Liana menantu dikeluarga yang cukup berada tapi dia dipandang rendah oleh mertuanya sendiri. Mahendra suaminya hanya bisa tunduk pada ibunya, Liana dianggap saingan bukan anak menantu..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon citra priskilai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hujan deras yang membagongkan
Sore itu sampai pukul tujuh malam Mahendra belum pulang dari kerjaan nya. Ibu Hindun sudah mondar mandir dari ruang tamu ke dapur menunggu Mahendra. Wajahnya sangat cemas menunggu kedatangan putranya. Liana pun juga kuatir dengan situasi belum pulangnya Mahendra ke rumah. Tapi Liana berfikir positif tentang dalam pikirannya.
"Mungkin mas Mahendra berteduh di suatu tempat"
''Kalau masih dalam perjalanan pulang ke desa ini"
"Pasti nggak bakalan kehujanan karena naik truk"
Guman Liana pada dirinya sendiri.
Tampak Dion masih mengerjakan tugas dari sekolahnya, dan belum selesai. Liana masih melipat baju yang kering tadi siang, terlihat bapak mertua duduk santai sambil ngopi dan menghisap rokoknya.
Tapi tidak dengan ibu Hindun wajahnya cemas, sesekali dia berbicara
"Kok Mahendra belum pulang ya"
"Sudah jam segini"
"Diluar sana hujan lebat sekali"
"Kalau kenapa napa gimana"
ketus ibu Hindun pada suaminya sendiri.
Pak Suparman pun, mulai geram dengan ocehan ocehan ibu Hindun. Dan meninggalkan ibu Hindun sendirian di ruang tamu yang berbicara tanpa jelas.
Dion sudah selesai mengerjakan tugasnya dan mengajak Liana tidur. Memang sudah jam delapan malam waktunya Dion untuk tidur. Tapi Liana berdoa terus dalam hati untuk keselamatan Mahendra suaminya.
Setelah Dion tidur Liana hendak merapikan peralatan sekolah milik Dion, tak disangka sangka ibu Hindun berbicara dengan bapak Suparman mengenai Mahendra yang bekerja.
"Pak, emang tu si Liana tak tahu diri"
"Masak suami disuruh kerja melulu"
"Liat pak sudah jam berapa"
"Mahendra anak kita belum pulang"
"Lagi hujan deras kayak gini lagi"
"Punya istri kok bisanya nyuruh suami kerja terus"
"Toh meski gak kerja juga makan setiap hari"
"Dari hasil ladang sawah kita"
"termasuk Liana tu yang enak numpang di rumah kita dan makan gratis"
Cerocos ibu Hindun.
Bapak mertua pun hanya diam dan menghisap rokok nya lagi dengan tenang.
Tapi karena bapak Suparman tidak menjawab ibu Hindun, lagi dia berkata begitu kerasnya sampai menusuk hati terdalam Liana.
"Emang hasil toko dapat apa coba"
"Wong hasil toko kayak tai anjing aja"
"Kalau bukan hasil sawah ladang kita"
"Mana ada Liana dan anaknya itu bisa makan tiap hari"
"Kok nyuruh nyuruh Mahendra kerja"
"Liana itu yang ada di otaknya pokoknya hanya duit melulu"
Ibu Hindun tidak bisa berhenti berbicara, Liana yang mendengar dari dalam kamar mencoba tidak untuk menangis. Tapi hati dan jiwa Liana terlalu sakit sampai Liana menangis pun tidak bisa mengeluarkan suara isakan tangis.
Liana menangis dalam dalam, benak Liana berfikir terhadap ibu mertuanya ibu Hindun sebegitu rendahkah aku di hadapanmu. Sampai sampai pengorbananku selama ini tak ada gunanya bagimu. Ibu Hindun tidak pernah tahu bahwa yang menghidupi keluarganya selama ini adalah Liana.
Lian tidak bisa tidur, memang bangunan toko itu milik Mahendra dan keluarganya. Tanah yang digunakan untuk membangun pun Liana tahu betul itu juga milik keluarga Mahendra.
Tapi Liana bukanlah orang yang serakah, setiap ditanya orang sekitar desa. Liana selalu bilang
"Itu bukan toko saya, tapi itu toko mas Mahendra"
Bahkan rumah yang ditinggalinya dengan mahendra memang sudah bersertifikat atas nama Mahendra, tapi Lian tak pernah mau mengatakan bahwa itu adalah rumahnya.
"Itu bukan rumah saya, tapi itu rumah mas Mahendra"
Liana selalu berfikir seperti itu dan tidak akan pernah berani untuk mengakui apa yang dimiliki suaminya.
Liana mulai membuka akun deposito miliknya di smart phonenya. Dan dilihatnya depositonya selama enam tahun ini sudah mencapai lebih dari tiga ratus juta.
Lian tersenyum dan melihat ke arah Dion.
"Nak sebentar lagi kita akan pindah dari rumah ini setelah ibu mengumpulkan uang deposito kalau jumlahnya sudah mencapai lima ratus juta"
Liana pun mencium kening anaknya berulang kali dan memikirkan bisnis apa yang akan digelutinya setelah keluar dari rumah ini.
Terimakasih