"Kamu itu cuma anak haram, ayah kamu enggak tahu siapa dan ibu kamu sekarang di rumah sakit jiwa. Jangan mimpi untuk menikahi anakku, kamu sama sekali tidak pantas, Luna."
** **
"Menikah dengan saya, dan saya akan berikan apa yang tidak bisa dia berikan."
"Tapi, Pak ... saya ini cuma anak haram, saya miskin dan ...."
"Terima tawaran saya atau saya hancurkan bisnis Budhemu!"
"Ba-baik, Pak. Saya Mau."
Guy's, jangan lupa follow IG author @anita_hisyam FB : Anita Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Luar Nurul
Di dalam kantor besar milik Keluarga Kusumawardhana, Arsen tampak masih duduk diam tanpa melakukan apapun. Sudah 1 jam Saja kepergian Luna dari kantornya dia masih ada dalam posisi seperti itu.
Sedangkan Danar, yang sebetulnya hanya orang luar dari kisah percintaan Bos dudanya itu sejak tadi hanya mondar-mandir kebingungan.
Sesekali Danar mendesah memikirkan alasan kenapa bisa seekor Aluna, si bibit cabai yang sudah mulai menjadi cabai siap petik menolak Bosnya.
Dia memperhatikan betul Arsen yang sedang duduk di sofa di ruangan tersebut. Pria itu nyaris tanpa celah, Dia hampir sempurna dan tentu saja kekurangannya hanya ... dia tidak romantis, dia juga tidak bisa berkata-kata manis, dan dia tipe orang yang langsung nyeletuk tanpa memikirkan perasaan orang lain.
"Allahuakbar, kok bisa cabai dewasa itu menolak Pak Boss. Bayangkan, Bos Arsen itu sudah sempurna dari segala Sisi. Kita sudah menunggu selama 4 tahun, pernah ditikung orang dalam juga, setelah ada kesempatan malah ditolak mentah-mentah."
"Kita?" Tanya Arsen seraya menoleh ke arah tangan kanannya itu. Salah satu alisnya naik pertanda Dia tidak setuju dengan kata kita di dalam kalimat Danar.
"Maksud saya Anda, Pak Arsen."
Pria itu memutar bola mata, dia ingin marah bahkan sudah bersiap untuk bicara. Emangnya siapa yang menunggu selama 4 tahun dia Rasa dia tidak seperti itu. Namun, dia urung dan tiba-tiba berdiri menatap anak buahnya.
"Menurut kamu, apa yang membuat Aluna menolak saya?" tanya Arsen. "Kecuali umur, sebutkan yang lain!"
"Kurang perhatian mungkin!" kata Danar. "Atau, Aluna suka cowok yang vibes-nya Akhi."
"Akhi-Akhi maksud kamu?"
"No-no." Danar menggelengkan kepalanya. "Pak Boss tahu kan mantannya Aluna. Si Aditya itu, dia kan sok eumm agamis. Mangkanya Aluna suka. Ya emang enggak taat banget juga, tapi mereka kayaknya pacaran sehat, deh. Apalagi Pak Boss kan selama ini mengontrol hubungan mereka."
"Kamu fitnah saya?"
"Oh bukan, ya?" tanya Danar kikuk. "Bukannya selama ini Pak Arsen selalu memberikan pekerjaan yang banyak buat mereka supaya mereka jarang ketemu?"
"Ekhemmm!" Arsen langsung berdehem, dia tidak menatap Danar, malah bergerak ke arah lain. Danar pun menarik ujung bibirnya.
Dia tidak menyangka kalau Arsen akan berdalih. Padahal, selama ini dia memang selalu mengganggu hubungan staf dan juga ya sekretarisnya. Bukan mengganggu yang gimana-gimana, tapi setiap kali dia mendengar Luna memiliki jadwal dengan Aditya, Arsen akan dengan sengaja membuat kedua orang itu sibuk.
Danar cukup mengerti hal ini, karena sejak awal sepertinya bos dia memang sudah menyukai Aluna. Seiring berjalannya waktu dia nyaman dengan gadis kecil itu, Hanya saja karena Aluna saat itu masih memang menurut Arsen mungkin masih terlalu kecil, dia tidak berani untuk melakukan hal-hal yang bisa merugikan perempuan itu.
"Carikan saya cara untuk bisa merebut hatinya, Danar!"
"Sekarang, Boss?" tanya Danar. Dia buru-buru memberikan hormat ketika Arsen menatapnya dengan tatapan tajam. "Laksanakan, Pak Boss!"
.. .. ..
Di Rumah Makan keluarga Bude Ratna ....
Byurrrr!
Semburan air mineral dari mulut Key menyembur tepat di wajah Aluna. Perempuan itu tampak sangat terkejut lalu buru-buru mengusap wajah sepupunya.
"Sorry, sorry. Aku enggak sengaja." Ia melirik kanan kiri sebelum akhirnya menari kursi agar lebih dekat dengan Aluna. "Abisnya kamu sih, kenapa bikin kaget aja. Serius kamu nolak Boss kamu?"
Dengan wajah kesalnya, Aluna mencabut banyak sekali tissue dari kotak tissue dan mengusap wajahnya. Niat hati mau plong setelah bercerita, malah disembur seperti ini.
"Kamu aja kaget apalagi aku, Mbak!" Luna mendesah. "Kemarin sore aku dicaci maki sama Bu Dewi, aku merasa terhina oleh Mas Aditya, dan tadi pagi tiba-tiba aja Pak Arsen ngajak nikah. Apa hidup aku emang serandom ini?"
Bukannya ikut simpati, Key malah mendekat dan melirik ibunya lalu berbisik kepada sepupunya itu.
"Harusnya kamu terima, Mei. Bos kamu itu duren sawit lho, duda keren sarang duit. Kamu bakal hidup enak kalau nikah sama dia."
"Enak dari Hongkong!" balas Mei. "Keluarga Aditya aja enggak bisa Nerima aku, apalagi keluarga Pak Arsen. Kamu tahu enggak, rumahnya aja gedeeee banget, Mbak. Jauh sama Rumah Aditya, jadi mana mungkin keluarganya mau menerima aku."
Setelah mendengar itu pada akhirnya, Key meluruhkan bahu. "Iya juga sih. Lagian, Udah miskin ya miskin aja nggak usah mimpi jadi Cinderella. Kalau ibu tahu tentang ini, dia pasti akan lebih ngamuk dari sebelumnya."
"Tapi ...." Luna kembali berwajah masam. Dia merengek sambil memeluk lengan Keiysha. "Aku penggangguran sekarang, Key. Gimana dong, mana belum kebeli sarimbit buat lebaran."
"Ha-ha-ha." Key malah tertawa sambil menepuk-nepuk meja. "Lebaran masih jauh, Lun. Ya ampun, nanti aku beliin satu deh." Ia berusaha untuk menenangkan Aluna, kemudian menyodorkan air. "Minum dulu."
Aluna menerimanya, lalu meminum air tersebut. Namun, seiring dengan langkah-langkah masuk dan suara salam terdengar, Aluna tiba-tiba melotot dan menyemburkan air ke wajah Keiysha.
"Alunaaaa!" pekik Key kesal. Dia tidak memperdulikan pelanggan lain yang melihat aneh mereka. Awalnya dia akan marah tapi, suara salam itu terdengar untuk kedua kali.
Dia menoleh ke arah sumber suara dan seketika tubuhnya terjingkat sampai hampir terjengkang.
"Pak Camat, ehh ...."
"Pak Arsen," kaget Aluna. Dia melihat penampilan pria itu dari bawah sampai ke atas, celana bahan hitam lalu baju koko yang sebetulnya masih oke, tapi peci hitam di kepalanya itu lho ...."
"Eh buset, aku pikir pejabat yang mau kasih bansos," bisik Key. Dia ingin tertawa tapi berusaha untuk menahan. Bagaimana mungkin seorang arsen, yang biasa berpenampilan cetar membahana seperti orang kaya pada umumnya, tiba-tiba terlihat seperti om-om yang hendak jumatan.
"Apa saya bilang," bisik Danar. "Mereka pasti terpesona, ini udah lebih dari Akhi, Pak."
jadi maksudnya apa ya?????