NovelToon NovelToon
Seharum Cinta Shanum

Seharum Cinta Shanum

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Selingkuh / Cinta Terlarang / Ibu Mertua Kejam / Pelakor jahat
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Shanum dan Wira Wiguna sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak bernama Mariska namun kebahagiaan mereka harus diuji saat Niar, mertua Shanum yang sangat benci padanya meminta Wira menikah lagi dengan Aura Sumargo, wanita pilihannya. Niar mau Wira menikah lagi karena ingin memiliki cucu laki-laki yang dapat meneruskan bisnis keluarga Wiguna. Saat itulah Shanum bertemu Rivat, pria yang membuatnya jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bisa Pulang

Suara tamparan keras dan tendangan yang berbalasan masih menggema di ruang tamu mewah itu. Niar dan Anne, dengan rambut acak-acakan dan wajah memerah penuh amarah, saling menyerang tanpa henti. Pecahan vas dan gelas berserakan di lantai, menjadi saksi bisu dari keributan yang tak berkesudahan itu. Maulida dan beberapa ART lainnya hanya bisa mematung di kejauhan, terlalu takut untuk mendekat.

Tepat di puncak pertengkaran itu, ketika Niar hampir saja melayangkan tendangan ke arah perut Anne, Helmi muncul kembali. Ia baru saja kembali dari menelepon seseorang untuk menenangkan pikirannya, namun suara keributan di dalam rumah membuatnya bergegas masuk. Melihat pemandangan istrinya dan adiknya saling jambak dan tendang, darahnya mendidih.

"STOP! CUKUP! APA-APAAN INI?!" raung Helmi, suaranya menggelegar melebihi teriakan kedua wanita itu. Amarahnya meluap, tidak ada lagi kesabaran yang tersisa.

Niar dan Anne terkesiap, aksi saling serang mereka terhenti seketika. Mereka menoleh ke arah Helmi, napas terengah-engah, dengan ekspresi terkejut melihat kehadiran Helmi yang tiba-tiba.

Helmi segera melangkah maju, dengan cepat ia melerai Niar dan Anne. Tangannya yang kuat menarik bahu Niar, menjauhkannya dari Anne, sementara tangan yang lain mendorong Anne agar menjaga jarak. Suasana masih sangat kacau, namun setidaknya, aksi fisik mereka terhenti.

"Kalian berdua ini sudah gila, hah?!" Helmi membentak, menatap istrinya dan adiknya bergantian dengan sorot mata tajam. "Kalian ini orang dewasa! Tidak malu berkelahi seperti anak kecil?! Apa yang kalian tunjukkan pada para pekerja di rumah ini?!"

Niar, dengan napas terengah, mencoba membela diri. "Dia yang mulai, Helmi! Dia menghina aku!"

"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya!" balas Anne, tak mau kalah. Wajahnya juga dipenuhi lebam kecil. "Dia itu memang tidak waras!"

"DIAM! KEDUANYA DIAM!" Helmi membentak lagi, suaranya begitu keras hingga membuat seluruh ruangan hening. "Aku tidak mau dengar alasan apa pun! Kalian berdua sama saja! Selalu saja membuat keributan di rumah ini!"

Helmi memijit pelipisnya, merasa pusing dengan drama tak berkesudahan yang selalu ditimbulkan Niar dan, kini, juga Anne. Ia menatap Niar, wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. "Niar, aku sudah bilang, perilaku anarkis seperti ini tidak bisa diterima! Lihatlah rumah ini! Berserakan seperti kapal pecah! Apa yang ada di otakmu?!"

****

Pintu rumah mewah itu terbuka perlahan, dan Shanum melangkah masuk. Kehadirannya disambut oleh keheningan sesaat, yang kemudian pecah oleh suara teriakan kegembiraan. Mariska, yang sedang bermain di ruang tamu bersama pengasuhnya, langsung menoleh. Matanya membelalak, lalu ia berlari secepat kilat.

"Mama! Mama!" teriak Mariska, suaranya melengking penuh kebahagiaan.

Shanum berlutut, merentangkan tangannya. Mariska langsung menerjang ke dalam pelukannya, memeluknya dengan erat, seolah tak ingin melepaskan. Air mata mulai mengalir deras di pipi Shanum, bercampur dengan air mata putrinya. Mariska memeluk Shanum dengan berderai air mata, isakan kecil keluar dari bibir mungilnya, tanda betapa ia merindukan ibunya.

"Sayang... Mama pulang..." bisik Shanum, suanya serak menahan haru. Ia mencium pucuk kepala Mariska berulang kali, merasakan kehangatan tubuh mungil itu yang selama ini ia rindukan. "Maafkan Mama, Nak... Mama pergi lama sekali."

Tak lama kemudian, langkah kaki tergesa-gesa terdengar dari lantai atas. Wira, yang sedang berada di kamarnya, mendengar keributan itu dan segera turun. Matanya membulat sempurna melihat Shanum berdiri di tengah ruang tamu, memeluk Mariska. Sebuah senyum lega merekah di wajah Wira, diikuti oleh aliran air mata yang tak bisa ia tahan.

"Shanum!" seru Wira, suaranya penuh kelegaan dan rasa syukur. Ia melangkah cepat menghampiri istri dan anaknya.

Tanpa berkata-kata, Wira juga memeluk istrinya dengan erat, membiarkan tubuh Shanum dan Mariska tenggelam dalam dekapannya yang kuat. Ia mencium puncak kepala Shanum, menghirup aroma rambut istrinya yang sangat ia rindukan.

"Kamu pulang... Kamu benar-benar pulang," bisik Wira, suaranya bergetar. Rasa cemas dan ketakutan yang selama ini menyelimutinya seolah lenyap seketika. "Aku sangat mengkhawatirkanmu, Sayang. Ke mana saja kamu?"

Shanum bersandar di dada Wira, membiarkan kehangatan suaminya merasuk ke dalam dirinya. "Nanti aku ceritakan semuanya, Mas," ucap Shanum lirih, masih terisak. "Yang penting aku sudah kembali. Aku baik-baik saja."

Mariska mendongak, menatap kedua orang tuanya dengan mata sembap namun penuh kebahagiaan. "Mama sudah pulang, Papa! Mama kembali!"

Wira memeluk Shanum dan Mariska lebih erat lagi, membentuk lingkaran keluarga yang sempurna. Air mata bahagia mengalir di pipi mereka bertiga, membasahi bahu masing-masing. Rumah yang beberapa hari terakhir terasa hampa dan dingin, kini kembali dipenuhi kehangatan dan kebahagiaan. Kepulangan Shanum adalah keajaiban, sebuah titik terang setelah badai panjang yang menyiksa hati mereka. Tidak ada lagi rasa takut yang menguasai, hanya rasa syukur yang mendalam atas kembalinya sosok yang paling mereka cintai.

****

Setelah Mariska tertidur pulas dalam pelukan Shanum, Shanum akhirnya menceritakan semua yang terjadi pada Wira. Dengan suara bergetar dan sesekali terisak, ia mengisahkan bagaimana Niar datang, memaksanya bercerai, mendorongnya, menarik rambutnya, menamparnya, hingga akhirnya menyuruh orang untuk menculiknya dan mengurungnya di gubuk tua. Shanum juga menceritakan bagaimana ia berhasil melarikan diri dan ditolong oleh keluarga Rivat.

Mendengar setiap detail kekejaman ibunya, Wira tak bisa lagi menahan emosinya. Wajahnya memerah padam, rahangnya mengeras. Amarahnya meluap, membakar seluruh tubuhnya. Ia mengepalkan tangan, urat-urat di lehernya menonjol. Mamanya sudah keterlaluan. Ini bukan lagi sekadar perselisihan keluarga, ini adalah tindakan kriminal.

"Mama... Mama benar-benar sudah keterlaluan!" geram Wira, suaranya rendah namun penuh ancaman. Ia bangkit dari duduknya, matanya menyalang.

Shanum meraih tangan Wira. "Mas, jangan... Jangan gegabah."

Namun Wira sudah tidak bisa dihentikan. "Tidak, Shanum! Aku tidak bisa membiarkan ini! Mama sudah melewati batas! Dia sudah menculikmu, menyakitimu! Aku tidak akan membiarkannya begitu saja!"

Tanpa menunggu Shanum menjawab, Wira langsung menyambar kunci mobilnya. Ia langsung datang ke rumah keluarga Wiguna, dengan kecepatan penuh, mengabaikan lampu merah dan klakson mobil lain. Pikirannya hanya dipenuhi satu tujuan: menghadapi Niar dan menuntut pertanggungjawaban.

Setibanya di rumah orang tuanya, Wira langsung menerobos masuk tanpa permisi. Ia menemukan Niar sedang duduk santai di ruang tamu, seolah tidak terjadi apa-apa. Di sampingnya, Sheila sedang memainkan ponselnya.

Niar mendongak, dan begitu melihat Wira, senyum tipis sempat merekah di wajahnya. Namun, senyum itu langsung memudar ketika ia melihat sorot mata Wira yang penuh amarah. Lalu, pandangannya ganti ke belakang Wira, dan ia melihat Shanum berdiri di ambang pintu, dengan wajah pucat namun jelas terlihat.

Niar terkejut saat tahu Shanum bisa pulang. Matanya membelalak, wajahnya seketika berubah pucat pasi. Ia tidak menyangka Shanum bisa kembali, apalagi bersama Wira. Rencana jahatnya telah terbongkar.

"Mama!" bentak Wira, suaranya menggelegar. Ia melangkah maju, menatap Niar dengan tatapan penuh kemarahan dan kekecewaan yang mendalam. "Apa yang Mama lakukan pada Shanum?! Apa yang sudah Mama perbuat?!"

Sheila, yang tadinya santai, ikut terkejut melihat Shanum. Ia menatap Shanum dengan tatapan tak percaya, seolah melihat hantu.

1
Rohmi Yatun
dari awal cerita kok wira sama Bpk nya tu gk pinter jdi laki2.. heran aja🤔
Hatus
Shanum yang sabar ya.. terkadang mendapat suami baik ada aja ujiannya, apalagi jika ujian itu dari mertua 🥹
Hatus
Padahal, senang itu di puji🤭
Hatus
Romantisnya 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!