kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
curiga
Sore hari, pukul 17.15 – Sebuah kafe tersembunyi di pusat kota.
Leon duduk sendirian di sudut kafe, memainkan ponselnya dengan gelisah. Pandangannya sesekali mengarah ke pintu masuk, memperlihatkan sikap waspada. Wajahnya terlihat sedikit tegang—ia sedang menunggu seseorang, dan dari sorot matanya, ini bukan pertemuan biasa.
Lima belas menit berlalu. Akhirnya, seorang wanita melangkah masuk dengan anggun, mengenakan gaun hitam yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Bibir merahnya tersenyum tipis saat melihat Leon. Ia berjalan menuju meja Leon, lalu duduk tanpa bicara.
“Kabar yang kuterima ini… benar?” ucap wanita itu, menyerahkan sebuah foto ke tangan Leon.
Leon menatapnya datar. Ia mengambil foto itu tanpa ekspresi. Begitu melihat isinya foto dirinya dan Zelena di bandara matanya langsung menyipit tajam.
“Apa maksudmu? Dari mana kau dapat ini? Dan bagaimana caranya?” tanyanya dengan suara yang terkontrol, namun berisi ancaman tersembunyi.
Wanita itu membuka kaca mata hitamnya perlahan, memperlihatkan tatapan penuh dendam. “Jawab saja. Aku tidak ingin semuanya menjadi rumit, Leon.”
Leon meremas kertas foto itu, lalu melemparkannya ke lantai. Wajahnya berubah menjadi sangat dingin. “Jangan sentuh dia, Liora. Hubungan kita sudah selesai. Itu masa lalu.”
Liora tersenyum miring. “Selesai? aku memang kabur di hari pernikahan kita, tapi apakah kita sepakat untuk berpisah, hanya karena pamanmu ingin kau fokus pada balas dendam? Kau pikir aku bisa melupakanmu begitu saja?”
Leon menoleh cepat, memastikan tak ada yang mendengarkan. “Jaga ucapanmu. Aku tidak pernah menyesal meninggalkanmu. Dan kalau kau muncul lagi” Ia menahan kalimatnya, menahan amarahnya.
Liora tertawa dingin. Namun tawanya terhenti saat matanya melihat ke arah sudut lain kafe. “Gadis itu penyebabnya?” tanyanya, menunjuk ke arah sekelompok gadis yang baru masuk.
Leon menoleh cepat. Matanya membelalak saat melihat Zelena duduk bersama Amira, Tama, dan teman-teman lainnya.
“Cukup, Liora! Aku muak dengan semua dramamu. Berhenti mencariku. Jangan ganggu hidupku lagi.” ini semua hanya peralihan, karena Leon juga masih mencoba melupakan mantan pengantin nya itu, memang bukan hal yang mudah, karena Liora lah yang membantu nya saat tidak ada yang mengulurkan tanggan pada nya,
Liora mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Leon dengan mata penuh obsesi. “Nikahi aku, Leon. aku masih menunggu mu, aku juga punya rencana balas dendam, tetapi aku kembali, kau lupa dengan semua kenangan kita? begitu cepat nya? "
Leon berdiri dengan tiba-tiba, rahangnya mengeras. “ liora, lihat aku dan dengarkan apa yang akan katakan ini baik-baik, kau dan aku hanya masa lalu, dan aku sudah melupakan semua itu, kejadian pernikahan kita, itu sama sekali tidak ada di ingatkan ku, paham? "
Ia meninggalkan meja itu dengan langkah cepat. Namun, bukannya langsung keluar, ia justru mendekati tempat Zelena dan teman-temannya duduk.
*
*
*
Di sisi lain kafe – Meja Zelena dan teman-temannya.
Zelena tertawa kecil bersama teman-temannya, tak menyadari kehadiran Leon yang semakin mendekat. Tapi Amira sudah melihatnya lebih dulu.
“Zel, siapa tuh?” bisik Amira sambil menyipitkan mata.
Leon sampai di depan meja mereka, lalu dengan tenang namun penuh kuasa, berkata, “Ayo pulang.” Ia langsung menarik tangan Zelena.
Teman-temannya terkejut, terutama Tama, yang segera berdiri dan mencoba menarik tangan Zelena. “Maaf, tapi... Anda siapa?”
Leon menatap Tama tajam. Pandangannya mengintimidasi.
Namun sebelum suasana makin tegang, Zelena tersenyum kikuk. “Hahaha, dia temannya Kak Kenzo. Mungkin... disuruh jemput aku karena ayah lagi dinas. Kalian tahu, kan?”
Tama melonggarkan genggamannya. Ia memang ingin dekat dengan semua keluarga Zelena. “Maaf, Bang. Saya nggak tahu. Saya Tama.” Ia mengulurkan tangan.
Leon menatapnya dingin, lalu menjabat singkat. “Aksara.”
Semua orang terdiam.
Amira menatap tajam ke arah Leon. “Aksara? Bukan Leon?” gumamnya penuh curiga.
Zelena juga menoleh cepat. “Apa?” wajahnya penuh keterkejutan.
Leon menarik tangan Zelena dengan lembut tapi tegas. “Kita pulang.”
Mereka berjalan pergi.
“Nomor WhatsApp-nya berapa, Bang!?” teriak Amira, membuat suasana jadi canggung dan lucu di saat bersamaan.
Di luar kafe – Beberapa menit kemudian.
Zelena menarik tangannya dari genggaman Leon. “Kenapa tiba-tiba kamu muncul dan bawa-bawa aku begitu saja?”
Leon menghela napas, frustrasi. “Hari sudah sore. Dan kamu masih di luar bersama teman-temanmu, nggak takut bahaya?”
Zelena menatapnya tajam. “Bahaya? Di mana? Ini masih lingkungan sekolah! Jangan sok tahu. Gini jadinya kalau Mas Arman nggak ada…” ucapnya kesal, dengan kedua tangan di pinggang.
Leon menariknya sedikit lebih dekat. Bola mata mereka bertemu. Jarak mereka hanya beberapa senti, napas mereka menyatu.
“Saat bersamaku, jangan pernah sebut nama Arman. Bahas kita saja.”
Deg… Deg…
Zelena merasakan jantungnya berdebar kencang. Ini… bukan perasaan biasa. Biasanya hanya muncul saat bersama Arman. Tapi sekarang?
“Heh… Apa maksudnya kita?” tanyanya sambil menjauh sedikit.
Leon membuka pintu mobil. “Kau dan aku. Sekarang masuk ke dalam mobil. Kita pulang.”
Zelena mendengus. “Aku seperti punya sugar daddy aja,” ucapnya sambil masuk ke mobil.
*
*
*
Paris – Markas rahasia Ahmad. Malam hari.
Arman menyerahkan sebuah amplop merah kepada Ahmad, berisi dokumen penting.
“Kode merah?” tanya Ahmad.
Dalam struktur organisasi rahasia mereka, kode merah berarti bahaya tinggi. Kuning untuk waspada, dan hijau aman.
“Benar, Pak. Paman Leon sedang mencarinya. Rencana balas dendam keluarga mereka belum berhenti.”
Ahmad termenung. “Sudah lama aku tak bertemu mereka. Apa rencana mereka masih sama?”
Arman menyerahkan sebuah foto: Leon dan Liora di kafe sore tadi.
“Mereka sudah mulai bergerak, Pak. Liora kembali muncul. Semua ini bukan kebetulan.”
Ahmad menatap foto itu dalam. “Jual semua senjata yang masih tersisa di gudang. Kita akan kembali ke Indonesia dan mengadakan acara pertunangan Zelena dan Leon. Tidak ada waktu lagi.”
“Tu… Tunangan?” Arman terbelalak.
Ahmad mendekatinya, berbisik tajam. “Anjing akan selalu jadi anjing. Kau pikir aku tidak tahu hubunganmu dengan putriku?”
“Ma… Maaf, Pak… Saya tidak pernah berniat mengganggu rencana Bapak…” Arman berlutut, tangannya bergetar.
Ahmad tersenyum dingin. “Semuanya sudah berakhir, Arman. Tugasmu sekarang hanya satu: katakan pada Zelena bahwa kau tak pernah menyukainya. Dan... dua bulan lalu akan kulupakan.”
Ahmad pergi, meninggalkan Arman dalam kehancuran.
Arman menatap lantai dengan mata berkaca-kaca. “Sejak kapan dia tahu aku mendekati putrinya...? Dua puluh tahun aku menunggu kesempatan ini… tapi semuanya hancur hanya dalam satu malam.”
Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,
salam hangat author, Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26