Novel ini adalah musim ke 3 dari kisah cinta beda usia antara Pram dan Kailla.
- Istri Kecil Sang Presdir ( season 1 )
Pernikahan karena perjodohan antara Pram dan Kailla. Rumah tangga yang diwarnai
dengan konflik ringan karena tidak hanya karakter tetapi juga umur keduanya berbeda jauh. Perjuangan Pram, sebagai seorang suami untuk meraih cinta istrinya. Rumah tangga mereka berakhir dengan keguguran Kailla.
- Istri Sang Presdir ( season 2 )
Kehadiran mama Pram yang tiba-tiba muncul, mewarnai perjalanan rumah tangga mereka. Konflik antara menantu dan mertua, kehadiran orang ketiga, ada banyak kehilangan yang membentuk karakter Kailla yang manja menjadi lebih dewasa. Akhir dari season 2 adalah kelahiran bayi kembar Pram dan Kailla.
Season ketiga adalah perjalanan rumah tangga Pram dan Kailla bersama kedua bayi kembar mereka. Ada orang-orang dari masa lalu yang juga ikut menguji kekuatan cinta mereka. Pram dengan dewasa dan kematangannya. Kailla dengan kemanjaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pram & Kailla 6
“Aku tahu mungkin sebagian orang mengatakan aku gila!” Pram tergelak sembari menyesap kopi hitam di ruang kerjanya.
Pieter, sang wakil terlihat menyimak dengan serius. Duduk santai, menyilangkan kaki di seberang meja presiden direktur. Waktu menunjukkan pukul 12.10 tengah hari, sudah masuk jam istirahat makan siang. Tidak ada lagi kesantunan yang perlu dijaga Pieter. Di hadapannya bukan lagi atasan melainkan sahabat baiknya semasa kuliah di London.
“Apa yang membuatmu merasa Kailla berbeda?” tanya Pieter penasaran. Ia sedang bertanya banyak hal mengenai pernikahan dan rumah tangga sebelum memantapkan hati untuk melamar Naina.
“Cerita yang aku bagi untukmu, belum tentu sama. Kamu belum tentu mengalami apa yang aku alami setelah menikah. Wanita kita berbeda dari sifat dan karakternya. Naina dewasa, lemah lembut, tipe-tipe wanita sempurna pada umumnya. Sedangkan Kailla berbeda. Manja, kekanak-kanakan dan nakal.” Pram tersenyum sendiri, mengingat karakter istrinya yang lain daripada yang lain.
“Aku pernah dekat dengan wanita seperti Naina. Berkelas, anggun, smart, dewasa dan tentu saja cantik.” Pram melanjutkan ceritanya.
“Anita?” Pieter menebak.
“Siapa lagi ....” Pram tergelak.
“Aku sudah punya gambaran ketika menikah dengan Anita. Kami akan berdebat dari masalah anak sampai masalah pekerjaan. Dia akan menghabiskan waktunya dengan memasak dan mengurus anak-anak, berdandan cantik, tersenyum menyambutku saat pulang kerja. Mungkin dengan mencium punggung tanganku atau mengecup pipiku sekilas. Kami menghabiskan waktu sebelum tidur dengan menonton bersama anak-anak sambil mengobrol. Dan diakhiri dengan tidur saling memeluk setelah dia selesai melayaniku.”
“Saat aku memberinya hadiah, ia akan berterima kasih dan memelukku mesra. Mungkin seperti itulah gambaran rumah tanggaku saat bersama Anita. Kami akan bertengkar dengan dia mengunci pintu kamar dan tidak mau diajak bicara berhari-hari. Sampai dia bosan sendiri karena terlalu lama mendiamkanku, atau pulang ke Bandung, ke rumah orang tuanya. Bisa juga mengomeliku dari dapur sampai ke tempat tidur. Indah, kan?” tanya Pram setelah menjelaskan panjang lebar.
Pieter mengangguk membayangkan rumah tangganya seindah gambaran Pram.
“Bersama Kailla aku mendapatkan lebih dari itu. Kalau rumah tangga yang baru saja aku gambarkan itu bisa disebut indah, rumah tangga yang sekarang aku jalani ...mendekati sempurna versi diriku sendiri.” Wajah Pram meredup, mengingat Kailla yang perlahan berubah dan jauh lebih dewasa sekaligus mengurangi kemanjaannya sejak si kembar lahir.
Pieter masih menyimak sembari menyesap kopi hitamnya.
“Definisi pernikahan sempurna setiap orang itu berbeda. Aku menyukai ini, belum tentu denganmu.” Pram menjelaskan.
“Aku bisa membayangkan kegilaan Kailla. Kamu ingat, dia berani tidur di ruang rapat di tengah banyak orang.” Pieter tergelak.
“Dia berani membahas pria tampan, bahkan di depan suaminya sendiri.” Pieter menambahi.
Pram ikut tergelak mengingat kegilaan demi kegilaan yang istrinya lakukan selama pernikahan mereka.
“Kamu bisa bayangkan ... ketika lelah dengan semua permasalahan kantor. Begitu tiba di rumah, ada yang menyambutmu dengan senyum cerah dan polos, meloncat naik ke gendonganmu. Tanpa malu-malu menghujami dengan ciuman di seluruh wajah penatmu. Semua keruwetan di dalam otakku hilang dengan semua kemanjaannya. Aku merasa harus kuat bukan untukku tetapi untuk menjaga dan melindunginya.”
“Kamu tahu, saat dia membuat kesalahan ... dia akan datang dengan wajah tanpa dosa dan memelas. Tanpa malu-malu meminta maaf dan membujukku dengan segala cara. Bagaimana aku bisa memarahinya? Saat dia gagal membuat masakan, dengan senyum terkulum menyodorkannya di depanku. Kamu tahu, dia begitu menggemaskan. Itulah Kailla!”
“Perempuan iseng yang membuat hari-hariku penuh warna. Tidak segan-segan ikut berebut perhatianku, bersaing dengan dua anak kembar kami. Perempuan yang sering usil menyembunyikan baju dan handuk saat aku mandi. Kami menghabiskan malam dengan perang bantal atau rebutan selimut. Saling mengejar dan berlari keliling rumah dengan tutup panci. Berakhir dengan hide and seek. Perempuan setengah gila, masih tidak mau berhenti mengoceh meskipun aku sedang mandi. Rela duduk di atas wastafel kamar mandi dan menemaniku mandi demi untuk bisa bercerita banyak hal. Terkadang menggosipkan aktor tampan idolanya atau menggosipkan kelakuan mamaku.”
“Dan ketika marah lebih memilih mengamuk dengan cara anak-anak, tetapi itu lebih mudah untukku menjinakannya dibandingkan dia mengamuk dengan cara dewasa dan mendiamkanku. Tidak mau diajak bicara atau bahkan menyeret koper kabur dari rumah. Ini kekanak-kanakan yang dibungkus kedewasaan, sedangkan Kailla memilih cara berbeda ... kedewasaan di balik sikap kekanak-kanakannya."
Pieter hanya diam, membayangkan ruwetnya kehidupan berumah tangga yang selama ini dihindarinya. Namun, Naina membuatnya berubah pikiran.
"Kamu tahu ... wajah Kailla membuatku tidak sanggup memarahinya. Bahkan memilih untuk mengalah dan banyak bersabar.” Pram tergelak.
“Memilikinya membuat aku merasa sebagai lelaki sempurna. Dia tidak memiliki banyak kepandaian sehingga membutuhkan semua pendapatku. Aku merasa berguna sebagai suami dan laki-laki. Dia sangat pintar menempatkan diri di tengah aku dan mamaku, sehingga bisa menjadikanku sosok yang seperti sekarang. Kesuksesanku, kedewasaan, kematanganku dan kesabaranku terbentuk karena Kailla. Ia menempaku menjadi pribadi yang luar biasa dengan karakternya.”
Pieter mengerutkan dahi, menangkap sesuatu yang berbeda di dalam untaian kalimat Pram yang menggambarkan sosok istrinya.
“Apa ada yang salah denganmu?” tanya Pieter saat melihat binar mata lawan bicaranya meredup.
Pram menggeleng. Meskipun begitu, hatinya tercubit saat menggambarkan semua tentang Kailla. Ada yang hilang. Apakah ini hanya perasaannya? Seorang ayah yang merasa tersaingi oleh anaknya sendiri. Ya, si kembar mencuri Kailla dari dirinya. Hampir lima tahun hidup berdua dalam ikatan pernikahan, menikmati kebersamaan sepanjang waktu. Sekarang, ia harus berbagi Kailla dengan putra-putranya. Bahkan Kailla tidak memiliki waktu lagi untuknya, habis untuk kuliah dan anak-anak.
Dering ponsel menghentikan obrolan kedua sahabat lama itu. Pram tersenyum saat mendapati Kailla menghubunginya.
“Sayang, kamu sudah di mall bersama mama? Bagaimana anak-anak?” tanya Pram dengan senyum terkembang.
“Pak, ini aku Sam. Tolong cepat susul ke mall. Ibu Citra dan Non Kailla sedang bertengkar dengan salah satu pengunjung. Semua asisten tidak sanggup melerai, hanya Pak Pram yang bisa menenangkannya.” Sam menjelaskan dengan buru-buru. Suara teriakan Kailla dan Ibu Citra terdengar membahana ikut tertangkap indra pendengarannya.
“Apa yang terjadi?” tanya Pram, panik. “Anak-anakku bagaimana?” lanjut Pram.
“Biasa, Non Kailla ....” Sam tidak melanjutkan kalimatnya, Pram sudah memotong terlebih dulu.
“Kirimkan alamatnya. Aku akan menyusul!” tegas Pram.
***
“Minta maaf sekarang juga!” teriak Kailla dengan tatapan penuh amarah. Telunjuknya mengarah tegas ke arah wanita cantik, yang terlihat angkuh dibalik keanggunannya. Mereka terpaksa digiring ke bagian keamanan mall demi menghindari kerumunan orang.
“Maaf, aku tidak sengaja!” sahut wanita itu dengan ketus. Sedikit menciut saat melihat kemarahan Kailla semakin menjadi.
“Sudahlah, Kai. Mama tidak apa-apa!”
“Tidak bisa begitu, Ma. Bukan masalah barangnya. Ada etikanya. Dia melihat sendiri kalau mama sudah ingin mengambil tas itu, ia malah menyerobot. Dan Mama itu sudah tua, aku saja masih menjaga. Sekesal-kesalnya pada Mama, aku masih menjaga untuk tidak membalasnya,” jelas Kailla, masih tidak terima.
“Aku sudah mengalah!” sahut sang wanita berusaha membela diri.
“Sudahlah, Kai. Mama juga sudah tidak berminat dengan tas itu lagi.”
“Tidak bisa begitu, Ma. Kalau dengan minta maaf saja cukup, besok ... perempuan sombong ini akan mengulangnya ke orang lain. Dia sedang sial karena tanpa sengaja menyenggolku. Aku akan membuat perhitungan dengannya. Memang hal sepele, tetapi aku tidak suka kalau ada yang mengganggu orangku apalagi mamaku!” ungkap Kailla. Ia sudah menyingsingkan lengan kemejanya, siap bertarung dengan wanita bergaun indah.
“Ayo, tentukan tempatnya. Mau di mana? Parkiran? Aku akan meladeni!” tantang Kailla berdiri dengan berani di hadapan lawannya. Terlihat dari bahasa tubuhnya, sang wanita bukanlah perempuan biasa.
“Kin, Bin bawa anak-anak pulang. Aku tidak mau anak-anak melihatku bertengkar! Mama juga pulang saja, nanti mama sakit. Biarkan aku mengurusnya di sini!” perintah Kailla.
“Sudahlah, Kai. Jangan diperpanjang. Mama tidak mau bertengkar. Sampai Pram tahu, nanti Pram akan mengomeli Mama.” Ibu Citra memohon.
“Tidak bisa, Ma. Aku harus memberinya pelajaran. Jangankan mama, andaikan dia menyentuh asisten rumah pun ... aku akan tetap tidak terima. Apalagi ini mamaku. Aku tidak bisa diinjak-injak. Kalau bukan aku yang membela mama, siapa lagi!” ungkap Kailla penuh emosi.
“Aku tidak akan terima sebelum dia meminta maaf dengan benar,” lanjut Kailla.
***
TBC
untuk yg lain aqu sdh melimpir kak...SEMANGAT ...
membayangkan Pram kok mumet mboyong keluarga ke negri singa dan gak tau sampe kapan demi keamanan.
sat set sat set