NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Transmigrasi / Era Kolonial / Nyai
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Dhanvi Hrieya

Sekar tak pernah menyangka, pertengkaran di hutan demi meneliti tanaman langka berakhir petaka. Ia terpeleset dan kepala belakangnya terbentur batu, tubuhnya terperosok jatuh ke dalam sumur tua yang gelap dan berlumut. Saat membuka mata, ia bukan lagi berada di zamannya—melainkan di tengah era kolonial Belanda. Namun, nasibnya jauh dari kata baik. Sekar justru terbangun sebagai Nyai—gundik seorang petinggi Belanda kejam—yang memiliki nama sama persis dengan dirinya di dunia nyata. Dalam novel yang pernah ia baca, tokoh ini hanya punya satu takdir: disiksa, dipermalukan, dan akhirnya dibunuh oleh istri sah. Panik dan ketakutan mencekik pikirannya. Setiap detik terasa seperti hitungan mundur menuju kematian. Bagaimana caranya Sekar mengubah alur cerita? Apakah ia akan selamat dari kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6. ANCAMAN

Rambut hitam legamnya disisir perlahan oleh Ranta, riasan tipis di wajah Sekar telah dibersihkan. Gaun yang tadi ia kenakan telah berganti dengan kebaya jarik dan bawaan kain jarik panjang, meskipun terkesan merepotkan. Sekar tak punya pilihan lain selain mengenakannya, Ratna melirik ke pintu yang tertutup.

"Apakah acara malam ini benar-benar banyak yang terbunuh Nyai?" tanya Ratna nyaris berisik.

Sekar mendesah berat melalui mulut. "Ya, keadaan di pesta sangat kacau. Kalau bukan karena ini tidak mungkin dia sekarang kembali ke tempat itu," jawab Sekar tanpa menyembunyikan apapun dari Ratna.

Ratna mengangguk kecil, ia cukup terkejut mendapati kedua majikannya pulang lebih cepat. Apalagi di saat ia melirik ke arah pakaian Johan—jendral, Johan mengantarkan Sekar kembali ke rumah. Tanpa mengganti pakaiannya yang telah bernoda darah, Johan bergegas pergi. Jika boleh jujur Ratna merinding melihat penampilan Johan, beruntung sang nyai baik-baik saja.

"Kira-kira ulah siapa ya, Nyai?" gumam Ratna penuh tanya, "aku rasa di sini lebih menakutkan di bandingkan kita berada di desa. Ba—bagaiman kalau orang-orang tersebut merencanakan untuk datang ke rumah ini malam ini, Nyai?"

Pupil mata Ratna melebar, bola matanya bergerak gelisah. Di rumah hanya ada para pembantu tanpa penjaga, bahkan gedung putih yang dijaga saja bisa kebobolan lantas bagaimana dengan rumah yang kini mereka tempati. Tidak ada alasan untuk tetap aman, Sekar menggeleng sekilas menolak pemikiran buruk Ratna.

"Kamu tidak melihat tadi di tempat kejadian ada banyak yang gugur malam ini, mereka adalah para pejuang negara kita. Kemungkinan besar hanya menyisakan beberapa saja, dan aku yakin pula mereka lebih memilih mundur dibandingkan tetap maju," tutur Sekar setelah menganalisis apakah di rumah mereka saat ini aman dari penyerangan atau tidak.

Mulut Ratna terbuka namun, kembali tertutup ia hanya mendesah berat. Ia merasa sedih dengan gugurnya para pejuang, hanya saja posisi mereka berdua saat ini serba salah. Mereka adalah bagian dari orang-orang di bawah kendali para penjajah akan tetapi, mereka juga rakyat pribumi lemah yang diam-diam menginginkan kemerdekaan tanah air mereka sendiri.

Tepukan di punggung telapak tangan Ratna menyentak gadis remaja itu dari lamunan beratnya, atensi Ratna tertuju pada cermin. Di mana Sekar tersenyum lembut, malam kian larut ini sudah saatnya ia beristirahat.

"Kembalilah ke kamarmu, jangan khawatirkan apapun. Semuanya akan baik-baik saja," kata Sekar meyakinkan Ratna.

Ratna mengangguk, Sekar memperhatikan Ratna keluar dari kamarnya. Sekar berdiri dari posisi duduknya, sebenar lagi lampu listrik akan dipadamkan tepat di jam sepuluh malam. Sekar melangkah menuju jendela yang masih dibuka, membawa tatapan matanya ke pekarangan rumah.

Mendadak gelap gulita, Sekar melangkah kembali menuju lilin di ujung ruangan. Menyalakan sebagai penerangan, Sekar mendesah letih setelah perjalanan dari desa ke Batavia. Apalagi insiden berdarah yang beberapa jam yang lalu, Sekar mendekat jendela kamarnya. Tangan terjulur meraih tali yang digantung celah ventilasi jendela.

HAP!

Hampir saja Sekar berteriak keras saat pergelangan tangan yang terjulur keluar dicekal, dan mulutnya dibekap cepat. Kedua pupil mata Sekar melebar, aroma amis tercium jelas. Embusan napas hangat menerpa wajahnya, samar-samar dari penerangan lilin mereka berdua dapat melihat samar-samar wajah masing-masing.

"Jangan berteriak, jika tidak aku akan menghabismu," ancamnya, suara bariton itu terdengar semakin serak.

Embusan napasnya tersengal-sengal, Sekar mengangguk dua kali sebagai bentuk persetujuan. Saat kedua mata mereka bersirobok iris mata hitam gelapnya seperti kegagalan malam yang mencekam, jari jemari panjang sedikit kapalan itu bergesekan dengan telapak tangan Sekar.

"Mas—masuklah, aku akan membantumu mengobati luka. Dan jangan sakiti aku dan orang di rumah ini," balas Sekar tergagap di saat bekapan telapak tangan besar pria jangkung di depannya ini terlepas.

Kaki panjangnya melangkah masuk ke dalam kamar, dipermudah dengan bantuan Sekar. Tubuh pria berpakaian kemeja hitam dan celana hitam panjang, kemeja di bagian bahu dan bawah perut tampak robek. Cairan merah pekat itu mengalir deras, Sekar menutup kembali jendela dan menguncinya.

Embusan napas hangat menyembur ke wajah Sekar di saat ia menunduk melirik wajah pria di depannya ini terlihat pucat. Jari jemari tangannya bergerak cepat membuka satu persatu kancing baju kemeja hitam yang dikenakan, pupil mata Samudra melebar melihat tindakan wanita di depannya ini. Kelopak mata Samudra terkulai lemah, ia kelelahan apalagi darah yang terus menerus merembes keluar.

"Apa yang kamu lakukan," keluh Samudra serak nyaris berbisik.

Atensi Sekar melirik pria sekarat di atas ranjangnya itu, ia bukan wanita di zaman ini. Melihat tubuh pria tanpa atasan bukan hal tabu, Sekar berdecak kecil.

"Apakah kamu malu padaku?" tebak Sekar tepat sasaran, "saat ini situasi darurat, aku tidak melakukan ini untuk hal-hal buruk. Aku harus melihat luka-lukamu, menghentikan pendarahan. Jika kamu tidak ingin mati, lebih baik jangan memikirkan batasan pria dan wanita."

Setelah mengutarakan apa yang ingin ia katakan, Sekar bergerak cepat membuka kemeja hitam itu sepenuhnya. Tubuh atletis dengan bahu lebar serta otot lengan yang padat langsung terlihat di depan mata. Persamaan dengan beberapa bekas luka di tubuh Samudra, Sekar berjongkok di lantai dan mendongak.

"Apakah ini kena peluru?" Jari jemari Sekar menunjukkan ke arah luka di pinggang kanan bawah yang berdarah.

Samudra menyandarkan kepalanya di tiang ranjang, mengatur napasnya. "Hanya tergores, pelurunya meleset." Samudra memejamkan kedua kelopak matanya, peluh menetes deras di dahinya.

"Syukurlah," ujar Sekar mengembuskan napas lega.

Ia berdiri perlahan, bergerak sigap keluar dari kamar. Kelopak mata yang tertutup kembali terbuka, mata Samudra berkilat tajam tertuju ke arah pintu keluar. Kedua kelopak matanya kembali tertutup saat indera pendengarannya tajamnya menangkap derap langkah kaki terburu-buru, pintu kembali terbuka. Sekar mengunci pintu kamar dari dalam.

Di baskom enamel di tangannya, terdapat botol alkohol kain kasa putih, kapas, dan obat merah. Sekar mencuri perlengkapan obat dari ruangan Johan yang kebetulan tak dikunci, ia sempat memperhatikan tas obat-obatan yang dibawa dari desa ke Batavia oleh bawahan Johan.

Tangan Sekar bergerak cekatan membersihkan luka di bahu dan sisi pinggang Samudra, menjadi mantan dari organisasi kesehatan Indonesia. Apalagi Sekar pernah menangani temannya yang terluka saat mereka meneliti tumbuh di hutan, hingga ia tak kaku lagi dalam mengobati luka ringan sampai luka sedang.

'Dia adalah wanita milik Jendral penjajah itu, tidak sia-sia aku mengintainya dari awal. Aku harus memanfaatkan keadaan ini, untuk menjadikan dia kaki tanganku. Demi negara ini.' Samudra membuka perlahan kelopak matanya menunduk, memperhatikan bagaimana cekatannya Sekar dalam mengobati lukanya.

Meskipun lukanya tak tergolong berat, hingga bisa merenggut nyawa. Samudra memiliki maksud terselubung mendekati Sekar, meskipun bukan istri sah Johan. Sekar adalah wanita yang hidup dan tidur seranjang dengan Johan, Sekar memiliki peluang lebih besar untuk menghabisi Johan. Apalagi mereka adalah rakyat dari negara yang di jajah, meskipun Sekar hanyalah seorang 'Nyai' untuk Johan. Samudra percaya jika ia bisa memanipulasi Sekar untuk mewujudkan tujuannya.

Apa yang tengah terlintas di otak Samudra, sama sekali tidak diketahui oleh Sekar. Wanita berkebaya jarik itu hanya fokus membersihkan luka Samudra, jika ia tahu kemungkinan besar tak akan mau membantu Samudra.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!