Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENGANCAM
Iswa berdecak sebal, sengaja gak menghubungi Kaisar biar nanti naik ojol saja ke tempat les, eh malah tuh cowok bertengger di lobi gedung kuliah, ngobrol dengan temannya, sok asyik banget coba, berasa terkenal seantero fakultas Teknik. “50% gue mulai percaya kalau Kak Kai suami lo,” bisik Elin pada Iswa. “Kayaknya nungguin lo ya?” Iswa mengedikkan bahu. Ia tak mau semua orang tahu hubungan mereka, cukup Elin saja. Iswa pun berjalan ke luar gedung tanpa menyapa Kaisar, lalu berbelok menuju jalan tembusan untuk memesan ojol. Bahkan Iswa sudah berpisah dengan Elin, waktunya mepet untuk segera mengajar.
Sesekali Iswa menoleh, dan Kaisar ternyata tak mengejarnya. Bersyukur deh, ia pun segera membuka ponsel dan memesan ojol. Jam sibuk anak sekolah pulang, Iswa tak segera mendapat ojol, hingga suara klakson terdengar nyaring.
“Sial,” gumam Iswa dengan melirik Kaisar.
“Buruan naik.”
“Ogah!”
“Semakin lo menolak, semakin lama di sini, dan kemungkinan banyak orang yang akan tahu hubungan kita,” kalau sudah menyangkut hubungan keduanya, Iswa malas sekali. Pasti boncengan tadi pagi banyak yang lihat juga, Iswa sudah menyiapkan diri bila kemudian hari ditanya seseorang atau banyak orang tentang Kai. “Di mana rumahnya?” tanya Kaisar. Iswa pun menunjukkan alamat rumah adik lesnya. Tak sampai 15 menit, Iswa pun sampai tepat waktu, bahkan ia sempat menunggu karena adik lesnya juga baru sampai.
“Mau ditunggu?”
“Enggak perlu, makasih. Nanti aku naik ojol saja.”
“Yakin?” Iswa mengangguk. “Oke Gue tunggu di musholla perumahan saja, kurang lebih satu setengah jam kan?” Iswa mengangguk saja, gak mungkin di rumah orang berdebat. Cukup sekali saja dia diantar, ternyata gak bebas banget. Terbiasa mandiri, terus berubah jadi tuan putri yang ke mana-mana diantar membuat Iswa tak nyaman.
Iswa sibuk mengajar les. Kaisar sibuk membalas pesan Adel. Tuh cewek semakin hari semakin menyebalkan saja, beruntun kirim chat sampai Kaisar muak. Diabaikan begitu, Adel akan missed call puluhan kali, teman Kai sampai dihubungi juga, sangat mengganggu. Kaisar juga heran, Adel berubah menjadi cewek yang haus perhatian sekali, padahal saat pacarana dulu Adel termasuk cewek jaim, mau menghubungi Kaisar kalau dirinya terlalu sibuk organisasi hingga melupakan Adel. Harusnya Kaisar sadar sejak dulu sih, kalau sebenarnya Adel tuh cewek haus perhatian sekali. Dibanding dengan Iswa yang mandiri sekali seakan gak butuh cowok.
Di mana? pesan Adel menanyakan posisi Kaisar.
Rumah.
Yakin? Gue dapat foto lo lagi antar cewek itu ke perumahan X.
Kaisar heran, valid banget info yang didapat. Kaisar sampai toleh kanan-toleh kiri siapa tahu ada orang yang membuntutinya.
Kita bertemu atau aku samperin kamu ke perumahan itu sekarang?
Kaisar jengkel setengah mati pada Adel yang nekad begini. Terpaksa Kaisar pun mengajak Adel bertemu saja daripada membuat huru-hara atau melabrak Iswa. Malah bikin malu. Kaisar juga tak bilang pada Iswa, ia pikir bertemu dengan Adel juga tak lama. Masih bisalah jemput Iswa nanti.
Mereka bertemu di café. Adel sudah duduk dengan wajah tak ramah sama sekali, terlihat ingin melahap orang, namun Kaisar santai saja. Hubungan mereka sudah putus, Adel saja yang tak terima. “Mau apa lagi?” tanya Kaisar sudah muak dengan sikap Adel ini.
“Please dong, Kai. Kamu gak bisa giniin aku. Aku masih sayang sama kamu, gak seharusnya kamu boncengan dengan cewek itu seharian juga. Sampai mengantar ke perumahan itu juga ngapain?”
“Apa urusannya sama kamu sih, Del. Kita udah gak ada hubungan. Kita putus seminggu yang lalu.”
“Kamu yang ajak putus, tapi kan aku gak mau.”
“Nyatanya kamu cemburu kan saat aku boncengan dengan cewek itu. Padahal aku baru sekali bonceng cewek selain kamu. Sedangkan kamu dan Wahyu?”
“Dia cuma adik kelas, dan aku gak mungkin lah pacaran dengan laki yang lebih muda.”
“Ya terus ngapain kamu boncengan sama dia lebih dari satu kali.”
“Lebih dari satu kali kapan sih?” masih saja Adel tak mengaku. Kaisar pun membuka galerinya, sengaja menyimpan foto kiriman teman-temannya. Ia menyodorkan pada Adel untuk melihatnya sendiri. “Lihat, amati benar-benar soal baju kamu, dan jalannya. Terlihat berbeda tempat, dan berbeda waktu, dan lagi lihat ekspresi kamu. Tampak bahagia banget dibonceng Wahyu.”
Adel memasang wajah datar, padahal hatinya sedang tak karuan karena ketahuan dengan nyata saat dia boncengan dengan Wahyu beberapa kali. “Ya kalau boncengan juga gak mengindikasikan aku selingkuh sama dia juga kan, Kai.”
“Lagu lama Del.”
“Kasih kesempatan aku lagi, Kai. Aku gak mau putus.”
“Gak bisa. Lebih baik kita putus, kamu bisa boncengan sama Wahyu sepuas kamu.”
“Aku janji aku gak bakal boncengan sama cowok lain, Kai.”
“Aku gak mau.”
“Kenapa sih kamu sengotot ini. Apa mungkin kamu dan cewek itu sebenarnya sudah menjalin hubungan di belakang aku.”
“Gak usah bawa-bawa dia. Dia gak ada kaitannya sama kita. Bahkan aku kenal dia setelah kita putus.”
“Kalau kamu masih sama dia, jangan salahkan aku jika melabraknya. Pantang milikku dimiliki cewek lain.”
“Sekali kamu menyakiti dia, jangan harap aku mau melihat kamu lagi.” Sebenarnya Kai belum memiliki rasa atau ingin melindungi Iswa, ia bersikap seperti ini karena ia ingin membuat Adel cemburu dan mengakui kesalahannya. Bukan malah mengancam dan melibatkan Iswa. Kalau saja Adel lebih kalem, dan tak mengancam, mungkin Kaisar juga akan luluh. Hubungan sudah terjalin dua tahun, tak mungkin gak ada rasa sayang. Cuma kalau sikap Adel seperti ini, selalu ingin dinomor satukan tapi tak menghargai perasaan Kaisar, dan tidak bisa menjaga batasan berteman dengan lawan jenis, Kaisar marah lah. Dia sebagai pacar juga berhak mengatur sikap dan perilaku Adel, apalagi Kaisar juga sangat membatasi interaksi dengan perempuan lain, demi menjaga perasaan Adel.
“Kamu mau ke mana?” tanya Adel saat Kaisar pamit. “Mau jemout cewek itu?”
“Bukan urusan kamu!”
“Sekali kamu keluar cafe, aku bakal tabrakan diri aku ke jalan.”
“Jadi cewek jangan sinting.”
“Aku sinting juga karena kamu, Kai. Kamu ngerti gak sih.”
Adel nekad, dan Kaisar tahu apa yang diucapkan Adel akan dilakukan juga. “Aku mau pulang.”
“Aku ikut.”
“Ck, bisa gak sih kamu gak bersikap posesif gini. Semakin ilfeel tahu gak.”
“Kai, aku sayang sama kamu, aku gak mau kita putus. Kalau kamu putus sama aku, maka gak boleh ada cewek lain yang sama kamu.”
“Del. Buka mata dan otak kamu lebar-lebar. Dunia gak harus menuruti semua keinginan kamu. Jangan membuat aku semakin ilfeel sama kamu.”
“Oke kalau gak mau ilfeel sama aku. Lebih baik aku mati aja. Biar kamu leluasa jalan sama cewek itu.” Kaisar mengalihkan pandangannya, tak suka tapi ia tak mau menjadi penyebab Adel melakukan tindakan di luar nalar.
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah
dauh bang Kai masih aja negatif thinking 🤦🤦