NovelToon NovelToon
AFTER MARRIAGE

AFTER MARRIAGE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Single Mom / Selingkuh / Pengganti / Cerai
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ana_nanresje

Terkejut. Itulah yang dialami oleh gadis cantik nan jelita saat mengetahui jika dia bukan lagi berada di kamarnya. Bahkan sampai saat ini dia masih ingat, jika semalam dia tidur di kamarnya. Namun apa yang terjadi? Kedua matanya membulat sempurna saat dia terbangun di ruangan lain dengan gaun pengantin yang sudah melekat pada tubuh mungilnya.

Di culik?

Atau

Mimpi?


Yang dia cemaskan adalah dia merasakan sakit saat mencubit pipinya, memberitahukan jika saat ini dia tidak sedang bermimpi. Ini nyata!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7_Main Basket

Mian dan Zain berusaha untuk menahan kedutan dikedua sudut bibirnya. Hatinya berteriak gembira, bahkan mungkin sedang berpesta ria didalam disana. Berbeda dengan Aya, wanita itu merengut mengerucutkan bibirnya dengan mata yang terlihat sedih.

" Ehemm!" Ramon melirik kepada kedua sahabatnya. Jujur diapun saat ini tengah gembira mendapati pasar malam yang tidak beroperasi alias tutup. Tapi melihat Aya yang terlihat kecewa membuat ketiga pria itu pun ikut sedih.

" Kita ke tempat lain aja ya," ajak Mian membujuk. Aya tidak menjawab, wanita itu masih menatap ke sekitar pasar malam yang sepi.

" Aya pengen naik itu," tunjuknya pada salah satu permainan yaitu bianglala " Itu juga!" Tunjuknya lagi pada komedi putar.

" Pasar malamnya tutup. Mungkin lain waktu kita kesini lagi ya," Zain merangkul bahu Aya tersenyum tipis berusaha untuk menghibur.

" Kenapa harus tutup sih? Aya juga pengen main dirumah hantu." Tuturnya kembali. Mian, Zain dan Ramon ketiga pria itu saling pandang satu sama lain sampai pada akhirnya Ramon mendekati Aya dan menggenggam tangannya.

" Saya janji. Suatu hari nanti kita akan datang lagi kesini." Ucapnya penuh keyakinan. Zain dan Mian membulatkan matanya dengan mulut yang sedikit terbuka. Seriously? Come on seorang Caramondy mau pergi ketempat ramai seperti pasar malam? Bukan kah pria itu tidak suka dengan lautan manusia? Dan sekarang pria itu berjanji akan datang ketempat ini lagi? Daebak. Sungguh keajaiban Tuhan.

" Serius?" Ramon mengangguk mantap. Seulas senyum terukir di wajah cantiknya " Terimakasih," Ucapnya tulus.

" Sama-sama!"

" Yaudah kalau gitu kita pergi ketempat lain aja, gimana?" Usul Zain yang sependapat dengan Mian.

Aya melangkah kan kakinya diikuti ketiganya yang berjalan beriringan " Cuacanya cerah ya." Matanya menatap langit yang dipenuhi dengan bintang, bulan pun terlihat sempurna dan cantik membuat cahaya terang ditengah kegelapan " Udaranya juga sejuk." Aya menghentikan langkahnya, memejamkan matanya lalu menghirup udara melalui hidungnya.

" Kita pulangnya jalan kaki aja ya,"

" APA!" Aya sedikit terkejut saat ketiga pria itu memekik secara bersamaan " Why?" Tanya Aya penuh keheranan.

" Kamu yakin mau pulang jalan kaki?" Aya mengangguk  " Butuh waktu 30 menit untuk sampai di mansion." Kata Zain.

Aya tidak memperdulikannya. Wanita itu tetap melangkahkan kakinya bahkan melewati mobil milik suaminya " Serius?" Ramon dan Mian hanya bisa mengangkat bahunya lalu keduanya mengikuti Aya dari belakang.

Zain merogoh ponselnya lalu menempelkan benda pipih itu ke daun telinganya setelah terhubung dengan orang yang berada di seberang sana " Bawa mobil Ramon dan ikuti kami dari belakang." Tanpa menunggu jawaban dari sebrang Zain segera mematikan obrolan itu secara sepihak lalu ikut menyusul kedua sahabatnya yang mulai jauh dari pandangannya.

" Lewat sini," Aya mengikuti jalan yang di tunjukkan oleh Mian. Kaki mungilnya berjalan sangat pelan membuat ketiga pria itu harus bisa menyeimbangi langkah kakinya yang kecil.

" Sepertinya kamu sudah terbiasa jalan kaki di malam hari," Aya menolehkan kepalanya kesamping kiri, kepalanya mengangguk membenarkan ucapan Zain " Waktu masih tinggal di New York Aya sering pulang kuliah jalan kaki, jadi udah biasa untuk Aya jalan sejauh apapun. Aya selalu bersemangat untuk pulang, meskipun jauh rasanya beban itu hilang setelah sampai di apartemen."

" Apa kamu merindukan moment seperti itu?" Tanya Mian.

Aya menggelengkan kepalanya " Rasanya sudah berbeda."

" Kenapa?" Tanya Mian kembali.

" Karena sudah tidak ada lagi orang yang menunggu Aya," lirihnya pelan.

Ketiga pria itu berusaha mencerna setiap kalimat yang Aya katakan sampai akhirnya Ramon mencekal bahu Aya dan membuat wanita itu menghadap kearahnya " Sudah berapa kali saya katakan. meskipun Azka sudah tiada, jiwanya masih tetap hidup bersama kita. Dan satu lagi, rumah mu selalu ada orang yang menantikan mu untuk pulang. Bukan Azka saja, ada saya Mian dan juga Zain."

" Sejauh apapun kamu pergi, tempat yang paling nyaman adalah rumah. Jadi kembalilah jika kamu sudah merasa lelah."

Aya menatap dalam manik hitam itu. Kedua sudut bibirnya tertarik kearah berlawanan, mengukir bulan sabit yang indah untuk dipandang " Terimakasih karena sudah menepati janjimu pada kak Azka untuk menikahi Aya." Ramon terkejut saat Aya memeluk dirinya secara tiba-tiba. Wanita itu mengalungkan tanganya erat lalu menghirup dalam aroma maskulin milik suaminya.

Ramon merasa ragu untuk menggerakkan tangannya. Karena gemas dengan Ramon yang hanya bisa mematung, Mian dan Zain menarik lengannya dan mendaratkannya pada punggung Aya. Setelahnya kedua pria itu berjalan terlebih dulu, memberikan waktu untuk mereka berdua.

" Aya yakin kamu adalah pria baik. Meskipun pernikahan ini didasari atas perjanjian, Aya akan berusaha menjadi istri yang baik." Pelukan Ramon semakin mengerat. Entah kenapa semua sarafnya tak dapat dia kendalikan. Bibir seksinya sempat mencuri kecupan pada pucuk kepala Aya, tentu saja wanita itu tidak menyadarinya.

" Saya pun akan berusaha menjadi suami yang baik." Balas Ramon dibalik ceruk leher Aya.

Zain dan Mian duduk disebuah gajebo yang terdapat di taman komplek Ramon. Saat ini mereka tengah menunggu sepasang suami istri itu " Berapa lama lagi kita akan menunggu?"

" Entahlah," Jawab Mian mengangkat bahunya acuh " Nah itu mereka." Tunjuknya kearah kanan, dimana Aya dan Ramon tengah berjalan menuju mereka.

Zain mengesah lalu bertolak pinggang setelah mereka sampai dihadapannya " udah puas mesra mesraannya huh?"

" Siapa yang mesra mesraan?" Dengus Aya tak suka " Orang tadi sempet kesasar."

" Kesasar?" Ulang Mian.

" Iya," Aya mengangguk lalu melirik judes pada Ramon " Nih pelakunya."

" Astaga Ramon. Daerah perkomplekan sendiri aja pake kesasar, malu maluin tau nggak." Ujar Zain menggeleng tak mengerti.

" Maklum saja. Diakan bos besar, mana tau jalan setapak seperti i.... Aku hanya bercanda." Serga Mian cepat saat Ramon memelototinya. Ayolah, tatapan Ramon sangatlah tajam sehingga membuat siapa saja akan merasa terintimidasi oleh tatapannya itu.

" Aya pengen main itu." Wanita itu berlari meninggalkan mereka, tidak memperdulikan jika akan terjadi perdebatan ataupun perkelahian yang berujung pertumpahan darah.

" aisss. Tubuhnya kecil tapi kalau lari lincah, dasar Aya." Gumam Mian tersenyum simpul.

Ramon mengapit kedua temannya itu matanya melirik bergantian pada mereka " Sekali lagi kalian mempermalukan ku dihadapan Aya, ku kirim kalian kutub utara." 

" Dasar temen rese."

" Aku mendengarnya!" Ucap Ramon membuat Mian mengatup bibirnya saat ketahuan mengumpat Ramon.

" Ku kira mulai mencair, tapi ternyata tetap kera.!" Kata Zain meringis ngeri.

" Bukan Caramondy namanya kalau sama temen baik. Dia kan sadis nggak punya hati."

" Sudah ku katakan aku mendengarnya!" Kali ini Ramon berbalik memutar tumitnya menatap pada temannya.

" Kurasa dia punya indra keenam. Kenapa umpatan kita selalu terdengar olehnya?" Tanya Mian bergidik ngeri.

" Entahlah. Sepertinya ucapanmu benar. Kita tidak boleh berbicara sembarangan lagi tentang dia jika masih ingin berumur panjang."

" Kau benar. Ayo kita susul mereka." Putus Mian yang disetujui oleh Zain.

Aya tengah asik memainkan bola basket. Meskipun wanita itu menggunakan Dress tidak membuatnya untuk mengurungkan niatnya memainkan permainan itu. Ramon ikut bergabung lalu memperhatikan Aya yang tengah memantul mantul kan bola.

" Wahhh rasanya sudah lama kita tidak main basket, otot ototku rasanya sudah kaku." Ucap Zain.

" Kau benar, ayo kita main." Ajaknya antusias " Aya," Wanita itu menghentikan kegiatannya, kakinya melangkah mendekati Zain dan Mian.

" Ayo kita main." Ajak Zain

" Dua lawan dua," Timbal Main menambahkan.

" Ayo, siapa takut!" Ucap Aya menyanggupi " Bagaimana? Mau nggak?" Ajak Aya pada Ramon.

" Ayo!" Ramon segera merebut bola dari Aya dan permainan dimulai begitu saja. Karena postur tubuh Aya yang kecil membuat pergerakkan nya terlihat gesit dan lincah saat mengendalikan bola. Tapi sebaliknya saat tim lawannya menguasai bola Aya sedikit kesulitan saat ingin merebut bola itu.

Zain akan mencoba passing pada Mian dan kesempatan itu tidak disia siakan oleh Ramon. Dan.. Hap. Bola itu berpindah tangan padanya, sesekali Ramon melakukan dribling sebelum Shooting.

" Yeeeee!" Aya bersorak gembira saat timnya mendapatkan point, bahkan wanita itu melompat lompat karena kegirangan.

" Ye ye kita menang kita menang. Wlekk!" Aya meletkan lidahnya mengejek Zain dan Mian yang tengah mengesah panjang.

Permainan kembali di mulai dan untuk kembali memasukkan bola kedalam ring cukup sulit karena Zain dan Mian terus mengawasinya. Dua menit setelahnya Tim Zain mendapatkan point membuat skor mereka seimbang.

" Wlekkk!" Mian terkekeh geli saat melihat wajah Aya yang mengerucut. Wanita itu terlihat lebih bersemangat saat bola berada di tangannya. Aya siap untuk melakukan shooting namun Zain dengan mudahnya mengambil bola dari tangannya. Melihat Aya terlihat kesal Ramon berusaha merebut bola itu lalu mengopernya pada Aya.

Karena Ring yang terlalu tinggi, dan posisi Aya yang terlalu dekat dengan ring itu membuat Aya merasa ragu untuk melempar bola. Namun apa yang terjadi selanjutnya, Ramon mengangkat tubuh Aya agar istrinya itu bisa dengan mudah memasukkan bola kedalam Ring.

" Curang," Seru Mian tak terima.

" Sirik aja!" Cibir Aya setelah Ramon menurunkannya " Pokonya kita yang menang. Wlekkk!"

" Nggak bisa itu namanya curang."

" Bodo. Pokonya tim kita menang titik." Ujar Aya bersikukuh.

" Nggak. Pokonya kita yang menang."

" Ih kok gitu. Kalau kalah mah kalah aja kali!"

" Kok ngeyel sih, awas kamu ya."

" Kyaaaa. Mondy tolongin Aku!" Aya bersembunyi dibalik tubuh Ramon saat Zain dan Mian ingin menghukumnya karena curang. Namun Ramon pun tidak akan membiarkan itu terjadi.

Terjadi aksi kejar kejaran antara dua tim itu, Mian dan Zain masih berusaha untuk mendapatkan Aya. Ramon sebisa mungkin melindungi Aya saat Kedua sahabatnya melemparinya dengan bola basket. Aya terus berteriak memeluk Ramon  meminta perlindungan.

Zain dan Mian menyerah kedua pria itu membaringkan tubuhnya di tengah lapangan basket " Ah badanku berasa remuk," Ujar Mian.

" Benar. Rasanya semua tulang tulangku terlepas dari sendinya," Sahut  Mian " Heh pasutri." Panggil Mian " Ngapain masih pelukan? Udahan kali kitanya juga udah capek."

Instruksi dari Mian membuat keduanya tersadar. Aya melepaskan diri dari pelukan itu lalu menatap Ramon yang juga tengah menatapnya " Terimakasih." Aya segera menyusul Zain dan Mian sebelum mendengar balasan dari Ramon.

Aya ikut bergabung dengan mereka. Tapi saat kepalanya ingin menyentuh lapangan Tiba-tiba saja sebuah tangan menjadi bantalannya, dan tangan itu milik Ramon yang tak lain adalah suaminya.

Ramon dan Aya berbaring bersebelahan. Bahkan posisi mereka sangatlah dekat, tidak ada jarak atau pembatas bantal guling saat ini. Keduanya menatap langit yang sama, menikmati angin malam yang terasa menyenangkan.

" Kamu suka bintang apa bulan?" Ramon menoleh pada Aya saat wanita itu bertanya padanya.

" Bintang,"

" Kok sama sih?" Ucapnya sembari tersenyum. Aya merubah posisinya menjadi miring dan menghadap kearah Ramon " Hujan atau senja?"

" Hujan,"

" Panas atau dingin?"

" Panas,"

" Bohong!" Ucap Aya menjawil hidung Ramon.

" Darimana bohongnya? Saya sudah menjawabnya dengan jujur."

" Buktinya nggak senyum-senyum apa lagi ketawa kaya kak Zain dan kak Mian. Berarti kamu itu tipikal cowok yang dingin. Bukan Hot!"

" Apa hubungannya dengan itu? Saya kira kamu nanya tentang minuman."

" Ngeles aja,"

" Serius. Saya nggak bohong!"

" Iya iya percaya kok. Nggak usah panik gitu mukanya." Kata Aya menahan tawa.

Ramon segera memalingkan wajahnya saat Aya semakin dalam menatap manik hitamnya. Keduanya kembali terdiam untuk beberapa saat sampai akhirnya Ramon membuka suara " Apa kamu bahagia menikah dengan Saya?" Tanyanya hati hati.

Ramon berusaha menetralkan degup jantungnya bersiap siap mendengarkan apapun jawaban yang Aya berikan nanti. Tapi setelah hampir dua menit menunggu jawaban Aya tak kunjung menjawabnya juga.

" Kamu mendengarkan saya tid...," ucapan Ramon terhenti saat melihat Aya sudah tertidur pulas menghadap kearahnya. Nafasnya teratur membuat irama melodi yang indah.

Ramon menyelipkan anak rambut yang menghalangi pandangannya. Diapun mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Aya. Di pandangnya wajah istrinya itu, semakin cantik dan semakin cantik. Tidak ada sedikitpun kecacatan yang dia temukan disana, wajahnya bagaikan pahatan istimewa yang sengaja Tuhan turunkan ke bumi. Dan Ramon bersyukur bisa memilikinya.

Satu kecupan di kening kembali Ramon  curi. Seulas senyum terukir diwajahnya memamerkan lesung pipit yang jarang sekali dia perlihatkan pada orang lain.

" Selamat malam istriku. Semoga mimpimu malam ini indah!" Bisiknya tepat di hadapan Aya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!