Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.
Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.
Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagoda Serpihan Surga
Pagoda Serpihan Surga itu terasa dingin di tangan Boqin Changing. Bukan dingin biasa, dingin itu seolah tidak berasal dari dunia ini. Seolah benda kecil itu memikul jarak ribuan tahun kesunyian dan rahasia yang tak diizinkan keluar. Cahaya api unggun memantul samar di permukaan pagoda batu itu, membuatnya tampak seperti artefak dari dunia lain.
Boqin Changing menatap benda itu lama. Ia tidak sedang menunjukkan ekspresi apa pun, tetapi pandangannya kini begitu dalam. Bukan ragu, bukan cemas, melainkan suatu bentuk kehati-hatian yang hanya muncul ketika ia berhadapan dengan sesuatu yang bahkan ia tak sepenuhnya pahami.
Pagoda Serpihan Surga. Nama itu ia berikan sendiri di kehidupan pertamanya saat menemukan benda ini karena tidak ada nama lain untuk menyebutnya. Tidak ada catatan sejarah tentangnya, tidak ada manuskrip kuno yang menyebutnya, tidak ada sekte besar yang mengaku pernah memilikinya. Namun ia tahu satu hal, pagoda ini bukan benda biasa.
Ia mengusap salah satu sisinya dengan ibu jari. Ada retakan tipis di sana, retakan yang mengeluarkan cahaya samar, hampir tak terlihat kecuali bagi mata yang cermat.
Boqin Changing bergumam pelan, suaranya hampir tidak terdengar.
“Tidak kusangka aku akan menemukannya lagi.”
Ia duduk kembali di dekat api, punggungnya tegap, matanya menatap api namun pikirannya melayang jauh. Malam semakin larut, hawa gua semakin dingin, tetapi pikirannya kembali ketika ia menemukan benda itu di Kota Shuzu. Seseorang berniat menipunya untuk menjual barang-barang unik namun ia justru menemukan Pagoda Serpihan Surga di sana.
Di dalam gua, Boqin Changing menggenggam erat pagoda itu. Matanya menyipit sedikit bukan karena ia sedang bernostalgia, tetapi karena ia tahu pagoda ini menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar artefak biasa. Sesuatu yang bahkan ia belum ungkap secara utuh di kehidupan pertamanya.
Pagoda Serpihan Surga adalah alam lain yang merupakan patahan ruang dan waktu. Sepotong kecil realitas yang entah bagaimana terjebak di dunia manusia. Namun yang membuatnya mustahil adalah satu tahun di dalam pagoda hanya setara dengan satu hari di luar sana.
Perbedaan waktu yang begitu besar seharusnya melanggar hukum alam. Bahkan ahli formasi tingkat manapun tidak mampu menciptakan benda seperti ini. Di seluruh dunia persilatan, tidak ada artefak lain yang mampu menandingi keunikan artefak ini.
Terlihat mustahil namun artefak seperti ini benar benar ada dan kini berada dalam genggamannya lagi.
“Ruang terpisah, hukum waktu yang berubah…” Boqin Changing bergumam kecil. “Aku tidak tahu siapa penciptamu, tapi esok hari aku akan menggunakan artefak itu kembali..”
Pagoda Serpihan Surga kembali ia tatap lama seolah menembus lapisan rahasia yang disembunyikan benda itu. Angin malam menggerakkan api unggun, membuat cahaya di permukaannya bergetar.
Pagoda itu bukan sekadar tempat pelatihan tertutup biasa. Di kehidupannya yang pertama, ia beberapa kali memanfaatkannya selama bertahun-tahun untuk meningkatkan kekuatan. Kini ia akan melakukannya lagi namun dengan tambahan melatih murid pertamanya.
Boqin Changing menoleh ke arah dalam gua, tempat Gao Rui terlelap dengan napas teratur. Ia akan bangun besok, tanpa mengetahui apa yang menantinya. Bocah itu akan masuk ke dimensi pagoda ini bersamanya.
Namun Boqin Changing sudah memutuskan satu hal. Ia tidak akan lagi membantu bocah itu dengan kekuatan yang setengah-setengah. Ia akan mendidik Guo Rui sebaik yang ia bisa. Anak itu harus bertambah kuat sebelum semuanya terlambat.
Boqin Changing menyandarkan tubuhnya pada dinding batu gua. Ia kemudian memandang cincin-cincin ruang yang ia dapatkan dari para pendekar aliran hitam yang mati di tangannya beberapa waktu yang lalu. Cincin-cincin ruang itu berisi harta, pil, gulungan teknik, sumber daya, dan artefak.
“Ini baru permulaan.” katanya datar.
Ia menggenggam kuat kedua tangannya.
“Sumber daya ini, aku akan menyerapnya di dalam Pagoda Serpihan Surga.”
Pagoda itu memungkinkan ia melatih diri sampai batas gila. Satu tahun di dalam sama dengan satu hari di luar. Dengan semua sumber daya yang ia miliki sekarang, ia berusaha menaikkan kemampuannya termasuk menambah benang-benang qi-nya.
Kini ia tahu sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari sekadar kebangkitan Tengkorak Hitam. Keterlibatan pendekar bumi dari Kekaisaran Ming bukanlah kejadian biasa. Itu berarti ada kelompok lain yang bergerak di balik layar. Kelompok itu jelas besar dan berpengaruh.
“Kelompok di dalam kekaisaran Ming, kalian berani membantu Tengkorak Hitam?” Boqin Changing tersenyum dingin. “Kalian bahkan mengirim pendekar bumi kalian yang langka untuk ikut campur.”
Keheningan gua menjadi lebih berat. Ia menutup kantong yang berisi cincin ruang jarahan itu dan mengalihkan pandangannya ke dalam api unggun.
“Jika kalian ingin bermain di belakang layar,” Boqin Changing berkata pelan, matanya menyala tajam, “aku akan menghancurkan kalian demi kedamaian Kekaisaran Qin.”
Ia lalu menyimpan Pagoda Serpihan Surga ke dalam cincin ruang. Besok pagi, ia dan Gao Rui akan masuk ke dalam pagoda ini. Gao Rui akan ia latih mati-matian tanpa belas kasihan.
Boqin Changing menutup mata sejenak, merasakan berat pilihan yang menggantung seperti kabut pagi. Di benaknya dua jalan terbentang untuk melatih Guo Rui. Jalan pertama lambat, aman, penuh waktu yaitu ia mengajar Guo Rui di alam ini. Selanjutnya jalan lain yang lebih singkat namun brutal adalah masuk ke Pagoda Serpihan Surga. Memeras setiap menitnya menjadi latihan yang tak kenal ampun, menjadikan satu tahun di dalam pagoda setara dengan satu hari di luar. Itu akan mempercepat kematangan Guo Rui hingga batas wajar manusia yang ingin dicapai.
Ia tahu konsekuensinya. Melatih Guo Rui di alam ini akan membutuhkan waktu, mungkin bertahun-tahun. Waktu sebanyak itu tentu tak ia miliki. Di balik hiruk-pikuk kemenangan kecilnya sebelumnya, pemberontakan Tengkorak Hitam di Kekaisaran Qin tidak menunggu siapa pun. Jika Boqin Changing terlambat pulang, korban akan bertambah, kejadian yang seharusnya ia cegah akan menjadi luka yang sulit disembuhkan.
Gua itu menjadi sunyi. Hanya suara angin dan napas tenang Guo Rui yang mengisi ruang. Boqin Changing menancapkan Pedang Neraka Kegelapan miliknya di lantai gua. Roh pedangnya itu akan selalu menjaganya saat dirinya tertidur. Ia menutup mata tanpa rasa khawatir sedikit pun. Bahkan di tengah banyak musuh yang memburunya, ia bisa tidur kapan pun ia butuh.
...******...
Keesokan paginya, udara pegunungan masih basah oleh embun ketika cahaya pertama menembus mulut gua. Burung-burung hutan mulai bersahutan, menandai datangnya pagi. Guo Rui membuka matanya lebih awal dari biasanya bahkan sebelum Boqin Changing terbangun.
Bocah itu duduk perlahan, mengusap wajahnya, lalu tersenyum kecil.
“Hari ini aku mulai berlatih. Hari ini aku benar-benar akan berubah.”
Guo Rui bangkit berdiri, meski tubuhnya masih terasa pegal. Namun semangatnya hari ini jauh lebih besar dari rasa letih apa pun. Guo Rui menoleh ke arah tempat gurunya tidur dan langsung terpaku.
Ia mengucek matanya. Berkedip. Melihat lagi. Tapi tetap saja posisi tidur gurunya tidak masuk akal.
Boqin Changing, pendekar dingin yang auranya mengerikan tidur dengan cara tidur telungkup seperti udang rebus, kedua lututnya menekuk ke samping, satu tangannya masuk ke dalam lipatan baju.
Yang lebih parah gurunya mendengkur pelan.
“Cincin ruang itu milikku semua...”
“Tuan Nei.. Miemu enak sekali!!!!”
“Tuan Chou, kamar yang kau sediakan bantalnya keras sekali.”
Guo Rui diam tiga detik. Ia benar-benar tidak menyangka cara tidur gurunya unik sekali.
“Ini… masih manusia kan?” Guo Rui berbisik terkejut.
Guo Rui mengangkat kedua alis matanya tinggi, antara ngeri dan tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Ia hampir memanggil gurunya tapi lalu tubuh Boqin Changing bergerak.
Masih tidur, masih dalam posisi aneh, ia tiba-tiba menggerakkan bibirnya sambil bergumam dalam igauan yang membuat Guo Rui tambah terdiam.
“Jangan rebut daging kambingku. Itu… punyaku…”
Guo Rui hanya bisa menatapnya tanpa ekspresi.
“Guru mimpi soalnya makanan…?”
Muka Boqin Changing tiba-tiba berubah. Mukanya tampak sangat serius seperti sedang menghadapi serangan lawan yang berat.
“Serahkan… kecapnya…”
Guo Rui perlahan menutup wajah dengan tangan.
“Guru… Kau itu benar-benar manusia normal kan…?”