NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Kultivasi Modern
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

"Ada sebuah kisah kuno dari gulungan tua... tentang seekor naga yang tak mati meski semesta memutuskan ajalnya."

Konon, di balik tirai bintang-bintang dan bisikan langit, pernah ada satu makhluk yang tak bisa dikendalikan oleh waktu, tak bisa diukur oleh kekuatan apa pun—Sang Naga Semesta.
Ia bukan sekadar legenda. Ia adalah wujud kehendak alam, penjaga awal dan akhir, dan saksi jatuh bangunnya peradaban langit.

Namun gulungan tua itu juga mencatat akhir tragis:
Dikhianati oleh para Dewa Langit, dibakar oleh api surgawi, dan ditenggelamkan ke dalam kehampaan waktu.

Lalu, ribuan tahun berlalu. Dunia berubah. Nama sang naga dilupakan. Kisahnya dianggap dongeng.
Hingga pada suatu malam tanpa bintang, seorang anak manusia lahir—membawa jejak kekuatan purba yang tak bisa dijelaskan.

Ia bukan pahlawan. Ia bukan penjelajah.
Ia hanyalah reinkarnasi dari sesuatu yang semesta sendiri pun telah lupakan… dan takutkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Pagi menyambut hangat kota Seoul

Langit berwarna biru pucat, sedikit awan menggantung, dan aroma embun yang mengering oleh sinar matahari awal mulai menyelimuti taman kota. Burung-burung kecil bertengger di dahan pohon sakura buatan yang ditanam sepanjang jalur utama taman.

Di antara deretan pohon itu, seorang wanita muda dengan rambut panjang kecoklatan yang diikat rapi sedang mendorong kereta bayi berwarna putih lembut.

Elsha.

Wajahnya berseri-seri, rambutnya berkibar pelan tertiup angin pagi. Di dalam kereta, bayi berusia hampir setahun mengangkat tangannya ke udara dan tertawa kecil.

Asterion yang tengah menikmati hal yang paling ia sukai di dunia baru ini.

“Ini...”

“Ini adalah bagian yang paling aku suka…”

“Jalan-jalan… menghirup udara... melihat berbagai manusia.”

Ia menoleh kiri-kanan, mata bintangnya memantulkan cahaya pagi. Di sisi jalan, ia melihat tiga prajurit Stellaris sedang berpatroli, mengenakan armor metalik ramping dengan senjata magnetik di punggung mereka.

Kharisma.

Kekuatan.

Ketertiban.

“Manusia ini... mereka tahu cara menjaga peradaban. Tidak buruk.”

Beberapa langkah kemudian, Asterion menoleh ke arah sekelompok remaja yang sedang berjalan sambil tertawa. Mereka memakai seragam unik: dominan hitam dengan aksen biru mengilap, dan simbol berbentuk bintang bersayap di dada kiri.

Mata Asterion membelalak.

Ia duduk tegak di kereta bayi.

“Siapa mereka? Mereka bukan prajurit biasa...”

Melihat tatapan penuh perhatian dari anaknya, Elsha ikut menoleh dan tersenyum.

“Ah... apakah kau sedang melihat siswa dari Akademi Solara Astra?”

Asterion menatap ibunya, seolah berkata: Ceritakan lebih lanjut.

Elsha menyentuh kepalanya pelan. “Itu adalah akademi paling bergengsi di kota ini, tempat para calon pengguna Star Soul dilatih. Tempat ayahmu dulu menimba ilmu juga.”

Ia tersenyum hangat, lalu membungkuk mendekat.

“Tunggu sampai usia empat belas tahun, sayang... kau bisa mencoba membangkitkan Star Soul-mu. Kalau berhasil, kau bisa masuk akademi juga.”

Matanya melembut.

“Ibu dan ayah akan selalu mendukungmu apapun yang terjadi. Jadi tumbuhlah menjadi pria hebat ya, bintang kecilku.”

Asterion terdiam.

Kepalanya bersandar pelan di sisi kereta.

“Ibu…”

"Tenang saja. Suatu hari nanti aku akan membuat keluarga kita melambung tinggi.”

“Untuk membayar semua yang kalian berikan padaku…”

“...meski sejujurnya, hutang ini... tak akan pernah lunas."

“Sudahlah. Nikmati saja saat ini...”

Sementara itu.

Pusat Komando Bintang –

Layar hologram menyala merah. Puluhan teknisi dan petugas berseragam hitam berlarian di ruang kendali. Suara peringatan bergema dari setiap sudut ruangan.

WUUUNG WUUUNG WUUUNG!

Komandan Ryu, dengan armor khas pasukan elite, berjalan cepat ke tengah ruangan.

“Ada apa ini?” suaranya dalam, tegas.

Seorang petugas muda berlari dan menunduk dengan hormat. “Lapor Komandan Ryu! Satelit Sentinel 02 mendeteksi anomali kecepatan tinggi menuju Bumi!”

“Jenis?”

“Diduga... sebuah meteor bintang berukuran medium! Tapi... tidak terdeteksi dalam rotasi biasa. Anomali ini... muncul secara mendadak, tanpa jejak orbit sebelumnya! Dan sedang mengarah ke Seoul!”

“Waktu tumbukan?”

“Diperkirakan... 7 menit lagi!”

Mata Ryu mengeras. Wajahnya menegang.

“Kerahkan seluruh unit pengamanan. Prioritaskan evakuasi warga sipil di titik zona lintasan! Kirim drone pelacak dan aktifkan pertahanan maksimum!”

“SIAP!!!”

Ryu menatap layar besar di depannya.

Sebuah objek terang… membara... meluncur menembus sabuk luar angkasa… menuju langsung ke Bumi.

“Ini... bukan meteor biasa.”

Di taman kota.

Asterion sedang meminum susu botol dengan santai di keretanya. Ia menyesap pelan, matanya menikmati hijaunya dedaunan dan tawa anak-anak yang bermain kejar-kejaran.

Namun...

WUSHH—

Udara berubah.

Seketika... jantung Asterion berdetak lebih cepat.

Aliran udara seolah berhenti.

Tubuhnya membeku sesaat.

Aura.

Kekuatan.

Bahaya.

“Apa ini...?”

“Sumber energi... tidak wajar. Terlalu cepat. Terlalu panas.”

“Sesuatu mendekat...”

TANG!

Botol susu tergelincir dari genggaman mungilnya.

“Uhuk! Uhuk!”

Ia batuk keras. Matanya membelalak.

Elsha langsung panik. “Astaga, Asterion! Minumlah dengan pelan, jangan buru-buru!” katanya sambil menepuk-nepuk punggung bayi itu.

Namun, sebelum ia melanjutkan—

Langit...

berubah.

Kilatan jingga menyapu seluruh langit. Sinar mendadak begitu terang hingga semua orang mendongak dengan tatapan heran dan takut.

Satu per satu para pengunjung taman berdiri.

“Ada apa itu?”

“Langitnya… kenapa berubah warna?”

Elsha memeluk Asterion erat. Tubuhnya membeku.

Dan Asterion... menatap langit lekat-lekat, mata bintangnya bersinar tipis.

Dari langit barat—

Sebuah meteor besar, membara dalam warna jingga kemerahan, meluncur dengan kecepatan mengerikan.

Bukan jatuh...

Para prajurit Stellaris yang berpatroli langsung bergerak cepat. Salah satu dari mereka mengaktifkan pengeras suara di bahunya.

“PERHATIAN! SEMUA WARGA DIMINTA KEMBALI KE RUMAH MASING-MASING!”

“INI KEADAAN DARURAT! TOLONG TENANG DAN BERGERAK CEPAT!”

Teriakan panik mulai pecah. Anak-anak menangis. Orang tua menggiring anak dan kereta bayi sambil berlari. Drone milik penjaga mulai berputar di udara, menyebar informasi evakuasi.

Elsha terdiam sejenak. Ia melihat ke langit, lalu ke arah Asterion.

“Ayo, kita pulang.”

Ia memeluk erat tubuh mungil itu dan mulai berlari, jantungnya berdetak keras, napasnya tercekat.

Sementara Asterion, dalam pelukannya… menoleh sekali lagi ke langit.

Di atas atap Menara Komando Stellaris, mata Komandan Ryu menatap lurus ke arah langit barat.

Cahaya jingga yang memekakkan mata melintas cepat, lalu bergerak melengkung tajam, menuju dataran rendah Hutan Kota Seoul.

“Target dipastikan akan jatuh di Hutan Kota!”

Suara tegas seorang teknisi menggelegar melalui saluran komunikasi.

“Unit darat dan udara bersiap di titik jatuh.”

“Unit medis, tanggap darurat level merah!”

Di seberang layar transparan, tampak para siswa elit Akademi Solara Astra dalam balutan seragam tempur, berdiri sejajar di atap bangunan akademi. Mata mereka menajam, sebagian telah mengaktifkan Star Soul Form.

“Bentuk perimeter!” teriak salah satu instruktur.

“Ini bukan latihan—ini situasi tempur sungguhan!”

Para siswa muda, meski sebagian wajah mereka tampak gugup, mengangguk dengan tegas. Cahaya berkilau mulai muncul dari tubuh mereka. Semburat merah menandakan tingkat Star Soul yang mereka miliki.

5 detik sebelum tumbukan.

Suara ledakan sonik terdengar dari langit.

BOOOOM!!!

Meteor menembus atmosfer dan membelah udara dengan tekanan luar biasa.

Bola api besar itu menghantam tanah dengan kekuatan setara senjata nuklir mini.

DUUAAAAAAAAAARRRRRRR!!!

Tanah bergetar.

Angin ledakan menyapu pepohonan hingga ke akar, memporak-porandakan burung, drone pengintai, dan benda apapun di sekitarnya.

Gelombang kejut menyebar hingga 10 kilometer radius.

Seluruh kota Seoul terguncang.

Gedung-gedung bergoyang keras, jendela pecah, kendaraan terguling, dan sinyal komunikasi terganggu sesaat.

Di lantai 9 sebuah apartemen.

Elsha menjerit pelan, tubuhnya hampir terjatuh.

Namun naluri seorang ibu melampaui apapun.

Ia segera menarik Asterion dari tempat tidurnya dan memeluk erat tubuh mungil itu di dadanya.

Tangan gemetar, keringat dingin, napasnya memburu.

Guncangan masih terasa.

Rak buku bergeser. Hiasan kaca jatuh dan pecah. Lampu di langit-langit bergoyang liar.

Asterion—yang masih dalam pelukan—membelalakkan mata kecilnya.

Ia merasakan ketakutan dalam pelukan itu.

Pelukan yang biasanya lembut, hangat, dan nyaman... kini menggigil.

“Ibu…”

Elsha menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi. Namun air matanya mulai mengalir.

“Tenanglah, bintang kecil ibu…” bisiknya lirih sambil menutup kepala Asterion dengan tubuhnya.

“Semuanya akan baik-baik saja…”

“Ayahmu akan menyelesaikan semuanya...”

Airmata hangatnya jatuh ke pipi bayi kecil yang kini terpaku diam.

Dan saat itu terjadi...

Sesuatu dalam diri Asterion bergetar.

"Apa ini... amarah? Ini... kebencian?"

“Bajingan. Berani-beraninya… membuat ibuku menangis…”

Aura tak kasatmata menyelimuti tubuhnya. Meskipun dalam bentuk bayi, detak spiritualnya melonjak sesaat.

Tangannya mengepal.

Tapi sebelum kemarahan itu meledak…

Pelukan itu.

Pelukan hangat dan lembut, pelukan penuh kasih yang mengalahkan ribuan tahun kesendiriannya, perlahan mengendapkan bara yang menyala.

“Tenang… aku tidak boleh terbawa emosi.”

“Aku... Asterion. Aku bukan lagi naga penghancur, tapi anak dari wanita ini.”

“Ibuku.”

Sementara itu di markas pusat.

Komandan Ryu berdiri di jembatan penghubung pusat kendali. Layar-layar kini menampilkan lokasi jatuhnya meteor: sebuah kawah berasap hitam di tengah rerimbunan hutan kota.

“Unit Recon, laporan visual!” teriak Ryu ke radio.

Tak lama kemudian, drone-dronenya mengirim gambar langsung—

Kawah selebar 500 meter terbentuk. Tanah hangus, energi panas masih menyebar. Dan di tengahnya…

Sebuah objek logam berbentuk balok raksasa.

“...Itu..apa itu?.”

Ryu menyipitkan mata. Ia memukul pagar besi ringan di depannya.

Dalam hati, Ryu menunduk.

Mengingat wajah Elsha dan Asterion.

“Elsha... Asterion…”

“Tolong… tetaplah aman.”

“Ayah akan menyelesaikan ini. Apa pun yang keluar dari sana…”

“…tidak akan menyentuh kalian.”

Ryu menatap ke samping, ke para pasukan elit Stellaris yang berdiri dalam barisan sempurna.

Ia mengangkat tangan tinggi.

“KESELURUHAN UNIT! BERGERAK KE LOKASI JATUHNYA METEOR!”

“SIAP!!!”

Jet tempur, kendaraan lapis baja, drone udara, dan para pengguna Star Soul terbang menuju Hutan Kota Seoul.

1
Candra Fadillah
hahahahahaha, naga semesta yang perkasa di cubit oleh seorang wanita
Unknown
keren kak, semangat teruss
RDXA: siap terimakasih atas dukungannya /Determined/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!