Sagala terkejut bukan main saat tetangga depan rumah datang menemuinya dan memintanya untuk menikah dengan putri mereka secepatnya. Permintaan itu bukan tanpa alasan.
Sagala mendadak pusing. Pasalnya, putri tetangga depan rumah adalah bocil manja yang baru lulus SMA. Gadis cerewet yang sering mengganggunya.
Ikuti kisah mereka ya. Ketika abang adek jadi suami istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F.A queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Sagala
Di rumah Annisa. Gadis kecil itu berhadapan dengan ibunya di dalam kamar.
"Nak, kamu sudah tahu tentang keinginan terakhir nenekmu, kan, " ucap Bu Hanifah rendah penuh kelembutan. Beliau menatap putrinya dengan sendu.
Anisa mengangguk. "Aku nggak usah nikah aja gimana, Bu. Biar nenek nggak meninggal." Pikiran anak kecil yang ingin neneknya tetap hidup.
Bu Hanifah menangis mendengar itu. Dia memeluk putrinya. Dan kemudian dengan pelan dan perhatian beliau menjelaskan keadaan nenek pada putrinya ini.
"Nenek akan di bawa pulang nanti sore. Kita harus kuat. Ikhlaskan nenek pergi."
Anisa menangis seketika itu juga. Dadanya terasa sangat sesak. Air mata terus keluar begitu saja.
"Jika nenek mudah untuk pergi maka kamu tidak harus menikah. Tetapi jika segala upaya sudah kita lakukan tetapi Nenek masih susah berarti memang ada sesuatu yang ditunggunya dan itu adalah pernikahanmu." Bu Hanifah mencoba menjelaskan lagi dangan penuh pengertian dan kelembutan.
"Jika Nisa harus menikah, Nisa nikah sama siapa, Bu?" Annisa bertanya cemas. Kedua bola matanya menatap sang ibu dengan cemas.
"Ibu sudah memikirkan dengan sangat baik, Sayang. Dia adalah laki-laki yang baik. Dia sudah dewasa dan pasti akan menyayangimu," jawab Bu Hanifah. Kali ini disertai senyum untuk menguatkan Annisa.
Annisa merasa patah hati. Padahal dalam hati, ia telah menyukai seseorang. Namun sepertinya ia harus mengubur perasaannya ini. Annisa menunduk dan terus menangis.
"Semoga Nisa mau menerima perjodohan dengan Abang, ya, Nak."
Abang? Annisa terdiam mendengar ucapan ibunya. Abang siapa yang ibunya maksud. Pelan, Annisa mengangkat wajahnya untuk menatap sang ibu.
"Abang siapa maksud ibu?" tanyanya. Suaranya terdengar sedikit tidak sabar.
Bu Hanifah tersenyum lembut. Dia mengusap lengan putrinya. "Abang Sagala, siapa lagi."
Nampak keterkejutan luar biasa di mata Annisa. Abang Sagala?
"Ibu berpikir jika hanya Abang yang pantas untukmu, Sayang. Kamu sudah lama kenal Abang. Kalian juga sudah akrab dari dulu." Bu Hanifah mengusap lembut lengan putrinya. ''Nisa mau 'kan nikah sama Abang?" Tanyanya kemudian.
Kedua mata Anisa bergerak sendu tapi kemudian ia mengangguk. "Iya, Bu."
Bu Hanifah tersenyum dan kembali memeluk putrinya.
Setelah Anisa menyetujui. Bu Hanifah segera datang ke rumah Pak Karta. Tetangga depan rumah.
Di sana, Pak Karta dan Bu Yuni menyambutnya dengan hangat.
"Silahkan duduk, Nif." Bu Yuni mempersilahkan duduk.
"Maaf jika saya menganggu pagi-pagi begini Bude," ucap Bu Hanifah. Dia memang memanggil dengan sebutan Bude, itu panggilan untuk anaknya.
"Enggak apa-apa. Apa ada yang bisa kita bantu." Bu Yuni menjawab dengan ramah. Hubungan dua keluarga ini memang sangat baik.
Bu Hanifah mengangguk. Beliau menatap Pak Karta dan Bu Yuni.
"Apakah Sagala sudah menceritakan kepada kalian tentang niat kami?" tanya Bu Hanifah rendah dengan kesopanan.
Bu Yuni dan Pak Karta saling pandang dan mengangguk bersama.
"Iya, sudah." Bu Yuni yang menjawab.
"Bagaimana dengan kalian?" tanya Bu Hanifah. "Apakah Bude dan Pakde setuju?"
"Saya setuju saja. Kita sudah kenal Nisa dengan baik dan juga keluarga Pak Suprap." Kini Pak Karta yang memberikan jawaban.
Bu Yuni tersenyum lega dan mengucapkan terima kasih pada Pak Karta dan Bu Hanifah. Beliau kemudian bertanya, "bagaimana dengan Sagala. Apakah dia bersedia?"
Tidak ada jawaban atas pertanyaan ini. Pak Karta dan Bu Yuni sama-sama diam. Perbincangan tadi pagi, Sagala sepertinya enggan. Meskipun mereka ingin Sagala segera menikah tapi keputusan tetep ada pada Sagala. Menerima atau tidak. Mereka tidak akan memaksa putranya.
"Kami panggil Sagala sebentar." Bu Yuni beranjak dan masuk ke dalam untuk memanggil Sagala.
"Gal, Bu Hanifah kesini. Kamu tahu kan tentang apa." Bu Yuni duduk di samping putranya di sofa ruang tengah. "Gal, semua keputusan ada di tanganmu. Pernikahan itu ibadah seumur hidup. Tanggung jawabmu selamanya. Jika kamu bersedia, terima Nisa jadi istrimu. Tapi jika kamu merasa tidak cocok dengan Nisa. Ibu tidak memaksa, meskipun Ibu berharap kamu bersedia," lanjutnya.
Sagala mematikan ponselnya. Menatap ibunya dan mengambil nafasnya dalam-dalam. Dia berjalan keluar untuk menemuimu Bu Hanifah. Sesungguhnya saat ini, dia bingung bukan main. Tetapi ini menyangkut keinginan terakhir seseorang.
"Bagaimana, Gal?" tanya Bu Hanifah dengan penuh harap. Matanya berkaca-kaca menatap Sagala. Dia tahu ini sangat berat tetapi harus bagaimana lagi.
Sagala mengambil nafasnya dalam dan dengan berat menjawab, "Biklah, Bu saya menerima."
Bu Hanifah langsung sujud syukur mendengar jawaban itu. Tangisnya pecah seketika. "Terima kasih, Gal. Ibu tahu ini sangat berat. Semoga besok pernikahan kalian bisa segera dilaksanakan."
"Secepat itu?" Sagala kembali shock.
"Keadaan nenek sudah semakin kritis. Tapi seolah enggan untuk pergi. Berbagai cara sudah kami lakukan tapi belum bisa. Mungkin memang nenek menunggu Nisa menikah."
Semuanya diam mendengarkan penjelasan itu. Bu Yuni mendekat untuk mengusap pundak Bu Hanifah sebagai bentuk rasa perdulinya.
"Nanti sore, rencana nenek akan dibawa pulang."
Semuanya mengangguk mengerti.
Bu Hanifah pamit. Karena dia harus segera kembali ke rumah sakit.
"Terima kasih sekali lagi ya, Gal," ucap Bu Hanifah sebelum benar-benar pergi.
Setelah itu, Bu Hanifah kembali ke rumah. Berjalan dengan tergesa-gesa. Nisa menunggunya di ruang belakang.
"Gimana Abang, Bu?" tanyanya. Dia menunggu ibunya sedari tadi dengan perasaan cemas.
"Alhamdulillah Abang setuju."
Nisa tersenyum mendengar itu. Dia kemudian berlari masuk ke kamar. Merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tak lama, pesan masuk ke ponselnya.
"Nisa." Pesan dari Abang. Nisa tersenyum malu tiba-tiba, entah sebab apa.
🌱🌱🌱
tiati lho bang gala nanti kalo Nisa gak manja lagi ke Abang,Abang yg kelimpungan lho🤣