MENGEJAR CINTA MAS-MAS DINGIN

Pagi ini, Jeje sedang memanasi mesin motornya dan Jeje seolah tak percaya saat melihat Darren sudah ada di depan rumahnya.

"Mas Darren, tumben. Ada apa?" tanya Jeje yang begitu semangat, ia segera berjalan cepat keluar pagar untuk menghampirinya.

"Kebetulan lewat, kamu kerja, kan?" tanya Darren seraya keluar dari mobil

Jeje menjawab dengan tersenyum, lalu, mengangguk. Setelah itu Jeje melepaskan helmnya.

"Ayah kamu mana?" tanya Darren yang tak melihat pria berkumis tebal itu.

"Ada, dia sedang bersiap di dalam," jawab Jeje seraya membukakan pintu pagar rumahnya. Ia mempersilahkannya untuk masuk.

Darren pun masuk, lalu, Darren melihat pria yang baru saja ia tanyakan itu keluar dari rumah.

"Kebetulan ada kamu, sini duduk!" ajak Ayah Jeje dan Darren mengiyakan.

"Je, ambil minumnya," perintah Ayah Je.

"Maaf, Pak Somat, ada apa, ya? Sepertinya sangat penting," tanya Darren seraya menatap Ayah Jeje.

"Ya, itu memang penting dan kamu harus menjawab dengan jujur." Ayah Jeje mengusap kumisnya.

Darren mengangguk dan pria yang duduk di sampingnya itu memperhatikannya membuat Darren merasa sedikit grogi.

"Apa hubunganmu dengan Jeje?" tanyanya.

"Kami teman," jawab Darren apa adanya.

"Kamu tau, seorang pria berteman dengan gadis, lalu, apakah kamu tidak berpikir kalau pertemanan kalian tidak akan menghalangi jodohnya?" tanya Ayah Jeje seraya menatap Darren.

"Astaga, tidak ada niat seperti itu, Pak," kata Darren, ia sedikit berpikir dan mengerti kemana arah pembicaraan selanjutnya.

"Lalu, dengan kalian terus bersama, apa tidak membuat seorang pria berpikir dua kali jika ingin mendekati Je?" tanyanya dan Darren membenarkan, ia menunduk dan tidak lama kemudian Jeje datang membawakan kopi hitam ternikmat yang pernah ada bagi Ayahnya.

"Ada apa? Kenapa terlihat sangat serius?" tanya Je seraya menyajikan kopinya.

Darren hanya diam dan Ayahnya itu bangun dari duduk.

"Ayah sudah terlambat," ucapnya seraya mengulurkan tangannya untuk Jeje cium punggung tangan itu, begitu juga dengan Darren mengalaminya.

"Pikirkan perkataanku!" kata Ayah Jeje dan Darren mengangguk.

Setelah itu, Darren yang semula akan menjemput Je pun mengurungkan niatnya.

"Iya sudah, aku pergi dulu," kata Darren dan Jeje menahan lengan pria itu.

"Ada apa?" tanya Darren seraya menatap Jeje.

"Aku kira kamu menjemputku," kata Jeje seraya melepaskan tangannya.

"Tidak, aku ada keperluan lain," kata Darren dan setelah itu, Darren pergi sendiri, tanpa Darren ketahui kalau Ayah Jeje masih memperhatikan dari tempatnya sembunyi.

"Sudah ku duga, anakku menyimpan hati dan dia tidak," kata Ayah Jeje.

****

Setelah hari itu, Darren menjadi jaga jarak dan itu membuat Jeje sedikit bertanya-tanya.

"Kenapa dia terus menghindar, ya. Apa aku punya salah?" tanya Jeje yang sedang mengemas paket.

"Je, kerja yang benar, nanti bisa salah kirim paket bahaya!" kata Nafiska yang mengingatkan.

Jeje pun menjadi kembali fokus dan Jeje melihat Viona yang sedang bersiap untuk live.

"Aku ingin seperti Mbak Viona," kata Jeje seraya memperhatikannya.

"Lovely di mana, Mbak?" tanya Jeje.

"Ada, oya sebentar lagi Lovely ulang tahun, kamu datang, ya. Tidak usah membawa kado," kata Viona yang sedang menyiapkan peralatannya.

Singkat cerita, malam ini, motor Jeje kembali mogok dan Darren yang melihatnya tidak lagi menawarkan tumpangan.

Darren memarkirkan mobilnya di depan toko Viona.

"Ada apa, mogok lagi?" tanya Darren seraya memperhatikan motor bebek Jeje.

Jeje menjawab dengan menganggu dan tersenyum.

"Dia minta ganti," lanjut Darren dan Jeje menjawab, "Iya, sudah tau. Tapi mau ganti pakai apa, daun?"

Darren tidak menjawab, ia yang biasanya menawarkan tumpangan itu memilih untuk memesankan ojek online.

"Aku sudah pesan ojek online," ujar Darren dan Jeje menatapnya datar karena dalam hati Je, ia berharap kalau akan kembali mendapatkan tumpangan.

"Aku duluan," kata Darren yang kemudian pergi dan Jeje memperhatikan sampai tak terlihat lagi.

Dan berubahnya sikap Darren membuat Jeje menyangkut pautkan dengan ayahnya.

****

Hari ulang tahun Lovely pun tiba, semua toko Viona ia liburkan dan Viona juga mengadakan give away besar-besaran seperti tahun lalu dan Darren menggratiskan pengirimannya.

Sekarang, Jeje dan Arum sudah ada di kediaman Viona dan Jeje melihat Darren yang sedang menggendong Lovely, sesekali memperhatikan rumah yang ada di depan.

Jeje yang ingin menanyakan sesuatu itu mendekat.

"Mas, sudah banyak tamu undangan yang datang, kata Jeje dan Darren memberikan Lovely padanya.

Lalu, Darren bersiap untuk pergi dan Jeje pun memanggilnya, "Mas, acaranya di dalam."

"Aku ada urusan," jawab Darren seraya pergi dari sana.

"Dia benar-benar menghindar dariku, atau aku melakukan kesalahan, ya?" tanya Jeje dalam hati.

Lalu, Jeje mengirim pesan pada Darren, "Mas, aku merasa ada yang berbeda, apakah aku melakukan kesalahan? Kalau iya, tolong beri tau aku."

Darren yang sedang mengemudi mobilnya itu hanya membaca dan segera kembali menyimpan ponselnya.

"Astaga, dingin sekali," gumam Jeje dalam hati.

Dan setelah pesta selesai, Darren meminta pada Jeje untuk datang ke kantornya, di sana sepi karena semua sedang diliburkan.

Mengingat sosok Darren yang baik dan tidak akan melukai wanita membuat sama sekali tidak berpikiran buruk dan Jeje pun masuk.

Di dalam, Darren sedang menatap ponselnya dan Darren yang menyadari kedatangan Jeje itu menyuruhnya untuk duduk.

"Ada apa? Kenapa Mas Darren di sini, sendiri?" tanya Jeje seraya duduk di kursi yang tersedia.

Tak menjawab, justru Darren balik bertanya, "Je, menurutmu aku seperti apa? Apakah aku terlihat seperti pria yang suka mempermainkan wanita?"

Jeje terdiam dan ia merasa heran karena tiba-tiba saja Darren menanyakan itu dan Jeje kembali menyangkut pautkan dengan ayahnya.

"Apakah Mas Darren ada masalah?" tanya Jeje seraya menatapnya.

"Kamu tau, Je. Aku tipe pria yang sulit untuk jatuh cinta, tapi, ketika aku mencintai, aku akan setia dan seperti sekarang ini," ujarnya seraya memperhatikan foto Rossi di layar ponselnya.

"Siapa gadis beruntung itu?" tanya Jeje dan Darren pun memperlihatkan sosok Rossi dan seketika Jeje merasa insecure setelah melihat cantiknya Rossi.

"Aku ingin melupakannya, Je."

Jeje menatap datar dan Jeje merasa kalau Darren sedang patah hati.

"Kalau dia hanya membuatmu sakit memang sudah seharusnya kamu melupakannya, Mas!"

"Kamu mau jadi pacarku?" tanya Darren seraya menatap Jeje dan seketika, Jeje merasa kalau ujung-ujung jarinya itu merasa dingin.

"Kamu bercanda?" tanya Jeje, ia merasa kalau Darren bukan sedang mengajaknya untuk berkencan.

"Bantu aku untuk melupakannya, kalau kamu bisa membuatku jatuh cinta, kenapa tidak?"

"Kalau aku jatuh cinta lebih dulu, bagaimana?" tanya Jeje, ia berharap kalau Darren tidak akan mengurungkannya karena Jeje akan dengan senang hati untuk membantu melupakan masa lalunya.

"Kalau begitu, kita jalani, ketika ku siap, ku akan melamarmu!" kata Darren.

Jeje yang seolah diberi harapan itu merasa sesak, tak bermimpi sekalipun akan menjalin hubungan dengan pria setampan dan sebaik Darren.

Apakah Jeje akan menerima tawaran itu?

Bersambung..

Dukung authornya, ya. Dengan like dan komen, jangan lupa difavoritkan juga, ya.

Yang baik hati boleh kasih bintang lima dan vote/giftnya. Terima kasih yang sudah mendukung.