sabar sebentar, ini hampir selesai! Jangan berisik, ibu tiri!”

...

Bersambung

1
Avocado Juice🥑🥑
Luar biasa kisahnya
Jwasawa | jvvasawa: Huhu terima kasih banyaak sudah luangin waktu membaca Peluang Pulih! 🥺💛
total 1 replies
Aishi OwO
Mantap, gak bisa berhenti baca
Jwasawa | jvvasawa: Waaaa terima kasih banyak! Semoga betah terus bacanyaa. /Whimper//Heart/
total 1 replies
Tsuyuri
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
Jwasawa | jvvasawa: Aaaa terima kasih banyak dukungannya! 🥺 akan aku usahakan! ♡♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!