NovelToon NovelToon
Istri Kedua Suamiku

Istri Kedua Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan di Kantor / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Suami ideal
Popularitas:32.8k
Nilai: 5
Nama Author: ARSLAMET

Sebuah keluarga yang harmonis dan hangat,
tercipta saat dua jiwa saling mencinta dan terbuka tanpa rahasia.
Itulah kisah Alisya dan Rendi—
rumah mereka bagaikan pelukan yang menenangkan,
tempat hati bersandar tanpa curiga.

Namun, kehangatan itu mendadak berubah…
Seperti api yang mengelilingi sunyi,
datanglah seorang perempuan, menembus batas kenyataan.

“Mas, aku datang...
Maaf jika ini bukan waktu yang tepat...
Tapi aku juga istrimu.”

Jleebb...
Seketika dunia Alisya runtuh dalam senyap.
Langit yang dulu biru berubah kelabu.
Cinta yang ia jaga, ternyata tak hanya miliknya.

Kapan kisah baru itu dimulai?
Sejak kapan rumah ini menyimpan dua nama untuk satu panggilan?

Dibalut cinta, dibungkus rahasia—
inilah cerita tentang kesetiaan yang diuji,
tentang hati yang terluka,
dan tentang pilihan yang tak selalu mudah.

Saksikan kisah Alisya, Rendi, dan Bunga...
Sebuah drama hati yang tak terucap,
Namun terasa sampai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARSLAMET, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jendela dan doa

Pukul 03.00 WIB, Bunga terbangun dari tidurnya. Sunyi menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam dinding yang terdengar pelan namun pasti. Matanya menyapu sekeliling—apartemen ini, tempat yang dulu pernah dihuni bersama sang ibu, sebelum semuanya berubah.

Kini, dinding yang sama, lantai yang sama, dan udara yang sama, tapi terasa begitu asing. Foto-foto kenangan telah lama hilang dari pandangan; Ayah menyimpannya di gudang, mungkin untuk menghindari luka yang terus menganga. Namun setiap sudut ruangan ini masih menyimpan jejak—sisa-sisa tawa, pelukan hangat, dan obrolan sederhana yang dulu terasa abadi.

Perlahan, Bunga melangkah ke jendela dan membukanya sedikit. Udara malam menyusup masuk, dingin menyentuh kulitnya. Ia menatap keluar, kehamparan langit Jakarta yang kelabu, lalu berbisik lirih,

“Ibu… di mana Ibu sekarang? Sehatkah? Apa Ibu masih ingat aku…?”

Suara itu nyaris tenggelam dalam angin, namun bagi Bunga, itu adalah doa. Doa yang ia titipkan pada malam yang sunyi, berharap sampai pada seseorang yang telah lama pergi, namun tak pernah benar-benar hilang dari hatinya.

Tak lama kemudian, layar ponselnya menyala. Sebuah pesan masuk. Dari Ayah.

“Pagi nanti jangan lupa sarapan. Jaga kesehatan ya, Bunga. Semoga kamu senang bekerja di Ibu Kota. Ayah selalu doakan yang terbaik untukmu.”

Bunga menatap layar itu lama, lalu tersenyum kecil. Ada luka yang belum sembuh, ada rindu yang tak terucap, tapi juga ada kekuatan yang perlahan tumbuh. Ia tahu, hidup harus terus berjalan—meski dengan hati yang sesekali masih menoleh ke belakang.

Suara dering mengisi keheningan malam, dan tak lama kemudian terdengar suara yang begitu ia rindukan.

“Halo, Ayah udah bangun?” tanya Bunga pelan, nyaris seperti bisikan.

Suara Ayah terdengar dari seberang, lembut namun masih membawa gurat kelelahan. “Ayah baru mau tidur, Sayang. Tapi dengar suara kamu... rasanya capek Ayah langsung hilang. Semangat ya, di sana.”

Bunga tersenyum, namun hatinya terasa berat. “Ayah... aku bisa langsung kerja di perusahaan. Nerusin Ayah. Biar Ayah istirahat di rumah. Sudah cukup Ayah yang berjuang selama ini.”

Hening sebentar, lalu Ayah menjawab, masih dengan nada tenang yang menenangkan,

“Bunga... kadang yang membuat Ayah kuat itu bukan pekerjaannya, tapi harapan. Selama kamu di sana, Ayah ingin kamu belajar dulu. Setahun saja, temani Rendi, lihat bagaimana dia bekerja. Setelah itu... baru kita bicarakan soal meneruskan.”

Ia tertawa kecil, ringan namun tulus. “Ayah masih sehat, Sayang. Selama napas ini masih kuat, Ayah masih ingin berdiri di tempat yang Ayah bangun dari nol. Bukan karena tak percaya padamu—justru karena Ayah tahu, kamu akan jauh melampaui Ayah suatu hari nanti.”

Bunga tak sanggup membalas dengan kata-kata. Matanya mulai berkaca, namun hatinya terasa penuh—bukan oleh kesedihan, tapi oleh kasih yang tak pernah berubah.

Telepon itu berakhir, tapi suaranya masih bergema lama di benak Bunga. Di antara dinginnya malam Jakarta, kehangatan Ayah menjadi pelita yang menuntunnya untuk tetap melangkah.

Bunga kembali tertidur di atas sofa, tubuhnya terbungkus selimut tipis, napasnya tenang dalam diam pagi yang masih mendung. Sisa kopi semalam di meja tak lagi hangat, dan televisi yang dibiarkan menyala tanpa suara menyinari wajahnya yang tampak lelah. Ia baru saja pulang larut malam karena lembur, dan niatnya untuk sekadar meluruskan punggung di sofa malah menyeretnya kembali ke alam mimpi.

Tiba-tiba, dering ponsel mengoyak keheningan. Getaran suara dari atas meja membuatnya tersentak. Ia menggeliat pelan, lalu meraih ponselnya dengan mata setengah terpejam. Begitu melihat nama "Pak Rendi" terpampang di layar, kesadarannya langsung kembali utuh. Itu bukan panggilan biasa—itu panggilan dari atasannya.

Dengan gugup, ia mengangkat panggilan itu.

“Pagi, Pak. Ada apa?” sapanya, suaranya terdengar serak dan parau.

“Kamu kesiangan, Bunga? Ini sudah setengah delapan. Kamu belum juga sampai kantor?” Suara Pak Rendi terdengar tegas dan kecewa, disertai suara bising kendaraan—seolah ia sedang dalam perjalanan dan tetap sempat mengecek keberadaan bawahannya.

Bunga memicingkan mata, menoleh ke arah jam di layar ponselnya. 07.28. Jantungnya seperti diremas. Ia langsung terduduk, tangan kiri mencengkeram rambutnya, ekspresi panik menghiasi wajahnya yang masih sembab.

“Maaf, Pak! Saya bergegas sekarang!” ucapnya cepat dan terbata.

“Hm. sepuluh menit laagi ada mobil online yang menjemputmu, ya,” ujar Pak Rendi tanpa basa-basi, lalu menutup telepon sebelum Bunga sempat berkata lagi.

“Hah…” helanya panjang. Ia menatap layar ponsel yang kini hanya memantulkan wajahnya sendiri—kusut, lelah, dan penuh tekanan.

Tanpa pikir panjang, ia bangkit. Rambut panjangnya berantakan saat ia menyibakkannya ke belakang. Langkahnya tergesa menuju kamar mandi, meninggalkan sofa yang masih hangat oleh tubuhnya barusan. Air keran yang mengalir terdengar seperti lonceng peringatan, menandai awal dari hari yang sudah kacau bahkan sebelum benar-benar dimulai.

...----------------...

Pagi itu, suasana kantor tampak lebih ramai dari biasanya. Suara langkah kaki berpadu dengan dentingan keyboard dan deru mesin fotokopi. Di antara hiruk-pikuk tersebut, seorang gadis muda berdiri canggung di dekat pintu masuk—Bunga. Tatapannya menyapu ruangan, mencari tahu di mana ia akan ditempatkan. Ada rasa gugup di wajahnya, terutama karena ini hari pertamanya bekerja.

Tak lama, seseorang menghampirinya dari belakang. “Ayo, Bunga. Ikut Om sekalian, Om kenalkan,” ucap pria itu dengan suara bersahabat. Ia adalah Pak Wiratma, CEO perusahaan sekaligus ayah dari Rendi. Meski nada suaranya ramah, tetap ada wibawa yang membuat Bunga refleks menegakkan tubuhnya, merasa makin kikuk.

Begitu Pak Wiratma melangkah ke tengah ruangan bersama Bunga, seketika suasana menjadi hening. Para karyawan langsung berdiri dan menundukkan kepala memberi hormat. Semua, kecuali satu orang—Rendi. Ia memang berdiri, namun tak menunduk. Wajahnya datar, seolah sedang menyembunyikan sesuatu yang hanya ia sendiri yang tahu.

Pak Wiratma berhenti di tengah ruangan dan berbicara dengan nada tegas, “Baik, perhatikan semua. Ini Bunga, karyawan baru kita. Mulai hari ini, ia akan menjadi Sekretaris Pribadi Direktur baru perusahaan.”

Kejutan itu membuat para karyawan saling melirik, menyimpan tanya dan rasa ingin tahu yang beragam. Tapi tidak bagi Pak Wisnu, direktur utama saat ini, yang hanya tersenyum tipis. Ia tampak sudah tahu arah pembicaraan ini.

“Karena Pak Wisnu akan segera memasuki masa pensiun,” lanjut Pak Wiratma, menoleh ke arah Pak Wisnu yang berdiri di sampingnya. Pria tua itu mengangguk tenang, lalu merangkul pundak Pak Wiratma dengan hangat, seolah menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan.

“Dan secara resmi, saya umumkan bahwa Rendi Putra Langit akan menjadi Direktur Utama Penyelenggara di perusahaan kita—Griya Mandiri Konstruksi.”

Suara tepuk tangan meledak di seluruh ruangan. Karyawan menyambut pengumuman itu dengan gembira, meskipun ada beberapa wajah yang masih terkejut. Rendi sendiri tampak terpaku, matanya membelalak sesaat. Ia tidak tahu ini akan terjadi hari ini. Bahkan ekspresi wajahnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan yang tak bisa ia tutupi dengan senyum.

Di tengah keramaian, terdengar bisik-bisik lirih dari sejumlah karyawan, “Pak Rendi memang pantas. Bukan cuma karena dia anak Pak Wiratma, tapi karena dia juga pernah kerja dari bawah, kayak kita.”

Bunga memerhatikan dari jauh. Matanya mengikuti tiap orang yang kini menghampiri Rendi untuk mengucapkan selamat, menyalami dan menepuk bahunya. Ia bisa melihat kekaguman yang tulus dari wajah mereka. Ada rasa hangat, tapi juga getir di hatinya. Ia menunduk perlahan.

“Sekarang aku tahu... maksud Ayah mengirimku ke sini. Untuk ikut berperan… bersama Pak Rendi,” bisik Bunga dalam hati. Di telinganya masih terngiang percakapan para karyawan tentang perjuangan panjang Rendi—dari lapangan proyek hingga akhirnya dipercaya memimpin.

1
Machmudah
gak rela aja kl bunga rendi bersama merajuy asa.....karma hrs terjafi dulu, sbg balasan air mata alisya
Retno Harningsih
lanjut
Lee Mbaa Young
Kan manipulatif si Bunga Bangkai itu.
minta maaf nya gk ikhlas krn takut mnderita itu.
coba kl bhgia gk.akn minta maaf smp berlutut si bunga itu.

Karma hrs ttp buat rendi dan bpknya, bunga dan bpknya juga.
bikin mereka bangkrut. Aku ingin anak bunga gugur gk ikhlas bnget pokok nya rasha punya saudara darah pelakor.
bunga anak adopsi mana tau dia anak pelacur mkne mau mau saja jd pelakor.
Mkne nm ne yg cocok Bunga Bangkai.
Lee Mbaa Young
Heleh ternyata niat bunga pingin alisha mengiklhas kan rendi biar hidup bhgia.
jng mimpi. karma mu baru di mulai.
menangislah smp km ingin mati.
HUKUM TABUR TUAI.
SAATNYA BUNGA BANGKAI MEMETIK KARMA.

INGAT KARMA TAK SEMANIS KURMA.
jd nikmati saja sakit nya ya Pelakor. semoga makin viral dan mnderita.
sukur sukur bunuh diri.
Iis Dawina
Km br sadar salah.oh krn baru tau ya klo km ank adopsi..tp ttp salah walaupun ank kandung.krn dah mencintai dn merebut suami orang
Nur Hafidah
kadihan sekali,bunga juga korban disini
Lulu-ai
manipulatif bingit si bunga, karma wajib thor sama rendi
Lee Mbaa Young
Di pikir dng minta maaf semua akn baik baik saja. tntu tidak. km blm mnderita smp mau mati kok. pling tdk kehilangan anakmu juga rahim mu. hingga gk punya harga diri br impas hukuman buat pelakor. biar gk ngangkang pd laki orang lagi si bunga Bangkai itu.
Lee Mbaa Young
Heh bunga Bangkai kl km minta maaf mang semua akn kembali lagi. ingat karma mu masih berjalan walau alisha maafin km.
pokok nya bunga Bangkai harus hancur sehancur hancurnya. dasar wanita pendidikan tp gk punya moral.
semoga anaknya gugur biar rasha gk punya saudara Dr ibu pelakor mcam km.
j4v4n3s w0m3n
aduh maaf ya bunga denger.ceritamu maaf sekali aku tetap gak.respek sama.kamu.heheheh maaf ya mungkin.krn.sakit.hati alisya itu.jadi aki.gak.bisa dukunh kamu apapun.keadaanmu dan.silsailah.kamu ..jalananin.aja.dech kesusahanmu.itu
sutiasih kasih: benerrr.... dia merasa korban dri luka org tuanya.... pdahal aslinya dlm lubuk hati dia memang adh ada rasa dgn rendi dan jga ingin memiliki rendi....
kbetulan bpk rendi dan npknya bunga sdh merencanakn smua... mka dlm hati bunga jga alih" krna amanah org tua...
klo munafik y munafik aja.... pelakor tetap pelakor...
smuanya sdh hncur bunga... dan km itu perempuan kejam yg di balut casing perempuan lembut...
ARSLAMET: hehehe
total 3 replies
Maizaton Othman
tetap sabar untuk bab seterusnya,bintang 5 utk setakat ini,harap selanjutnya ia tetap menjadi karya yg bagus sampai ending
Retno Harningsih
up
Lulu-ai
emng gg tau dendam tp situ tau rendi dah punya istri tetep nikah tuh
Iis Dawina
biarkan bunga stres trs keguguran deh
Mundri Astuti
dah tau ibunya begitu, dah ngerasain dampaknya, lah malah ngikutin, definisi bodoh si ini
Lee Mbaa Young
lah ibu sendiri seorang pelakor kok. Ya sm saja lah dng anakmu. pelakor juga.

semoga hbis ini bunga bnyak pikiran kecelakaan trus keguguran. wes ngunu ae. biar kapok para tua bangka bpk rendi dan bpk bunga.
ARSLAMET: kesel kan yaa , next bab di tunggu ya
total 1 replies
sutiasih kasih
ini gmn sih... bukankah anda jga merebut suami org bu tati.... ayah lisya yg lbh memilih minggat dgnmu... dan mnikahimu... dan rela menelantarkn lisya dan ibunya...
bukankah kalian sama" pelakorrrr...
ARSLAMET: kesel kan ya , next bab nya di tunggu ya
total 1 replies
Machmudah
karma otw ya thor
ARSLAMET: iya nih huhu
total 1 replies
Lee Mbaa Young
Alkhamdulillah semoga proyek gk lancar.. Aamin.
beda istri beda rejeki.
akhirnya viral semoga makin viral biar tmbh malu tu bunga Bangkai.
Retno Harningsih
lanjut
ARSLAMET: siap di tunggu ya next bab nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!