Karya ini orisinal, bukan buatan AI sama sekali. Konten *** Kencana adalah sang kakak yang ingin menikah beberapa waktu lagi. Namun kejadian tak terduga malah membalikkan keadaan. Laut Bening Xhabiru, menggantikannya menjadi istri pria dingin berusia 30 tahun yang bahkan belum pernah berciuman dengan wanita lain sebelumnya. Akankah mereka bahagia dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Air Chery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan Ayah
Di rumah dua lantai yang cukup besar, dua orang tua itu tengah menyibukkan diri, entah untuk menghibur hati atau sekadar menghentikan pikiran mereka dari keadaan sulit saat ini.
Bunda sudah menyelesaikan kegiatannya. Ia juga menyuruh Bi Aminah pulang lebih awal karena ingin mengurus suaminya sendiri hari ini.
Bunda melihat ruang kerja Ayah, yang sejak pagi tertutup dan Ayah tidak berniat keluar. Ia terus menghadap komputer. Kali ini, ia membawa nampan berisi soto bebek kesukaan Ayah lagi. Setelah tadi pagi dan siang, makanan lain ditolak.
“Bunda duluan saja. Ayah belum merasa lapar,” kata Ayah yang terus berulang.
Ayah sangat terpukul dan belum bisa berdamai dengan perasaannya. Ia amat merasa bersalah karena melibatkan Bening ke dalam masalah ini.
“Yah, dengan Ayah begini, semua tidak akan bisa membalikkan keadaan. Jika Ayah sakit, masalah keluarga kita akan bertambah berat, Yah. Terlebih Bening yang masih beradaptasi saat ini,” ucap Bunda berusaha menenangkan.
“Semua ini salah Ayah, Bun. Ayah tidak becus mendidik anak kita. Ayah membuat anak-anak kita menderita begini. Sekarang Ayah mengorbankan Bening yang tidak bersalah,” kata Ayah dengan tatapan kosong.
“Ayah, semua orang perlu introspeksi diri. Tapi berlarut-larut menyalahkan diri tidak akan menyelesaikan masalah. Kita berdua orang tua. Bunda juga sedih dan terpukul. Kencana yang kita sayangi, kita timang-timang, kita nyanyikan lagu ketika ia mau tidur dulu. Bunda yang memberinya ASI, melihat matanya setiap kali menyusuinya. Namun pada akhirnya, jalan ini yang ia pilih. Hidup hanya pilihan dan tidak ada kesempatan mengulang pilihan orang lain. Kita hanya perlu melanjutkan hidup lebih baik dan memilih yang terbaik dengan bercermin pada masa lalu,” jelas Bunda, membuat Ayah sedikit merasa tentram.
“Mari kita sama-sama membahagiakan keluarga kita lagi. Kita akan menerima Kencana, ayah dari cucu kita, dan pastinya cucu kita nanti,” tambah Bunda.
“Ayah juga khawatir Bening akan membenci Ayah, Bun. Ayah …”
“Ssssstttt,” Bunda cepat menutup mulut Ayah dengan jari telunjuk. “Kita bisa perbaiki ini, Ayah. Mari kita perbaiki bersama,” imbuhnya, lalu memeluk Ayah erat.
...🥭🥭🥭...
Di kamar hotel, Bening dan Uni masih asyik mengobrol sambil menikmati camilan. Kedatangan Uni sedikit membuat Bening merasa hidup kembali setelah melewati hal random dalam hidupnya. Suara gelak tawa menyelimuti ruangan hotel eksekutif, hingga terdengar bell berbunyi.
“Sepertinya itu petugas hotel,” kata Bening, ingin beranjak pergi.
“Biar gue yang buka. Lo harus tetap istirahat dengan baik,” ujar Uni dan bergegas pergi.
“Berlebihan sekali,” kata Bening, tersenyum simpul.
Uni membuka pintu kamar hotel dan langsung melihat pemandangan tidak biasa. Lelaki yang beberapa jam lalu ditabraknya di lobi hotel kini berada di hadapannya lagi. Namun, sesuai perintah Segara, Shaka memalingkan wajah ke arah lain. Uni melihat gelagat itu dan tentu kebingungan.
“Nona, ini dari suami Anda,” ujar Shaka seraya menyerahkan lima totebag besar.
“Apa! Suami! Mas, saya masih single,” sungut Uni.
“Nona Bening, saya tamu di pernikahan Anda dan Pak Segara. Jadi saya sudah tahu pernikahan ini,” kata Shaka, masih mengira gadis di sampingnya adalah Bening.
“Mas, saya bukan Bening, saya Uni. Bening di dalam,” tegas Uni.
“Anda bukan Nona Bening?” tanya Shaka memastikan.
“Ya, lehernya kenapa, Mas? Salah urat?” tanya Uni.
“Ehem, tidak, ah ternyata …,” Shaka terkejut melihat Uni yang masih bingung, dan juga karena wanita itu menabraknya beberapa waktu lalu.
“Oh, kenalin, gue Univerta Brunella, biasa dipanggil Uni,” kata Uni sambil mengulurkan tangan.
“Ya, saya Shaka,” balas Shaka, menjabat tangan Uni.
Uni merasakan jantungnya berdebar hebat. Ia tersenyum senang bisa berjabat tangan dengan laki-laki tampan itu, sampai Shaka melepaskan tangannya terlebih dahulu.
“Oh iya, ada Nona Bening?” tanya Shaka.
“Ada, mau masuk?” tanya Uni sambil terus tersenyum manis.
“Tidak, tolong berikan ini padanya,” kata Shaka dan menyerahkan totebag lagi.
“Oh, baiklah.”
“Untuk laporan, saya rasa, saya perlu menanyakan ini. Apa hubungan Anda dengan Nona Bening?” tanya Shaka dengan nada formal.
“Bening sahabat karib gue,” jawab Uni, merasa canggung.
“Baik, terima kasih,” kata Shaka, lalu berlalu.
“Ni, siapa sih? Kok lo lama?” tanya Bening setengah berteriak.
“Bentar! Ben, tebak gue barusan ketemu siapa?”
“Tukang kran air?”
“Ih lu apaan! Gue barusan ketemu lagi sama laki-laki yang barusan gue ceritain di lobi hotel. Ternyata dia kenalan suami lo. Dia nitipin ini,” jelas Uni sambil menunjukkan barang di tangannya.
“Wih, banyak banget totebag-nya. Dari siapa?” tanya Bening.
“Kata Mas Shaka, itu dari suami lu,” kata Uni sambil melempar lima totebag di hadapan Bening. “Suami lu perhatian juga,” sambung Uni.
Bening mengernyitkan dahi, lalu membuka isi satu per satu totebag. Ada banyak pakaian bermerek kelas atas; keduanya terbelalak.
“Gue kalau pakai ini berasa bawa mobil di badan nggak sih!” kata Bening.
Bening memanyunkan bibir, memegang totebag dengan malas. Ia sungguh tidak ingin tiba-tiba menjadi istri miliarder begini. Walau orang tuanya cukup berpunya, ia tidak pernah mau membeli barang hanya karena mewah, kecuali memang berkualitas, tapi tetap tanpa memperlihatkan label merek.
“Gue lebih nyaman dengan baju bawaan lo ini,” kata Bening.
“Lu udah jadi istri miliarder, lu harus berubah dari segi penampilan maupun sikap,” kata Uni.
“Iya, nanti pas sudah selesai mandi.”
...🍉🍉🍉...
Setelah bergelut dengan jadwal padatnya, Segara akhirnya memutuskan kembali ke hotel. Di perjalanan pulang, ia berhenti di restoran besar dan menyuruh supirnya memesan beberapa makanan untuk dibawa pulang.
Segara membuka pintu kamar, berjalan masuk, dan melihat Bening yang tengah menonton sambil makan beberapa potongan pizza di atas meja. Ia melihat totebag di tangannya dan merasa sia-sia membawanya untuk Bening.
“Pak Segara,” Bening beranjak duduk ketika menyadari kedatangan Segara.
Segara hanya diam, lalu meletakkan totebag berisi makanan di atas meja rias. Ia memutuskan mandi dan berendam di air hangat, sementara Bening kembali pada aktivitasnya.
Bening merasa tenggorokannya perlu dibasahi. Ia baru sadar air mineral di atas meja sudah habis, dan berniat mengambil air di kulkas hotel. Saat melewati meja rias, Bening merasa penasaran dengan tiga totebag tersusun di sana. Ia mengintip satu per satu, melihat makanan yang masih utuh dan menggugah selera. Bening menelan salivanya.
Sebelum akhirnya pintu kamar mandi dibuka oleh Segara yang memakai handuk di pinggangnya. Bening terhenyak, malu karena ketahuan sedang mengintip totebag yang dibawa suaminya, dan salah tingkah karena melihat Segara bertelanjang dada.
“M-maaf, Pak. Bening hanya penasaran,” kata Bening, menundukkan kepala.
“Ambillah,” ujar Segara.
“Bolehkah? Ini memang untukku?” tanya Bening berbunga-bunga.
“Untuk anak anjing di jalan,” sahut Segara santai.
“Anak anjing mana yang makan dari restoran ternama di kota ini?” tanya Bening, melihat nama dan logo restoran di totebag.
“Kalau tidak mau, buang saja,” kata Segara lagi.
“Nggak, nggak, Bening mau,” ucap Bening sambil menenteng totebag makanan ke meja. Segara tersenyum simpul melihat ulah sang istri kecilnya.
...🍠🍠🍠...
bab ini sangat pendek sedikit😁
ok thax u🙏
karya mu sangat bagus thor,
ga gersang
bening²😆
berani negur segara langsung😅
tapi segara masih cuek guys😂
thx u thor 🙏