"Nada-nada yang awalnya kurangkai dengan riang, kini menjebakku dalam labirin yang gelap. Namun, di ujung sana, lenteramu terlihat seperti melodi yang memanggilku untuk pulang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yvni_9, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
teman kos Rayna
...Happy reading ...
Sampai di dekat kosan Rayna, mata Cely menangkap sosok pria yang berdiri di ambang pintu kamar kos Rayna. Rayna yang melihat keberadaan Cely, ia pun segera mengusir pria itu.
"Itu tadi siapa, Ray?" tanya Cely penasaran, alisnya sedikit berkerut.
"Ah ... itu bokap gue," jawab Rayna singkat.
Cely mengangguk paham.
"Ayo masuk! Mau gue buatin apa?" tanya Rayna.
"Susu boleh deh! Tapi lima ya!" ucap Cely tersenyum lebar.
"Lima? Gelasnya gue aja cuma tiga!" kata Rayna.
"Bercanda!" ucap Cely diiringi dengan gelak tawa. "Air mineral aja deh, biar sehat."
"Sok sehat lo!" sentak Rayna. "Masa air putih doang sih? Nggak seru ah. Nih, minum ini aja!" Rayna menyodorkan sekotak minuman rasa apel.
"Thanks, Ray!" kata Cely sambil menerima kotak minuman itu. Ia membuka kotak itu dan meneguk isinya perlahan. "Oh iya, kayaknya gue lebih baik ikut lo ngekos aja deh!" katanya.
"Rayna yang mendengar itu langsung mengarahkan pandangannya ke Cely, matanya membulat terkejut sekaligus senang. "Serius, Cel?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar karena saking gembiranya.
Cely mengangguk mantap, senyumnya semakin lebar.
"Yeay, akhirnya gue punya temen sekamar!" kata Rayna sambil melompat kegirangan, kedua tangannya bertepuk tangan. Ia langsung menghambur memeluk Cely, "Gue seneng banget, Cel!
"Lebay banget sih lo! Geli tau ga?!" ucap cely yang tidak suka dipeluk.
Rayna langsung mengubah raut wajahnya.
"Hari minggu nanti kita cari dress buat acara kelulusan ya!" bilang rayna.
"Gue sih ikut aja" kata cely.
Cely mengajak Leo untuk mencari pakaiannya juga. Mereka berdua sudah menunggu Rayna cukup lama di depan halaman butik yang cukup ramai. Cuaca yang panas membuat Cely sedikit bosan dan lelah. Ia mengipasi dirinya dengan tangan, sesekali menghela nafas.
"Lama banget sih Rayna," gerutunya. Tapi, setelah melihat Rayna yang melajukan motornya mendekati mereka dari kejauhan, Cely pun bersemangat lagi. Ia melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada Rayna.
Rayna berlari ke arah mereka berdua dari parkiran, wajahnya sumringah. "Halo, guys!" serunya dengan dengan semangat. Alisnya terangkat satu setelah melihat Leo yang berdiri di sebelah Cely. "Kayaknya kalian emang nggak bisa dipisahin ya! Di mana ada Cely pasti di situ ada Leo. Kenapa kalian nggak pacaran aja sih?" tanyanya sambil tertawa.
"Mulai ngelantur nih omongan lo!" kata Cely sambil tertawa, meskipun pipinya sedikit merona. Ia berusaha mencari topik baru, "Dahlah, yuk masuk! Udah panas banget nih."
Mereka masuk ke toko butik yang mewah itu, mata mereka langsung terpana dengan deretan gaun dan kemeja yang indah. Mereka menelusuri sudut demi sudut butik itu, mencari pakaian yang cocok untuk acara kelulusan mereka nanti.
"Ini bagus nih buat lo, Cel!" kata Rayna sambil menunjuk dress bernuansa hitam gradasi putih, yang tergantung di salah satu sudut butik. Matanya berbinar-binar melihat dress tersebut.
"Masa?" tanya Cely ragu, ia masih melihat-lihat kemeja yang dipajang di dekatnya."Iya, beneran!" jawab Rayna antusias. "Coba deh, pake dulu! Gue yakin lo pasti cocok banget sama dress ini." Rayna mengambil dress itu dan menyerahkannya kepada Cely.
Cely menerima dress itu dengan sedikit ragu, namun ia tetap melangkah menuju ruang ganti untuk mencobanya.
Setelah Cely keluar dari ruang ganti, Rayna langsung terpukau. "Gue emang ga salah milihin lo baju! Cantik banget!" seru Rayna dengan sangat semangat, matanya berbinar-binar kagum. Ia bertepuk tangan kegirangan, "Yakan, Leo?!" tanyanya sambil menoleh pada Leo, meminta persetujuan.
Cely tersenyum lebar, pipinya sedikit merona karena pujian Rayna. "Beneran nih? Ga bohong kan?" tanyanya, masih sedikit tidak percaya diri.
"Enggak kok, kamu emang bagus mau pake apapun," kata Leo tulus, matanya menatap Cely dengan kagum. Ia benar-benar terpesona dengan penampilan Cely.
Mendengar pujian Leo, perut Cely terasa seperti dipenuhi kupu-kupu yang berterbangan. Ia salah tingkah, pipinya merona. "Jangan gitu ih, gue kalo salting reflek manjat pohon!" ucap Cely sambil menggigit jarinya, berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Rayna dan Leo tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan sarkas Cely. Mereka tahu Cely hanya bercanda, tapi mereka tetap saja gemas melihat tingkahnya yang lucu itu.
"Udah, udah! Gue nggak kuat sumpah!" ucap Rayna yang sudah capek tertawa, air matanya bahkan sedikit keluar. "Kita bungkus satu deh dress ini, tinggal cari untuk Leo sama gua!" lanjutnya, menunjuk dress yang masih dipakai Cely.
"Okei let's go!" kata cely semangat.
Setelah puas dengan hasil belanjaannya mereka akhirnya melangkahkan kakinya keluar dari butik.
"Kalian pulang naik bus?" tanya Rayna, sambil melirik Cely. Cely mengangguk membenarkan. "Aku tebengin aja mau gak? Lumayan kan hemat ongkos," tawar Rayna.
"Kalo lo tebengin gue, terus Leo mau lo letak di mana? Di dasbor motor lo?" tanya Cely, sedikit nyolot, sambil menunjuk Leo yang berjalan santai di belakang mereka.
Rayna nyengir lebar, "Hehehe ... sorry gue lupa kalo lo bawa Leo," kata Rayna sambil tertawa, menyadari kebodohannya. "Lagi pula, ngapain dia di belakang?"
"Malu sih kayaknya! Kan dia cowo sendiri," kata Cely. "Udah! Gue sama Leo naik bus aja kayak biasanya," ucap Cely. "Lo balik duluan aja!" sambungnya.
"Oke, deh, kalau gitu gue balik ya!" Rayna pamit sambil berjalan cepat ke arah parkiran, meninggalkan Cely yang masih tersenyum lebar.
Cely melambaikan tangannya dengan gerakan yang santai.
"Seneng?" tanya Leo, memperhatikan Cely yang masih tersenyum dengan mata yang berkilauan.
"Seneng lah, apalagi gaunnya bagus banget!" jawab Cely dengan nada yang antusias.
Leo tersenyum dan mengangguk. "Syukur deh!" katanya dengan nada yang santai.
Mereka berjalan menyusuri gang komplek rumahnya yang terasa pengap dan panas, payung di tangan menjadi tameng dari sengatan matahari yang membakar kulit. Paperbag berisi belanjaan mereka bergoyang-goyang seiring langkah mereka.
"Panas-panas gini enaknya ke laut," kata Cely, sambil mengipasi wajahnya dengan tangan.
"Nanti kamu hitam dong!" sahut Leo.
"Halah, item doang! Gue mutihin kulit satu hari juga bisa," sombong Cely.
Mendengar itu, Leo berniat jahil. Ia memiringkan payung yang dipegangnya, membuat sebagian tubuh Cely terkena sinar matahari langsung.
"Eh... eh, Leo!" teriaknya, kaget dan panik. "Panas anjir! Ntar gue gosong!" Cely berusaha mengambil alih payung yang dipegang Leo.
Leo tertawa puas melihat Cely yang kelabakan. "Tadi aja belagu, sekarang baru ngerasain!" ejek Leo.
Cely menggaruk kepalanya yang tidak gatal, salah tingkah. Wajahnya sedikit memerah karena panas dan malu. "Iya deh, iya ... gue salah," ucapnya, akhirnya mengakui kekalahannya.
...________...