Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.
Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.
Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.
"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.
Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”
Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.
Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Licik
Di sisi lain ruangan, Bastian, Rika, dan Bara baru saja tiba. Begitu melihat Adriella bergandengan dengan Zehan, Bara mengepalkan tangan.
“Mama lihat itu?” gumamnya kesal. “Dia benar-benar memperlakulan tukang bangunan itu seperti suami.”
Rika yang berada di sebelahnya melirik sekilas, mulutnya mencibir, “Memalukan sekali. Seolah dia punya hak masuk ke acara keluarga kita.”
Namun Bastian lebih fokus pada citra keluarga. Ia melangkah cepat menghampiri mereka.
“Adriella,” panggilnya dengan nada rendah namun tegas. “Kau dan... suamimu, ikut denganku. Kita duduk di meja depan.”
Adriella terkejut mendengar kata ‘suami’ keluar dari mulut Om Bastian, tapi ia tidak membantah. Zehan tetap tenang, hanya mengangguk sopan pada pria paruh baya itu. Mereka pun mengikuti Om Bastian masuk ke dalam.
Di dalam aula, suasana semakin meriah. Meja-meja panjang tertata rapi, masing-masing dihiasi rangkaian bunga segar dan lilin-lilin kecil. Adriella duduk di samping Zehan, sedangkan Alessia di sebelahnya. Bara duduk di seberang meja, tak henti menatap tajam ke arah Zehan.
Di sela-sela makan malam, beberapa kerabat keluarga menghampiri mereka.
“Adriella, lama tidak bertemu. Ini suamimu, ya?” tanya seorang tante gemuk bergaun merah muda, senyumnya lebar tapi matanya penuh penilaian.
Adriella mengangguk kaku. “Iya, Tante.”
Zehan menjawab sopan, “Salam kenal, saya Zehan.”
“Oh, kau kerja di mana?” tanya tante itu lagi sambil mengambil puding dari nampan.
Zehan menjawab tenang, “Saya bekerja di sebuah proyek konstruksi.”
Alis sang tante terangkat sedikit. “Oh? Hebat juga, kerja keras, ya.”
Adriella bisa merasakan nada merendahkan dalam suara wanita itu, dan diam-diam ia menggenggam sisi kursinya. Tapi Zehan hanya tersenyum kecil, tidak terusik.
Bara yang duduk tak jauh dari mereka mendengar semuanya. Tangannya mengepal di bawah meja. Ia tidak suka bagaimana Zehan tetap terlihat tenang dan bahkan mendapat perhatian.
Saat sesi dansa dimulai, beberapa kerabat mulai maju ke tengah aula. Lampu digelapkan dan musik lembut mulai dimainkan. Alessia yang duduk di kursinya tersenyum ke arah Adriella.
“Kak, Kak Zehan... kalian tidak mau ikut berdansa?”
Adriella menoleh dan buru-buru menggeleng. “Enggak, sayang. Kakak nggak bisa dansa.”
Tapi sebelum ia bisa menahan, Zehan berdiri dan mengulurkan tangan padanya. “Mau coba?”
Adriella menatap tangan itu, kemudian wajah Zehan, lalu pada Alessia yang mengangguk setuju. Dengan wajah memerah, ia berdiri dan membiarkan Zehan menariknya ke lantai dansa.
Lampu gantung berkilau di atas kepala mereka. Tangan Zehan menggenggam pinggang Adriella, sementara tangan lainnya menyentuh jemari Adriella yang dingin. Musik mengalun pelan, dan langkah mereka mengikuti irama perlahan.
Adriella merasa canggung di awal, namun irama yang lembut dan cara Zehan menatapnya membuat dadanya bergetar tak karuan. Untuk sesaat, dia lupa bahwa pernikahan mereka hanyalah sandiwara.
Entah kenapa, detik itu terasa seperti nyata. Seolah mereka benar-benar sepasang suami istri yang saling mencintai.
Di balik tiang pilar marmer, Bara memperhatikan mereka. Amarah dan kecemburuan bercampur jadi satu di wajahnya. Bagaimana mungkin Adriella memilih seorang tukang bangunan, dibanding dirinya?
🍁🍁🍁
Acara mulai memanas dengan musik yang semakin riang dan para tamu yang saling berbaur. Adriella kembali ke meja bersama Zehan dan Alessia, ketika seorang perempuan muda berambut pendek, berdandan mencolok, mendekat. Ia adalah Raline, sepupu dari mempelai wanita. Bibirnya melengkung tipis saat menghampiri mereka dengan sebuah piring kecil berisi kue tar stroberi.
“Hai, Adriella! Dengar-dengar kamu baru menikah, ya? Selamat ya,” katanya manis, tapi senyumnya tampak dibuat-buat.
Adriella hanya membalas sopan, “Terima kasih, Kak Raline.”
Namun baru saja ia berkata begitu, langkah Raline tiba-tiba terselip, entah disengaja atau tidak, tubuhnya oleng ke depan dan....
“Brukk!”
Piring di tangannya meluncur, dan kue yang lembut itu mendarat tepat di bagian dada Adriella. Krim putih dan merah menyebar di gaun coklatnya yang elegan, menodai kain satin dengan sangat mencolok.
“Oh! Astaga! Maaf! Maaf banget, sumpah aku nggak sengaja!” seru Raline, tangan gemetaran pura-pura panik.
Beberapa pasang mata menoleh, dan Adriella berdiri kaku, wajahnya memerah menahan malu. Zehan langsung bangkit berdiri dan menghampiri, mengulurkan sapu tangan kecil dari sakunya.
Namun sebelum Zehan bisa membantu, Raline cepat-cepat berkata, “Tunggu, tunggu! Aku bawa baju cadangan kok. Belum kupakai. Kamu bisa ganti baju itu dulu, nanti aku bantu bersihin gaunnya.”
Tanpa menunggu jawaban Adriella, Raline langsung menarik lengannya, membawanya keluar dari ballroom ke arah lift. Keduanya naik ke lantai lima, menuju kamar hotel tempat Raline menginap.
Sesampainya di kamar, Raline membuka lemari kecil dan mengeluarkan sebuah gaun berwarna merah marun yang elegan, meski tampak agak mencolok.
“Nih, kamu pakai ini aja ya. Aku ke bawah dulu, nanti nyusul,” katanya cepat, lalu keluar sebelum Adriella sempat berkata apa-apa.
Kamar itu tenang, hanya suara pendingin udara yang terdengar. Adriella menarik napas panjang, lalu mulai melepaskan gesper belakang gaunnya yang lengket karena krim stroberi. Ia berdiri membelakangi cermin besar, berusaha melepaskan kaitnya yang agak sulit dibuka.
Gaun itu sudah setengah terbuka di bagian punggung, memperlihatkan kulitnya yang pucat. Ia mendesah pelan, mencoba menjangkau kait yang tersisa, ketika tiba-tiba...
“Krek.”
Adriella menoleh dengan panik. Bara berdiri di ambang pintu.
Wajahnya terkejut beberapa detik, sebelum berubah menjadi senyum miring yang membuat jantung Adriella berdegup keras.
“Ups… maaf. Kupikir kamar ini kosong,” ucap Bara pelan, tapi tatapannya jelas tak sopan, menyapu punggung Adriella yang hanya tertutup bagian atas gaunnya yang sudah terbuka sebagian.
Adriella buru-buru memeluk bagian depannya dan berseru, “Keluar, Bara!”
Namun Bara justru melangkah maju, tatapannya menyapu tubuh Adriella yang setengah tertutup gaun basah. “Kau tahu, aku selalu tertarik padamu, Adriella. Kita bisa saja sedikit bersenang-senang. Tak perlu membohongi diri. Zehan itu siapa sih dibanding aku?”
“Keluar!” pekik Adriella, tubuhnya mundur ke sisi ranjang, mata melebar dengan napas memburu.
Bara menghampiri tanpa ragu. “Tak perlu berpura-pura kuat. Kita tahu kamu cuma gadis pembantu yang kebetulan dapat kesempatan emas. Tapi kamu masih bisa berubah pikiran. Aku bisa buat hidupmu jauh lebih mudah.”
Tangannya terulur, hendak menyentuh bahunya, namun sebelum sempat menyentuh kulit Adriella.
"Braaakk!"
Pintu kamar terbuka keras.
Zehan berdiri di sana. Wajahnya dingin, matanya menyala amarah.
“Keluar dari sini, sekarang juga,” suaranya berat, tenang, tapi tajam seperti bilah besi.
Bara menoleh cepat, raut wajahnya berubah. “Wah, pahlawan datang. Sudah kukira kau akan muncul. Tapi hei, ini bukan urusanmu!”
Zehan berjalan cepat, langsung menarik kerah jas Bara dan mendorongnya ke arah pintu. “Kalau kamu sentuh dia lagi, bahkan hanya berdiri terlalu dekat dengannya, saya pastikan kamu tak akan pernah bisa menyentuh siapa pun lagi.”
Dorongan itu cukup kuat hingga punggung Bara menghantam dinding koridor di luar kamar. Tanpa menunggu, Zehan menutup pintu kembali dan memutar kuncinya.
Di dalam, Adriella berdiri terisak pelan, memeluk tubuhnya sendiri.
Zehan menatapnya sejenak, lalu segera mengambil jasnya dan menyelimutkannya ke bahu Adriella. Ia tidak berkata apa-apa, hanya berdiri di sampingnya dalam diam, tapi kehangat dari jas itu dan kehadirannya cukup untuk menenangkan jiwa Adriella yang terguncang.
biar tahu kelanjutannya
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...